Peperangan Johor–Jambi
Peperangan Johor-Jambi | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Kesultanan Johor VOC |
Kesultanan Jambi Portugis | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Laksamana Abdul Jamil Sultan Abdul Jalil Shah III Sultan Ibrahim Shah Datuk Bendahara Johor (POW) | Sultan Abdul Mahyi Sri Ingologo | ||||||||
Korban | |||||||||
Kerugian berat. Setengah pasukan milik Johor terbunuh. 3,500 ditangkap dan sebagian harta dirampas. (1673) |
Sebagian pasukan milik Jambi terbunuh. Kota penting milik Jambi dibakar oleh pasukan Johor. |
Peperangan Johor-Jambi adalah serangkaian perang antara Kesultanan Johor dan Kesultanan Jambi sepanjang 1666 sampai 1681. Perang disebabkan karena Melaka jatuh ditangan Belanda dan Kesultanan Aceh mengalami penolakan. Perang berlangsung selama 13 Tahun. Dan kedua pihak mengalami kerugian yang sangat besar. [1]
Latar Belakang
[sunting | sunting sumber]Perang dilatarbelakangi setelah kejatuhan melaka portugis dan penolakan kesultanan Aceh. Johor memantapkan kembali sebagai kekuatan di sepanjang selat melaka di bawah pemerintahan Sultan Abdul Jalil Shah III (1623-1677). Pengaruh nya meluas ke daerah-daerah seperti Pahang,Sungei Ujong,Malaka,Klang,dan Kepulauan Riau.[2]Pada saat Perang Segitiga Jambi menjadi kawasan di Sumatera yang menjadi kekuatan politik dan ekonomi terbesar di Sumatera. Jambi dan Johor pada saat itu sudah mulai masuk dalam tahap perang dan satu kota milik jambi terbakar akan tetapi Anak Raja Jambi menikahi anak perempuan dari laksaman Abdul Jamil sehingga mereka damai.[3]
Pertama (1667)
[sunting | sunting sumber]Puncak ketegangan yang telah berlangsung puluhan tahun adalah meletusnya perang besar antara Jambi-Johor tahun 1667. Dua (2) tahun sebelum perang meletus, di mana penguasa Jambi Sultan Agung wafat lalu diganti oleh putranya Raden Penulis, gelar Sultan Abdul Mahyi Sri Ingolopo (1665 – 1690). Puncak ketegangan yang telah berlangsung puluhan tahun adalah meletusnya perang besar antara Jambi dengan Johor tahun 1667. Dalam perang ini Jambi mendapat serangan pasukan Johor. Palembang ikut terlibat peperangan dengan memihak Johor. Sedangkan petualang Bugis pimpinan Daeng Mangika, ikut pula berkhianat dengan membantuJohor dan menyerang Jambi. Dalam perang ini Jambi mengalami kekalahan dan menderita banyak menderita kerugian. Kekalahan Jambi dalam perang melawan Johor tahun 1667 menyebabkan Sultan Abdul Mahyi Sri Ingologo sangat marah karena kekalahan ini adalah penghinaan oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah Johor. Dalam situasi sulit yang sedang dihadapi sultan Jambi itu, maka Belanda menawarkan kerja sama dan Jambi menerima uluran tangan Belanda tersebut. Kemarahan sultan Jambi lalu diungkapkannya dalam sebuah surat tantangan untuk Sultan Johor. Surat sultan Jambi sengaja dibuatnya dengan nama dan cap surat diletakkan di atas kepala surat. Dalam tradisi Melayu bilamana nama dan cap surat di atas kepala surat, artinya negeri yang menerima surat tersebut adalah wilayah taklukan negeri pengirim surat. Membaca surat sultan Jambi itu maka Raja Bujang atau Sultan Abdul Jalil Riayat Syah sangat murka, seolah-olah negeri Jambi lebih berkuasa dari pada Johor. Surat ini dipandang sebagai penghinaan yang menyakitkan segenap rakyat Johor yang berdaulat. Setelah pengiriman surat ini masing-masing pihak telah dapat merasakan bahwa peperangan akan terulang lagi.
Kedua (1673)
[sunting | sunting sumber]Pada awal tahun 1673 ada usaha Johor untuk berdamai dengan Jambi melalui Belanda sebagai perantara, namun mengalami kegagalan. Karena kegagalan perdamaian ini maka Jambi dan Johor telah bersiap diri menghadapi segala kemungkinan pecah perang Jambi Johor ke II. Tidak menunggu lama dalam bulan April tahun 1673 perang Jambi-Johor memang terulang kembali dengan skala lebih besar. Belanda dan Palembang serta petualang Bugis pimpinan Daeng Mangika mendukung Jambi. Perang Jambi-Johor ke II ini, diawali dengan serangan Jambi ke pusat/jantung ibu negeri Johor di Johor Lama, yang terletak di pinggiran sungai Johor. Angkatan perang Jambi menduduki ibu negeri di Johor Lama, sultan Abdul Jalil Riayat Syah bersama pembantunya melarikan diri ke Pahang dan Datuk Bendahara Johor ditawan Jambi. Dalam perang tahun 1673 ini, Johor Lama dapat dihancurkan. Dan Kuala Tungkal dapat direbut kembali oleh Jambi.
Ketiga (1677–1679)
[sunting | sunting sumber]Setahun setelah kalah perang maka Johor bangkit kembali dan mengadakan persiapan membalas kekalahannya. Pasukan Johor dibantu Palembang dan petualang Bugis pimpinan Daeng Mangika, sedangkan Jambi dibantu VOC dengan peralatan militer.
Keempat; Terakhir (1680–1681)
[sunting | sunting sumber]Setelah kekalahan Jambi dalam perang ke III maka tahun 1680 – 1681 pecah perang ke Jambi-Johor ke IV. Angkatan perang Johor dibantu Palembang dan Daeng Mangika menyerang Jambi. Ketiga pasukan gabungan ini mengepung Jambi dari segala penjuru. Dalam perang ini Jambi dibantu secara penuh oleh Belanda dengan berbagai macam perlengkapan militer dan dana. Akhir dari peperangan ini ternyata serangan Johor, Palembang dan petualang Bugis dapat dipukul mundur dan Johor menderita banyak kerugian. Daerah Tungkal serta Indragiri dikuasai sepenuhnya oleh Jambi.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Ricklefs, author (2010). A New History of Southeast Asia. Bloomsmburry: Bloomsburry Academic. ISBN 9780230212138.
- ^ Tan Ding, Eing (1978). A Potrait of Malaysia and Singapore. Oxford University Press. hlm. 22. ISBN 978-0-19-580722-6.
- ^ Jim, Baker (2014-09-07). Crossroads:A Popular History of Malaysia and Singapore. Marshall Cavendish. hlm. 64. ISBN 978-981-4516-02-0.