Lompat ke isi

Ananda Mahidol

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ananda Mahidol
Raja Thailand
Berkas:Princess Sri Sangwal and King Ananda Mahidol.JPG
Ananda Mahidol dan ibunda, Putri Srinagarindra
Berkuasa2 Maret 1935 – 9 Juni 1946
PendahuluPrajadhipok
PenerusBhumibol Adulyadej
WangsaDinasti Chakri
AyahMahidol Adulyadej, Pangeran Songkla
IbuPutri Srinagarindra

Phra Bat Somdet Phra Poramentharamaha Ananda Mahidol Phra Atthamaramathibodin (bahasa Thai: พระบาทสมเด็จพระปรเมนทรมหาอานันทมหิดลฯ พระอัฐมรามาธิบดินทร atau Ananda Mahidol (20 September 1925–9 Juni 1946), adalah raja kedelapan Thailand dari Dinasti Chakri.

Masa kecil

Berkas:Mom Sangwal and children.JPG
Ananda Mahidol (kiri), Putri Srinagarindra, Bhumibol Adulyadej, dan Galyani Vadhana.

Pangeran Ananda Mahidol Mahidol dilahirkan pada tanggal 20 September 1925 di Heidelberg, Jerman. Ananda merupakan putra pertama dari Pangeran Mahidol Adulyadej dari Songkhla yang merupakan putra dari Raja Chulalongkorn dan Putri Srinagarindra. Segera setelah kelahiran putra Pangeran Mahidol tersebut, Raja Vajiravhud mengirim telegram pada tanggal 13 Oktober 1925, yang menyarankan nama "Ananda Mahidol" (อานันทมหิดล) bagi sang putra, yang berarti "Kebahagiaan Mahidol". Ketika itu, Ananda Mahidol memegang gelar Mom Chao, gelar terendah pangeran. Sehingga, nama resmi Ananda menjadi "Mom Chao Ananda Mahidol Mahidol".

Ananda kemudian mengikuti orangtuanya ke Paris, Lausanne, dan ke Massachusetts, ketika Raja Prajadhipok mengeluarkan suatu pengumuman, yang mengakibatkan promosi Ananda Mahidol sebagai pangeran di tingkatan yang lebih tinggi, bergelar Phra Worawong Ther Phra Ong Chao. Pengumuman ini juga menguntungkan Mom Chao-Mom Chao lainnya, yaitu anak-anak pangeran bergelar Chao Fa, dengan istri-istri yang merupakan orang biasa dulunya. Mereka yang derajatnya juga naik antara lain, kakak Ananda, Galyani Vadhana, dan adiknya Bhumibol Adulyadej.

Keluarga Mahidol kemudian kembali ke Thailand, setelah Pangeran Mahidol Adulyadej berhasil menyelesaikan pendidikan kedokterannya di Universitas Harvard. Namun, Pangeran Mahidol meninggal dunia di usia 37, ketika Ananda Mahidol masih berusia 4 tahun. Semenjak itu, Putri Srinagarindra membesarkan putra-putrinya seorang diri.

Pada tahun 1932, sebuah kudeta terjadi di Thailand, yang mengakhiri kekuasaan absolut Raja Prajadhipok. Hal ini memungkinkan Raja Prajadhipok untuk mundur dari jabatannya. Ratu Svang Vadhana, nenek Ananda, merasa cemas dengan keselamatan cucunya tersebut, yang merupakan salah satu calon waris takhta. Beliau kemudian menyarankan, agar Keluarga Mahidol kembali lagi ke Lausanne. Alasan resmi yang dikeluarkan istana, adalah demi kesehatan dan pendidikan putra-putri Mahidol. Mereka meninggalkan Thailand pada tahun 1933, dan Pangeran Ananda menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di sana.

Ketika kemunduran diri Raja Prajadhipok tampak sudah sangat dekat, para anggota pemerintahan menanyakan Srinagarindra, seputar pendapatnya apabila Ananda Mahidol diangkat menjadi Raja Thailand berikutnya.

Naik takhta

Gambar Raja Ananda Mahidol dalam prangko

Kemudian sebuah peristiwa besar dalam sejarah Thailand terjadi, ketika Raja Prajadhipok mengundurkan diri pada tahun 1935, di tengah kondisi politik negeri yang memanas, dan juga karena masalah kesehatan dirinya sendiri. Kala itu, mahkota sebenarnya sudah jatuh ke tangan saudara-saudara tiri Pangeran Mahidol Adulyadej, karena kakak kandungnya, Putra Mahkota Maha Vajirunhis, meninggal dunia ketika masih remaja dalam masa pemerintahan Raja Chulalongkorn. Kemudian, saudara tirinya, Pangeran Vajiravhud menggantikan Vajirunhis sebagai putra mahkota, dan ibu Vajiravhud dijadikan Ratu sementara, ketika Chulalongkorn melakukan perjalan ke Eropa. Yang menjadi masalah, adalah bahwa pangeran-pangeran yang merupakan putra dari ibu Vajiravhud, Ratu Saovabha, menjadi lebih berhak atas takhta kerajaan. Hal ini kemudian berujung ketika Raja Vajiravhud meninggal dunia, dan mahkota jatuh ke tangan Pangeran Prajadhipok, adiknya.

Memberikan mahkota kepada Pangeran Prajadhipok sendiri menuai konflik. Kemudian muncul kandidat baru Raja Siam, yaitu Pangeran Chulachakribongse, putra Pangeran Chakrapongsepoovanat dari Phitsanulok yang telah ditunjuk sebagai waris Raja Vajiravhud sebelum kematiannya. Undang-Undang Pewarisan Takhta yang disahkan Vajiravhud sendiri kemudian dipertanyakan, karena menutup kemungkinan Pangeran Chakrapongsepoovanat (dan Pangeran Chulachakripongse) dari jalan menuju takhta, lantaran menikahi orang asing. Namun pernikahan tersebut terjadi sebelum disahkannnya UU, dan posisinya dikembalikan ke jalur. Belakangan, Prajadhipok dimahkotai sebagai raja.

Ketika Raja Prajadhipok mengundurkan diri, mahkota kembali lagi ke ibu Vajirunahis Ratu Savang Vadhana, lantaran Prajadhipok adalah satu-satunya putra Ratu Sri Pacharindra yang tersisa. Savang Vadhana memiliki dua putra lain yaitu, Pangeran Sommootiwongwarothai yang meninggal tanpa putra, dan Pangeran Mahidol Adulyadej yang meninggal dan berputra Ananda dan Bhumibol. Kemungkinan Ananda Mahidol menjadi raja tampak lebih jelas. Bagaimanapun juga, konflik yang sama seputar raja berikutnya terjadi lagi. Namun, karena negara telah mempunyai sistem pemerintahan yang baru, Kabinet-lah yang menentukan jawabannya. Suara terbelah antara Pangeran Chulachakrapongse dan Pangeran Ananda Mahidol. Pada tanggal 2 Maret 1935, Ananda Mahidol terpilih sebagai Raja Siam berikutnya, menggantikan Prajadhipok yang mengundurkan diri, pada usia 9 tahun.

Raja Thailand

Karena Raja Ananda Mahidol masih terlampau kecil dan masih bersekolah di Lausanne, parlemen menunjuk Pangeran Kolonel Anuwatjaturong, Pangeran Letnan Athitaya Dibhabha, dan Chao Phraya Yommaraj sebagai pengisi jabatan sementara.

Pada tahun 1938, di usianya yang ke-13, Ananda mengunjungi Siam sebagai raja untuk pertama kalinya. Ia didampingi ibunya dan adiknya, Bhumibol. Kala itu, Perdana Menteri Siam adalah Plaek Pibulsonggram. Pibulsonggram adalah perdana menteri hampir selama masa pemerintahan Ananda Mahidol. Pibulsonggram juga adalah diktator militer, dan mengganti nama Siam menjadi Thailand.

Perang Dunia II

Pada tanggal 8 Desember 1941, militer Jepang datang menduduki Thailand. Ketika itu, Ananda Mahidol sedang berada di luar Thailand, dan Pridi Phanomyong merupakan wakilnya. Sejak 24 Januari 1942, Thailand menjadi pendukung Jepang dan menjadi bagian dari Blok Poros. Di bawah Plaek Pibulsonggram, Thailand menyatakan perang atas Sekutu.

Pada tahun 1944, Jepang terlihat akan segera kalah, dan Bangkok hancur akibat terjangan militer Sekutu. Ditambah lagi dengan krisis ekonomi, pemerintahan Plaek Pibulsonggram menjadi tidak populer. Pada bulan Juli, Plaek Pibulsonggram digulingkan, dan parlemen mengadakan konvensi lagi dengan menunjuk Khuang Aphaiwong yang merupakan seorang pengacara sebagai perdana menteri. Jepang akhirnya menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945.

Setelah perang

Setelah Perang Dunia II berakhir, Raja Ananda Mahidol kembali ke Thailand. Ia kembali pada Desember 1945 dengan gelar hukum. Meskipun ia masih muda dan belum berpengalaman, ia berhasil merebut dukungan rakyat dengan cepat. Salah satu hal yang berhasil mendongkrak popularitasnya, adalah kunjungannya ke kawasan pecinan Bangkok, untuk meredakan tensi yang bergejolak antara etnis Thailand dan Cina.

Meskipun demikian, pengamat-pengamat luar negeri berpendapat bahwa Ananda tidaklah ingin menjadi seorang raja, dan sang raja sendiri merasa bahwa pemerintahannya takkan berlangsung lama.

Kematian yang misterius

Pada tanggal 9 Juni 1946, Ananda ditemukan tewas tertembak secara misterius dalam kamar tidurnya di istana, tepat empat hari sebelum rencana keberangkatannya ke Lausanne untuk gelar doktor. Kemudian adiknya, Bhumibol Adulyadej diangkat sebagai Raja Thailand selanjutnya.

Didahului oleh:
Prajadhipok
Raja Siam
1935-1939
Diteruskan oleh:
Tidak ada
Nama negara diubah menjadi "Thailand"
Didahului oleh:
Tidak ada
Nama negara diubah menjadi "Thailand"
Raja Thailand
1939-1946
Diteruskan oleh:
Bhumibol Adulyadej