Sinagoga
Sinagoga (Bahasa Yunani: συναγωγή, synagogē, "perkumpulan"; Bahasa Ibrani: בית כנסת, beit knesset, "rumah perkumpulan", בית תפילה, beit t'fila, "rumah sembahyang", Bahasa Yiddish: shul, sekolah; Bahasa Ladino: אסנוגה, esnoga) adalah tempat peribadatan umat Yahudi.
Sinagoga biasanya memiliki sebuah aula besar untuk bersembahyang (tempat suci utama), ruangan-ruangan yang lebih kecil untuk tempat belajar, dan kadang-kadang juga sebuah aula untuk kegiatan sosial dan kantor. Beberapa sinagoga memiliki sebuah ruangan tersendiri untuk studi Taurat, disebut beit midrasy — בית מדרש ("rumah belajar").
Sinagoga seringkali bukanlah tempat yang disucikan, dan sembahyang berjamaah pun tidak harus dilaksanakan di dalam sebuah sinagoga. Peribadatan umat Yahudi dapat dilaksanakan di mana pun sepuluh orang Yahudi (satu minyan) berhimpun. Sinagoga bukanlah tempat peribadatan dalam arti sempit; sinagoga tidak dapat menggantikan Bait Allah di Yerusalem, tempat pemujaan Yahudi yang sejati, yang sudah lama runtuh.
Banyak umat Yahudi di negara-negara pengguna Bahasa Inggris menggunakan kata Bahasa Yiddish "shul" untuk menyebut sinagoga (seakar dengan kata Bahasa Jerman schule, sekolah) dalam percakapan sehari-hari. Umat Yahudi Spanyol dan Portugal menyebut sinagoga dengan sebutan esnoga. Umat Yahudi Persia dan Umat Yahudi Karait menggunakan kata Kenesa, yang diturunkan dari Bahasa Aram, dan beberapa umat Yahudi penutur bahasa Arab menggunakan kata knis. Beberapa jamaah Yahudi di Amerika Serikat kadang-kadang menggunakan kata "temple."
Asal-usul
Meskipun sinagoga sudah ada sebelum kehancuran Bait Allah ke-2 pada 70 Masehi, peribadatan komunal, di masa Bait Allah masih berdiri, berpusat pada korbanot ("persembahan kurban") yang dipimpin oleh kohanim ("para imam") di Bait Allah. Ibadat Yom Kippur yang sehari penuh lamanya, sebenarnya, adalah suatu acara di mana jamaah selain mengamati segala gerak-gerik kohen gadol ("imam besar") tatkala mempersembahkan korban-korban untuk hari itu, juga sekaligus berdoa untuk keberhasilannya.
Di masa Pembuangan Babilon, para pria Jamaah Agung memulai proses formalisasi dan standardisasi peribadatan dan doa-doa agama Yahudi yang tidak terikat pada penggunaan Bait Allah di Yerusalem. Rabbi Yohanan ben Zakkai, salah satu dari para pemimpin di akhir era Bait Allah kedua, mencetuskan gagasan pembangunan rumah-rumah ibadah di daerah-daerah yang ditinggali orang-orang Yahudi. Menurut banya sejarawan, gagasan ini berperan dalam kelestarian umat Yahudi karena mempertahankan jati diri keyahudian mereka serta tata-cara peribadatan yang sederhana namun memadai, meskipun Bait allah telah dihancurkan.
Sinagoga-sinagoga dalam arti tempat-tempat yang khusus dibangun untuk maksud peribadatan, atau ruangan-ruangan yang semula didirikan untuk maksud-maksud lain namun dikhususkan untuk digunakan sebagai tempat ibadat berjamaah yang formal, sudah ada sebelum kehancuran Bait Allah Salomo.[1] Bukti arkeologis tertua tentang keberadaan sinagoga-sinagoga terawal ditemukan di Mesir, di mana tulisan pada prasasti pendiriannya bertanggal abad ke-3 SM century, membuktikan bahwa sudah berdiri sinagoga-sinagoga sekitar tanggal tersebut.[2] Sebuah sinagoga yang berasal dari antara tahun 75 and 50 SM telah ditemukan dalam sebuah penggalian di situs sebuah istana musim dingin era-Hasmonea di dekat Yerikho.[3] [4] Lebih dari selusin sinagoga era Bait Allah ke-2 telah ditemukan para arkeolog.[1]
Sepanjang sejarah Yahudi, sinagoga-sinagoga dibangun oleh bermacam-macam orang. Sinagoga-sinagoga itu dibangun oleh para pelindung yang kaya-raya; oleh kaum-kaum tertentu (seperti sinagoga-sinagoga sephardi yang didirikan oleh kaum Sephardi yang mengungsi ke kota-kota besar di mana sudah terdapat jemaah-jemaah Yahudi; dan oleh kelompok-kelompok Yahudi serupa. Umat Yahudi Eropa Timur dicirikan oleh adanya kloiz (harfiah, "tempat berkumpul") di mana jemaah yang seprofesi beribadah bersama-sama. Jadi, ada kloiz penjahit, kloiz pemikul air, dst. Satu kloiz yang sampai sekarang masih dilekati nama tersebut adalah Sinagoga Breslov di Uman, Ukraina, yang mengakomodasi ribuan jamaah pada acara Breslover tahunan Rosh Hashana kibbutz (pertemuan doa). Sinagoga ini disebut "Kloiz Baru" untuk membedakannya dari "Kloiz Lama", yang dibangun oleh Nathan dari Breslov pada 1834.[5]