Lompat ke isi

Kalung lencana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Edward Fiennes de Clinton, Bupati Lincoln, mengenakan Kalung Lencana Tarekat Sabuk Mojah (sekitar tahun 1575)
Kaisar Brasil Dom Pedro II mengenakan Kalung Lencana Tarekat Mawar beserta alat-alat kebesaran Kaisar Brasil, lukisan karya Pedro Américo (tahun 1872)

Kalung lencana atau kalung lencana tarekat adalah rantai perhiasan leher yang kerap dibuat dari emas dan email, bertatahkan ratna mutu manikam, dan disangsangkan di sekeliling leher sebagai tanda keanggotaan tarekat aswasada. Kalung lencana adalah salah satu jenis kalung jabatan, peranti paling mentereng yang tercipta dari fenomena keberseragaman yang marak pada Abad Pertengahan dan Awal Zaman Modern. Tarekat-tarekat yang memiliki beberapa jenjang keanggotaan sering kali menjadikan kalung lencana sebagai atribut khusus jenjang tertinggi (manggalayuda). Kalung lencana terbuat dari lempengan-lempengan yang dirangkai menyerupai pending dan biasanya dihiasi lambang-lambang tarekat, sementara lencana tarekat biasanya dijadikan bandulnya. Kadang-kadang lencana tersebut diberi nama menurut gambar yang terpampang; sebagai contoh, lencana Tarekat Sabuk Mojah dinamakan "Georgius" lantaran memuat gambar bendera Santo Georgius.

Sejarah

Sebuah tradisi Abad Pertengahan: Tarekat Kalung Lencana (abad ke-14)

Kalung lencana Tarekat Aditama Kabar Sukacita Mahakudus, kalung lencana tertua yang masih dipakai dewasa ini oleh Pangeran Vittorio Emanuele di Savoia

Tarekat-tarekat aswasada perdana adalah tarekat-tarekat tentara salib. Sebagai ciri khasnya, tarekat-tarekat ini menjahitkan salib dari kain beledu merah, hijau, atau hitam pada mantel anggotanya. Kemudian hari, anggota tarekat-tarekat aswasada menggunakan cincin, tekat gambar naga, bahkan sabuk mojah sebagai ciri khas tarekatnya. Menjelang akhir Abad Pertengahan, kaum kesatria berkuda kian menonjolkan lambang tarekatnya masing-masing, manakala medali, salib, dan ratna mutu manikam berbentuk satwa mulai dicantolkan pada seuntai kalung yang disangsangkan mengelilingi leher dan disebut kalung jabatan.

Pada abad ke-14, Amadeus VI, Bupati Savoye (tahun 1343–1383) mendirikan Tarekat Kalung Lencana,[1] yang didarmabaktikan kepada Santa Perawan Maria.[1] Ciri khasnya yang paling utama dan yang paling tua adalah kalung lencananya. Bandul kalung lencana ini adalah sekeping medali emas berukir gambar peristiwa pewartaan kabar sukacita kepada Santa Perawan Maria oleh Malaikat Agung Gabriel. Medali ini dibingkai ukiran tiga simpul Savoye yang bertumpang-tindih dihiasi salib-salib bakung kecil, dan di pertengahan bagian atas bingkai, di antara dua simpul Savoye, terukir gambar seberkas cahaya beserta seekor burung merpati, lambang Roh Kudus, yang juga terbuat dari emas.

Lantaran sama-sama dijiwai oleh devosi kepada Santa Perawan Maria, kebiasaan mengenakan kalung lencana menyebar ke seluruh Eropa bersamaan dengan kebiasaan mengalungkan rosario di leher.[2]

Raja Prancis Charles VIIII mengenakan kalung lencana Tarekat Santo Mikhael

Kalung lencana Suf Emas (tradisi abad ke-15)

Para kesatria beberapa tarekat aswasada Eropa mengenakan kalung lencana yang beraneka ragam. Kebiasaan mengenakan kalung lencana diprakarsai oleh Adipati Burgundia Philippe III. Kepada para kesatria aggota Tarekat Suf Emas, sang adipati memberikan lencana suf emas, yakni seuntai kalung dari "lempengan emas kerawang, bertatah tiruan rijang hitam dan rijang putih dari email, berbandul suf emas".[3]

Keterkaitan dengan Prancisː kalung lencana Santo Mikhael diciptakan pada tahun 1469

Kebiasaan ini diikuti Raja Prancis Louis XI ketika mendirikan Tarekat Santo Mikhael pada tahun 1469. Para kesatria anggota tarekat ini diberinya kalung lencana berupa rencengan cangkang simping. Yang paling terkenal adalah kalung lencana yang dianugerahkan sebagai tanda kehormatan kepada Raoul de Lannoy seusai perang pengepungan Quesnoy.[4] Panjang kalung dijadikan dua kali lipat panjangnya yang semula oleh Raja Prancis Charles VIII. Potret resmi pertama Raja Prancis yang mengenakan kalung lencana ini adalah potret Raja Louis XII pada tahun 1514. Sejak saat itu, semua Raja Prancis mengenakan kalung lencana Tarekat Santo Mikhael sampai tarekat itu dibubarkan pada tahun 1830.[5] Tarekat Pembebasan mengklaim sebagai penerus Tarekat Santo Mikhael pada tahun 1945 dan menciptakan kalung lencana sendiri, karya empu kriya emas Gilbert Poillerat,[6] yang dikenakan Presiden Charles de Gaulle dalam potret resminya, lantaran lebih menyukai salib Lotharingen pada kalung lencana tersebut daripada lambang-lambang pada Kalung Lencana Agung Legiun Kehormatan.[7]

Karena Tarekat Santo Mikhael hanya beranggotakan kaum pria, Permaisuri Anne d'Autriche mendirikan Tarekat Kalung Lencana Samawi Rosario Suci pada tahun 1647 dengan bantuan kapelannya, padri Dominikan Prancis François Arnoul, sehingga sekali lagi membuktikan keterkaitan kalung lencana dengan rosario sebagai peranti devosi. Anggaran dasar tarekat baru tersebut erat dikaitkan dengan wejangan kepada lima puluh dara bertakwa dan sekalian jiwa budiman, demi memulihkan devosi kepada Bunda Maria dan menganjurkan kekudusan bagi kaum wanita yang berkiprah di lingkungan Gereja Katolik di Prancis.[8]

Tradisi yang menyebar ke Inggris: Raja Henry VIII dan kalung lencana Tarekat Sabuk Mojah (abad ke-16)

Raja Henry VIII mengenakan kalung lencana Tarekat Sabuk Mojah

Sampai dengan masa pemerintahan Raja Henry VIII, Tarekat Sabuk Mojah, sama seperti tarekat-tarekat aswasada kenamaan yang terdahulu, tidak mengenal kalung lencana. Meskipun demikian, Raja Henry VIII ingin dipandang sejajar dalam segala hal dengan raja-raja Eropa Daratan, sebagaimana terjabar di dalam anggaran dasar yang ditandatangani Pejabat Pencatatan Tarekat pada tanggal 5 Januari 1508 dan dikirimkan kepada Kaisar Romawi Suci Maksimilianus I. Kalung lencana kesatria Sabuk Mojah yang ada sekarang ini, yakni rangkaian simpul-simpul emas dan sabuk-sabuk mojah bertimang emas yang membingkai mawar putih berlapik mawar merah, berasal dari zaman kulawangsa Tudor. Pada tahun 1672, antikuarius Inggris Elias Ashmole memaparkan perubahan kalung lencana Tarekat Sabuk Mojah dari bentuknya yang semula dijabarkan Raja Henry VIII, yaitu "seuntai kalung emas, bermata rantai menyerupai sabuk mojah dengan sekuntum mawar merah kirmizi, berbandul citra Santo Georgius".[9] Kebanyakan tarekat aswasada Inggris dewasa ini memiliki kalung lencana yang masih dikenakan pada kesempatan-kesempatan istimewa, yakni pada hari-hari kalung lencana. Tarekat Karya Bakti Istimewa, Tarekat Darmabakti, Tarekat Sahabat Kehormatan, dan Tarekat Karya Bakti Kekaisaran adalah pengecualiannya.

Kejayaan kalung lencana pada abad ke-18

Selepas abad ke-17, masa jaya kalung lencana pun berakhir. Kalung lencana hanya dikenakan dalam upacara-upacara kebesaran, sementara dalam kehidupan sehari-hari sudah tergantikan oleh pemakaian bintang yang disematkan di dada dan lencana yang dicantolkan pada pita. Banyak tarekat melanggengkan kebiasaan mengenakan kalung lencana, dan jika keanggotaan tarekat terbagi menjadi beberapa jenjang kepangkatan maka kalung lencana dijadikan atribut khusus bagi jenjang tertinggi. Pengecualian yang menonjol adalah Portugal.

Pada akhir abad ke-18, rata-rata tarekat aswasada Eropa hanya memiliki satu jenjang kepangkatan, yaitu kesatria berkuda, dan meskipun biasanya berkalung lencana, kini salib atau lencana mereka dicantolkan pada seutas pita yang dikalungkan di leher atau disampirkan di pundak kanan. Ketika tarekat-tarekat menjadi lebih demokratis, keanggotaannya pun mulai dibedakan menjadi beberapa jenjang kepangkatan, dan hanya jenjang tertinggi, yaitu "manggalayuda", yang mengenakan kalung lencana. Tarekat-tarekat Negeri Belanda tidak mengenal kalung lencana, tetapi beberapa tarekat Belgia, rata-rata tarekat Austria dan Prusia, serta beberapa tarekat Portugal memiliki kalung lencana. Di Portugal, semua anggota tarekat aswasada mengenakan kalung lencana, hanya saja kalung lencana manggalayuda dibuat jauh lebih mentereng.

Asia

Timur Tengah

Asia Tenggara & Asia Utara

Oseania


* berarti kalung lencana harus dipulangkan kepada tarekat apabila si penerima lencana sudah wafat
† berarti tarekatnya sudah tidak lagi berkegiatan tetapi belum ditiadakan secara resmi

Galeri

Rujukan

  1. ^ a b Syr Gawayn and the Grene Knyzt-(Penutup), J. R. Hulbert, Modern Philology, Jld. 13, No. 12 (Apr., 1916), 140.
  2. ^ Evans, Joan (1989-01-01). A History of Jewellery, 1100-1870 (dalam bahasa Inggris). Courier Corporation. hlm. 77. ISBN 978-0-486-26122-5. 
  3. ^ "Men's fashion". Fashions of the Hapsburg Era: Austria-Hungary (dalam bahasa Inggris). Metropolitan Museum of Art. 1979. hlm. 3. 
  4. ^ Fontenay, Eugène (1887). Les bijoux anciens et modernes (dalam bahasa Prancis). Maison Quantin. hlm. 189. 
  5. ^ Boulton d'Arcy, Jonathan Dacre (2000). The Knights of the Crown: The Monarchical Orders of Knighthood in Later Medieval Europe, 1325-1520 (dalam bahasa Inggris). Boydell Press. hlm. 442. ISBN 978-0-85115-795-5. 
  6. ^ Chaffanjon, Arnaud (1969). Les grands ordres de Chevalerie (dalam bahasa Prancis). S.E.R.G. hlm. 117. 
  7. ^ Bonfait, Olivier; Desmas, Anne-Lise; Marin, Brigitte (2003). Les portraits du pouvoir: actes du colloque (dalam bahasa Prancis). Somogy. hlm. 231. ISBN 978-2-85056-608-0. 
  8. ^ Arnoul, François (1647). Institution de l'Ordre du Collier Céleste du Sacré Rosaire (dalam bahasa Prancis). Paris & Lyon: Jacques Carteron. 
  9. ^ Ashmole, Elias (1672). "7. The Habit and Ensigns of the Order". The Institution, Laws and Ceremonies of the Most Noble Order of the Garter (dalam bahasa Inggris). J. Macock. hlm. 222. 

Baca juga