Lompat ke isi

Gangguan identitas disosiatif

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 1 April 2010 10.52 oleh 04Mukti (bicara | kontrib) (wikifisasi)


Berkas:Dissociative identity disorder.jpg
Gambaran abstrak mengenai individu dengan gangguan identitas disosiatif

Gangguan identitas disosiatif (dahulu dikenal sebagai ganguan kepribadian majemuk) adalah efek dari trauma parah pada masa kanak-kanak (childhood, 3 -11 tahun) dan remaja,[1]adolesence, 12 -18 tahun).(Santrock, J. W. (2007). Child Development. New York: McGraw-Hill) Individu biasanya pengalaman traumatis yang cukup ekstrim dan terjadi berulang yang mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Masing-masing individu dengan ingatan sendiri, kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta cara melihat lingkungan dan diri mereka sendiri. Setidaknya dua kepribadian ini berulang memegang kendali penuh atas tubuh si individu.Nevid., Greene., Beverly., Rathus. (2005) Psikologi Abnormal (5th ed). (Tim Fakultas Psikologi UI, trans). Jakarta: Erlangga

Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV TR terdapat empat kriteria untuk mendiagnosis gangguan identitas disosiatif pada seseorang, yakni

  1. Kehadiran dua atau lebih kepribadian.
  2. Kepribadian tersebut dapat mengendalikan perilaku.
  3. Ketidak-mampuan untuk mengingat informasi penting yang melebihi kelupaan pada normalnya.
  4. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.

(300.14 Dissociative Identity Disorder [2](formerly Multiple Personality Disorder)Diunduh pada 31 maret 2010, dari http://www.psychiatryonline.com/content.aspx?aID=9776&searchStr=dissociative+identity+disorder)


Tanda dan gejala

Penderita gangguan identitas disosiatif memiliki gejala-gejalan sebagai berikut:

  • Depersonalisasi dan derealisasi
  • Mengalami distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu
  • Sakit kepala
  • Fluktuasi tingkat kemampuan
  • Fluktuasi gambaran diri
  • Perilaku menyakiti diri sendiri
  • Keinginan bunuh diri
  • Kecemasan dan depresi

Depersonalisasi mengacu pada perasaan tidak nyata, terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Individu merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah-olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film. Individu merasa tidak mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap diri sebagai orang yang asing atau tidak nyata. Sedangkan derealisasi adalah perasaan bahwa dunia tidak nyata. Individu kerap kali mengalami kehilangan waktu. Terkadang individu menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya, ataupun tersadar disuatu tempat yang tidak dikenal, individu tidak sadar kapan pergi ketempat itu. Biasanya dia mengalami kecemasan dan depresi karena berulang kali mengalami hal-hal yang tidak diingatnya. Seringkali sakit kepala, dan merasakan banyak suara-suara dikepalanya (mirip dengan simtom skizofrenia). Beberapa kepribadian mendorongnya untuk melakukan bunuh diri.

Berubah-ubahnya kondisi individu terjadi saat satu kepribadian bertukar dengan kepribadian lain. Misalnya, saat kepribadian A muncul, itu adalah kepribadian yang mempunyai kemampuan berhitung yang bagus. Sementara saat kepribadian lain muncul, kemampuan kepribadian A pun menghilang. Jadi, kemampunya berubah tergantung dari kepribadian mana yang muncul. Begitu juga dengan gambaran dirinya, berfluktuasi sesuai kehadiran setiap kepribadian.(Dissociative Identity Disorder Diunduh pada 21 maret 2010, dari http://www.merck.com/mmpe/sec15/ch197/ch197e.html)

Diagnosis

Membuat diagnosis untuk gangguan identitas disosiatif tidaklah mudah dan memakan waktu yang lama. Panduan diagnosis dari gangguan identitas disosiatif bisa dilihat pada:

ICD-10 dengan kode F44.9(Klasifikasi Gangguan Jiwa Menurut PPDGJ III Diunduh pada 21 maret 2010, dari http://apps.who.int/classifications/apps/icd/icd10online/?gf40.htm+f448) DSM-IV TR dengan kode 300.14(300.14 Dissociative Identity Disorder (formerly Multiple Personality Disorder)Diunduh pada 31 maret 2010, dari http://www.psychiatryonline.com/content.aspx?aID=9776&searchStr=dissociative+identity+disorder) PPDGJ III dengan kode F60.2 (Klasifikasi Gangguan Jiwa Menurut PPDGJ III Diunduh pada 21 maret 2010, dari http://www.scribd.com/doc/28554403/Klasifikasi-Gangguan-Jiwa-Menurut-PPDGJ-III)

Diagnosis bisa dilakukan dengan wawancara terstruktur dan melalui beragam tes psikologi. Salah satunya bisa menggunakan Structured Clinical Interview for DSM-IV (SCID-D).(Structured Clinical Interview for DSM Disorders (SCID) Diunduh pada 21 maret 2010, dari http://www.scid4.org/) Metode wawancaranya pun telah memiliki panduan, yaitu Diagnosis dan Dissociative Disorders Interview Schedule (DDIS). (Dissociative Disorders Interview Schedule DSM-IV Version Diunduh pada 21 maret 2010, dari http://jackiewhiting.net/Psychology/AbPsych/DDIntrvw.htm) Juga bisa dengan sebuah tes sederhana namun tetap valid bernama Dissociative Experience Scale (DES). (Welcome to the Dissociative Experiences Scale, A Screening Test for Dissociative Identity Disorder Diunduh pada 21 maret 2010, dari http://counsellingresource.com/quizzes/des/index.html) Diagnosis harus dilakukan oleh psikiater atau psikolog yang berkompeten dan bersertifikat. Terkadang kesalahan sering terjadi karena gangguan kepribadian disosiatif kerap kali mirip dan/atau hadir dengan gangguan lainnya seperti disosiatif amnesia, depresi, kecemasan, atau gangguan panik. Karena itu faktor komorbiditas perlu diawasi dengan teliti agar tidak terjadi diagnostik yang salah, terutama salah membandingkannya dengan skizofrenia.

III.Sejarah

Istilah gangguan identitas disosiatif merupakan sebuah istilah baru, dahulu gangguan ini dikenal dengan gangguan kepribadian majemuk ataupun banyak yang menyebutnya kepribadian ganda. Pada abad ke-18, keahlian para dukun untuk berubah menjadi roh binatang ataupun peristiwa kerasukan dianggap sebagai fenomena seseorang yang mempunyai kepribadian ganda. (Untuk era sebelum 1987, penulis akan menggunakan istilah kepribadian ganda). Kasus Eberhardt Gmelin (1791) dianggap sebagai kasus kepribadian ganda pertama yang dilaporkan. Walaupun sebelumnya pernah terjadi peristiwa amnesia yang menyerupai simtom kepribadian ganda yang dilaporkan pada tahun 1664. Pada tahun 1812, Benjamin Rush, "Bapak Psikiatri Amerika", mengoleksi kasus-kasus gangguan disosiatif dan kepribadian ganda. Dia menulis buku psikiatri pertama tentang gangguan kepribadian ganda "Medical Inquiries and Observations Upon Disesases of the Mind", teorinya mengatakan bahwa gangguan kepribadian ganda terjadi karena kerusakan hubungan pada 2 hemisper otak. Pada akhir abad ke-19, Eugene Azam, seorang profesor bedah tertarik pada hipnosis, menerbitkan sejumlah laporan tentang Felida X, Felida X lahir di tahun 1843, kehilangan ayahnya pada masa bayi dan masa kanak-kanak hidup dengan pengalaman yang menyakitkan. Felida X memiliki 3 kepribadian. 1 adalah kepribadian normalnya dan 2 lagi kepribadian lainnya yang abnormal. Pierre Janet melaporkan beberapa kasus kepribadian ganda pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20 awal, seperti kasus Leonie, Lucie, Rose, Marie, dan Marceline. Pada era 1880-1920, banyak konferensi medis internasional yang membahas tentang disosiasi. Jean-Martin Charcot memperkenalkan gagasannya tentang disosiatif, dia mengatakan bahwa shock pada saraf mengakibatkan berbagai kondisi neurologis yang abnormal. Kasus kepribadian ganda pertama yang pernah diselidiki secara ilmiah adalah kasus Clara Norton Fowler pada tahun 1906. Pada tahun 1987, istilah Multiple Personality Disorder (MPD) pada DSM II mulai digantikan menjadi Dissociative disorder pada DSM III. Pada tahun1989, Frank W. Putnam menerbitkan buku "Diagnosis and Treatment of Multiple Personality Disorder" dan ditahun yang sama Colin A. Ross mencatat dan menerbitkan penelitian "Multiple Personality Disorder: Diagnosis, Clinical Features, and Treatment". Era baru dimulai kembali pada tahun 1994 saat diterbitkannya DSM-IV gangguan ini berganti nama menjadi Dissociative Identity Disorder. (A History of Dissociative Identity Disorder Diunduh pada 21 maret 2010, dari http://www.fortea.us/english/psiquiatria/history.htm ) Di Indonesia sendiri mungkin istilah-istilah ini menjadi lebih dikenal semenjak diterbitkan buku yang diangkat dari kisah nyata dan menjadi best-seller pada tahun 2000an, buku ini bercerita tentang penderita-penderita DID seperti, Sybil, (Schreiber, F. R. (2001). Sybil (Sarlito W, trans). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan) Karen, Baer, R. (2008) Menyingkap Karen ((Berliana M., trans). Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta (Original Work Published 2007)) dan Billy. (Keyes, D. (2005). 24 Wajah Billy. (Mariasti, trans). Bandung: Qanita (Original Work Published 1982)


Referensi

  1. ^ Santrock, J. W. (2007). Child Development. New York: McGraw-Hill
  2. ^ [(300.14 Dissociative Identity Disorder (formerly Multiple Personality Disorder)Diunduh pada 31 maret 2010, dari http://www.psychiatryonline.com/content.aspx?aID=9776&searchStr=dissociative+identity+disorder)]