Lompat ke isi

Masjid Jami Aji Amir Hasanuddin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 Februari 2010 07.06 oleh Ezagren (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Masjid Jami Hasanoeddin masuk wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara dan cirri khas kerajaan Kutai yang ada pada zaman Raja Adji Mahkota berupa mushola kecil dan dibangun m...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Masjid Jami Hasanoeddin masuk wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara dan cirri khas kerajaan Kutai yang ada pada zaman Raja Adji Mahkota berupa mushola kecil dan dibangun menjadi masjid berukuran besar pada tahun 1930 pada saat Kerajaan Kutai diperintah oleh Sultan Adji Mohammad Parikesit ( 1920-1959 ). Pembangunan Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin tahap pertama dilaksanakan pada saat Kerajaan di perintah oleh Sultan Adji Mohammad Sulaiman dan tahap kedua dilaksanakan oleh cucunya yaitu Sultan Adji Muhammad Parikesit dan diprakarsai oleh seorang Menteri Kerajaan yang bernama H.A.Amir Hasanoeddin dengan gelar Haji Adji Pangeran Sosronegoro. Nama menteri inilah yang kemudian di abadikan menjadi nama Masjid ini. Koleksi yang terdapat dalam mesjid ini adalah Menara Masjid, Tiang Guru, Mimbar masjid, dan Sudut Mihrab masjid. Bangunan mesjid dirancang permanen bercorak rumah Adat Kalimantan Timur.Atapnya tumpang tiga dengan puncaknya berupa bentuk limas segi lima.Pada setiap tingkatan ditandai ventilasi yang jumlahnya bervariasi,bergantung pada besar kecilnya bangunan. Mesjid ini memiliki peran besar bagi masyarakat Tenggarong dan sekitarnya. Karena mengandung nilai historis yang tidak bisa dilupakan begitu saja oleh umat islam, masjid ini sudah ditetapkan sebagai salah satu masjid yang bersejarah di indonesia. Masjid ini di bangun pada tahun 1874 Oleh Raja Sultan Sulaiman. Di Masjid ini terdapat 16 Tiang Kayu Ulin yang Besar yang mana kayu ini awalanya akan di gunakan untuk adat Ritual Kutai yaitu "Menduduskan" yaitu pemandian putra Mahkota Yaitu Adji Punggeuk tapi malah calon raja tersebut meninggal dunia.

Akhirnya 16 Tiang itu di gunakan untuk proses pembuatan Masjid ini. Ketika Subuh peletakan Batu pertama Rakyat lansung Bergotong Royong dan membuat Masjid ini tanpa upah, hanya bermodalkan Iman dan Keikhlasan kepada Allah SWT.Dan perlu di ingat sebelum Masjid ini di Rehab tidak ada ada satu pakupun yang di gunakan untuk Membangun Masjid ini melainkan dngan Kayu itu sendiri.

Referensi