Stasiun Muaro
Stasiun Muaro
| |||
---|---|---|---|
Nama lain | Stasiun Simpang Logas | ||
Lokasi |
| ||
Koordinat | 0°39′53″S 100°56′51″E / 0.664626°S 100.947577°E | ||
Ketinggian | +153 m | ||
Operator | |||
Letak | |||
Layanan | - | ||
Konstruksi | |||
Jenis struktur | Atas tanah | ||
Informasi lain | |||
Kode stasiun |
| ||
Klasifikasi | III/kecil[2] | ||
Sejarah | |||
Dibuka | 1924 | ||
Ditutup | ? | ||
Tanggal penting | |||
Dibuka kembali | TBA | ||
Lokasi pada peta | |||
Stasiun Muaro (MRO) atau yang dikenal dengan Stasiun Simpang Logas adalah stasiun kereta api nonaktif kelas III/kecil yang terletak di Muaro, Sijunjung, Sijunjung. Saat ini stasiun yang terletak pada ketinggian +153 meter ini merupakan stasiun kereta api yang lokasinya paling timur di Wilayah Aset Divre II Sumatera Barat.
Pada masa lalu, stasiun yang dibuka pada tanggal 1 Maret 1924[3] ini difokuskan untuk pengangkutan barang. Namun sayangnya, jalur beserta stasiun ini telah ditutup[per kapan?] karena angkutan barang yang semakin menipis. Pada saat ini, stasiun beserta jalurnya dari Muaro Kalaban sedang dalam proses reaktivasi jalur untuk menyambut jalur kereta api Trans-Sumatra. Akan tetapi, untuk saat ini reaktivasi jalur ini sedang mangkrak.[4]
Stasiun ini merupakan titik permulaan dari jalur kereta api romusha Muaro-Pekanbaru yang menghubungkan Riau dengan Sumatera Barat. Hambatan-hambatan yang harus dihadapi oleh Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (SSS) adalah kontur tanah yang sepenuhnya rawa-rawa dan sangat labil. Karena belum dianggap layak, rencana itu akhirnya menjadi arsip tak terurus di kantor pusat Staatsspoorwegen.[5]
Tahun 1942, ketika Jepang menduduki Indonesia, mereka menemukan rencana itu. Jalur rel itu dibuat Jepang untuk menghindari Kota Padang dan Samudra Hindia yang dijaga ketat kapal perang Sekutu. Namun, trase yang dipilih untuk membangun lintas tersebut tidak sesuai dengan teknis yang diberikan, seperti menyusuri rawa-rawa dan konstruksi rel dan jembatan yang mudah rapuh. Banyak tahanan perang dan romusha yang meninggal tidak hanya kelaparan, tetapi juga penyakit malaria, disentri, dan pelagra.[6][7] Jalur ini sempat dioperasikan untuk mengangkut tahanan perang dan juga seorang insinyur yang terlibat dalam proyek, dan sejak 1946 lintas ini ditinggalkan.[5]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Tampak depan
-
Tampak samping
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).
- ^ a b Buku Informasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian 2014 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 1 Januari 2020.
- ^ Staatsspoorwegen (1925). Verslag der staatsspoor- en tramwegen in Nederlandsch-Indië 1925. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken.
- ^ Jati, Yusuf Waluyo (2019-06-17). Newswire, ed. "Terungkap, Penyebab 210 Km Lintasan Rel KA di Sumbar Mati Suri". Bisnis.com. Diakses tanggal 2020-06-07.
- ^ a b Farrel, Jamie. "Jalur Kereta Api Maut Pekanbaru". www.pekanbarudeathrailway.com. Diakses tanggal 6 Oktober 2019.
- ^ Nusantara, Tim Telaga Bakti; Perkeretaapian, Asosiasi Pakar (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1 (edisi ke-Cet. 1). Bandung: CV Angkasa. hlm. 146.
- ^ Duffy, George (5 January 2006). "The Death Railway, April 1945". MemoryArchive. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 June 2008. Diakses tanggal 2 January 2015.
Stasiun sebelumnya | Lintas Kereta Api Indonesia | Stasiun berikutnya | ||
---|---|---|---|---|
Padang Lawas menuju Muaro Kalaban
|
Muaro Kalaban–Muaro–Pekanbaru | Silukah menuju Pekanbaru
|