Lompat ke isi

Sistem merit

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 26 September 2024 05.47 oleh Dhanuxz (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Sistem Merit''' atau ''Merit System'' adalah istilah yang digunakan dalam pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN). Sistem merit juga banyak digunakan di sektor swasta. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014<ref>[https://peraturan.bpk.go.id/Download/27837/UU%20Nomor%2005%20Tahun%202014.pdf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara]</ref> tentang ASN, Sistem Merit merupakan kebijakan dan pengelolaan ASN yang...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sistem Merit atau Merit System adalah istilah yang digunakan dalam pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN). Sistem merit juga banyak digunakan di sektor swasta. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014[1] tentang ASN, Sistem Merit merupakan kebijakan dan pengelolaan ASN yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, serta kinerja secara adil dan objektif, tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, usia, atau kondisi disabilitas. Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023[2] mendefinisikan Sistem Merit sebagai penyelenggaraan manajemen ASN yang mengikuti prinsip-prinsip meritokrasi.

Kelebihan dan Kekurangan

Salah satu keunggulan dari meritokrasi adalah kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, serta memastikan bahwa individu yang paling berkompeten menduduki posisi yang sesuai. Hal ini berpotensi meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kepuasan masyarakat. Di samping itu, meritokrasi juga dapat memperkuat rasa keadilan dan kesetaraan, karena keputusan didasarkan pada kualifikasi dan pencapaian, bukan pada status sosial atau latar belakang etnis.

Namun, meritokrasi juga memiliki kelemahan. Salah satunya adalah potensi munculnya ketidaksetaraan sosial, di mana individu dengan kualifikasi dan prestasi lebih tinggi akan lebih mudah memperoleh posisi yang lebih baik. Selain itu, meritokrasi bisa menciptakan tekanan dan stres yang besar, karena setiap individu harus terus meningkatkan kualifikasi dan prestasi mereka agar dapat mempertahankan posisinya.[3]

Lihat pula

Referensi