Sultan Daulat Sambo
Sultan Daulat Sambo - Singo Tanoh Singkil Melawan Kolonial Belanda
Sultan Daulat Sambo adalah seorang tokoh perjuangan dari wilayah Tanah Singkil (Sekarang mencakup Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam) yang dikenal gigih melawan penjajahan kolonial Belanda. Berkat kontribusinya dalam mempertahankan kedaulatan daerahnya, Sultan Daulat Sambo telah diangkat sebagai Pahlawan Daerah oleh Pemerintah Kota Subulussalam dan diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan Nasional.[1]
Latar Belakang
Sultan Daulat Sambo merupakan pimpinan Kerajaan Batu-Batu, satu-satunya kerajaan di Tanah Singkil yang tidak tunduk kepada Belanda pada masa penjajahan di wilayahnya.
Sejak kecil, Sultan Daulat Sambo telah dididik dalam ilmu siasat perang oleh ayahnya, Sultan Bagindo Sambo, yang juga dikenal sebagai ahli strategi perang. Selain itu, Sultan Daulat Sambo memiliki keahlian bela diri, silat, dan kekuatan fisik luar biasa, yang membuatnya disegani oleh kawan maupun lawan.
Perlawanan Terhadap Belanda
Pada akhir abad ke-19, hampir seluruh kerajaan kecil di Tanah Singkil telah jatuh ke tangan Belanda, kecuali Kerajaan Batu-batu yang dipimpin Sultan Daulat Sambo. Keteguhan sikapnya menolak tunduk kepada Belanda membuatnya menjadi ancaman bagi kolonial. Sebagai persiapan menghadapi kemungkinan serangan-serangan, Sultan Daulat Sambo membangun benteng pertahanan di wilayah Batu-batu dengan bantuan tenaga ahli dari Kesultanan Aceh Darussallam.
Serangan Belanda Pertama (1901)
Setelah kekalahan memalukan, Belanda kembali dengan persiapan lebih matang. Dalam pertempuran berikutnya, Belanda berhasil menerobos benteng Batu-Batu, membakar istana, dan meluluhlantakkan kerajaan tersebut. Sultan Daulat Sambo berhasil melarikan diri bersama sebagian laskar, sementara banyak panglima dan prajurit gugur, termasuk adiknya, Panglima Siti Ambiya.
Perjuangan Gerilya dan Perjanjian Damai
Setelah benteng Batu-Batu dihancurkan, Sultan Daulat Sambo melanjutkan perlawanan dengan cara bergerilya. Selama empat tahun (1902-1906 M), ia bersama sisa laskar nya melakukan serangan sporadis terhadap patroli Belanda. Merasa kewalahan, Belanda menawarkan perjanjian damai dengan janji membangun kembali istana dan masjid yang telah dihancurkan.
Namun, sebagian besar janji tersebut tidak dipenuhi, sehingga Sultan Daulat Sambo kembali bergerilya.
Pada akhirnya, Sultan Daulat Sambo kembali ke wilayahnya setelah usianya menua dan kondisi fisiknya melemah. Ia wafat pada tahun 1929 M dan dimakamkan di tepi Sungai Lae Batu-Batu.
Pengakuan dan Usulan Sebagai Pahlawan Nasional
Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, Sultan Daulat Sambo diangkat sebagai Pahlawan Daerah Kota Subulussalam. Salah satu kecamatan di kota tersebut juga dinamai Kecamatan Sultan Daulat. Usulan untuk mengakui Sultan Daulat Sambo sebagai Pahlawan Nasional hingga saat ini masih dalam proses, mengingat kontribusinya yang signifikan dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.
- ^ Sultan Daulat Sambo, Singa Tanoh Singkil yang Gigih Melawan Belanda, Diusul Jadi Pahlawan Nasional, serambinewswiki.tribunnews.com, diakses pada 15 Desember 2024.