Lompat ke isi

Yang Guifei

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Statue of Yang Guifei bathing in Huaqing Pool, near Xi'an.


Yang Yuhuan (713M-756M), dikenal juga Yang Guifei adalah salah satu dari 4 wanita tercantik dalam sejarah Tiongkok.[1]


Hubungan Cinta Dengan Kaisar Xuanzong

Yang Yuhuan berasal dari Huayin, Hongnong.[1] Dia menjadi yatim-piatu pada umur yang terhitung muda.[1] Ia kemudian tinggal bersama pamannya di Henan.[1] Pada bulan sebelas dari tahun ke-22 periode Kaiyuan (734 M) ia dijadikan selir Pangeran Shou, anak dari Kaisar Xuanzong, dari Dinasti Tang.[1]

Enam tahun kemudian Kaisar Xuanzong tertarik akan kecantikkannya dan ingin menjadikannya selir.[1] Tetapi karena Yang Yuhuan adalah menantunya, sang kaisar tidak bisa menikahinya begitu saja.[1] Jadi ia membuat suatu trik untuk menikahinya.[1] Pertama ia menyuruh Gao Lishi, seorang hambanya untuk membawa Yang Yuhuan ke Kuil Taizen di dalam istana dan menjadikannya sebagai biksuni ajaran Tao, lalu memberikan ia gelar Yang Kebenaran Tertinggi, dan menjadikannya sebagai anggota istananya.

Sebagai pengalih perhatian pada tahun ke-4 periode Tianbao (745 M)Kaisar Xuanzong menunjuk Wei Zhaoxun, putri seorang pejabat tinggi untuk menjadi pasangan resmi Pangeran Shou.[1]

Pada bulan yang sama , kaisar memberi gelar Guifei (Selir Kehormatan) kepada Yang Yuhuan, yang menjadikannya wanita paling favorit di istana , juga menimbulkan kecemasan di antara selir-selir kaisar yang lain.[1] Pada hari penanugrahan gelar ini lagu-lagu bergema di seluruh istana dan Yang Yuhuan dianugrahkan jepit rambut emas dan kotak perhiasan yang bertaburkan permata yang dipilih sendiri oleh Kaisar dari ruang perhiasan kerajaan.[1] Begitu tergila-gilanya kaisar sampai-sampai ia terinspirasi untuk menyusun sebuah lagu yang berjudul "Kepemilikan sebuah permata" yang menggambarkan Yang Yuhuan sebagai permata yang berharga yang ia miliki.[1]

Sebelum kedatangan Yang Yuhuan ke istananya, Kaisar Xuanzong menyayangi selirnya yang bernama Nyonya Wu, yang melahirkan baginya seorang putra.[1] Nyonya Wu sendiri adalah wanita cantik dan tidak terkalahkan di harem istana.[1] Tapi umurnya tidak panjang dan ia meninggal pada tahun ke-21 Kaiyuan.[1] Hal ini sempat menjadi hantaman bagi sang kaisar.[1] Kemudian semuanya itu dilupakan ketika sang kaisar menemukan Yang Yuhuan.[1]

Sedangkan Kaisar sendiri tidak mencintai selir lainnya.[1] Biarpun ia dipanggil secara resmi dengan sebutan "Nyonya" tapi ia diperlakukan bagai permaisuri.[1] Mereka sering menghabiskan waktu bersama, seperti bermain musik atau menari..

Karena cinta kaisar kepada Yang Guifei, maka ia mengangkat Yang Xuanyan, ayahnya menjadi Gubernur Jiyin dan kemudian menjadi Menteri Perang. Pamannya diangkat menjadi Menteri Agung Hiburan Kekaisaran. Yang Zhao, sepupu jauhnya menjadi perdana menteri, sedangkan kakaknya Yang Xian juga diangkat sebagai pejabat.[1] Sepupunya Yang Qi pun dinikahkan pada Putri Taihua, putri kesayangan kaisar yang kebetulan juga putri dari Nyonya Wu.[1] Semua ini memungkinkan keluarga Yang untuk keluar masuk istana dan memiliki kekuasaan besar di pemerintahan.[1]

Akhir hidup

Yang Guifei Mounting a Horse, by Qian Xuan (1235-1305 AD).

Pada tahun 755, seorang gubernur militer bernama An Lushan menjadi sangat kuat.[1] Kaisar menyayanginya sampai-sampai menganggapnya putranya sendiri.[1] Ia memili kebiasaan yang aneh, yaitu pada jamuan kerajaan ia tidak akan kowtow kepada kaisar namun hanya kepada Yang Yuhuan.[1] Pada saat ditanya ia menjawab bahwa ia adalah keturunan dari suku di utara dan kebiasaan sukunya hanya mengenal ibu dan bukan ayah.[1] Mendengar itu kaisar hanya tetawa dan memaafkannya.[1]

Kemudian ia mulai menentang kedaulatan pemerintahan Kaisar Xuanzong. Ia memimpin pemberontakkan dibawah panji untuk menghancurkan pemerintahan Yang Guozhong yang korup.

Saat pasukan pemberontak mendekati Chang'an, ibukota Tang, Kaisar Xuanzong melarikan diri bersama seluruh isi istananya dan sepasukan tentaranya. Saat mereka mencapai desa yang disebut Lereng Mawei, pasukannya menolak untuk meneruskan perjalanan. Mereka meminta Perdana Meteri Yang Guozhong dan Yang Guifei di eksekusi mati, karena masalah yang mereka buat terhadap dinasti. Kaisar Xuanzong terpaksa menuruti keinginan pasukannya, walaupun ia sangat mencintai Yang Guifei. Karena hidupnya dan masa depan dinasti lebih penting dibandingkan wanita. Yang Guifei pun mengerti keadaan ini, walau sedih, ia tidak marah dan dendam, karena besar cintanya pada kaisar. Maka ia pun menggantung dirinya dengan seutas selendang putih. Walaupun ia sangat berkuasa, tapi sang kaisar tak bisa mencegah tragedi itu. Ia hanya bisa menutup matanya, dan membiarkan air mata membasahi pipinya.

Pemberontakkan akhirnya dapat ditumpas, kaisar pun kembali ke istananya, tetapi Yang Guifei telah tiada selamanya. Kehilangan Yang Guifei membuat kaisar sangat sedih.Ia menjadi tak bergairah dan menderita insomnia. Sang kaisar menjadi sangat menderita. Menurut legenda, datanglah seorang pendeta Tao menawarkan diri untuk membantu kaisar. Ia mengatakn bahwa ia dapat berkomunikasi dengan orang mati. Maka sang pendeta mulai mencari roh Yang Guifei di dunia orang mati. Akhirnya mereka menemukan Yang di sebuah pulau suci di dunia orang mati.Pulau itu dipenuhi bidadari, dan Yang Guifei adalah yang paling cantik di antara mereka. Menerima utusan kekasihnya, ia cepat-cepat keluar kamarnya tanpa menggunakan banyak riasan rambut. Ia berkata kepada sang pendeta,“Tolong sampaikan pada Yang Mulia, walau kehidupan di dunia nyata itu singkat, tetap di pulau suci ini waktu tak terbatas. Berikan setengah jepit rambutku padanya dan biarlah ia tahu bahwa cintaku untuknya, cinta ini tetapi kokoh seperti emas yang menjadi bahan dari jepit ini.”

Setiap hari ketujuh di bulan ketujuh sang kaisar selalu mengunjungi Kuil Umur Panjang, dimana ia dapat berkomunikasi dengan permaisurinya. Ia berdoa, “Semoga kami menjadi sepasang burung yang terbang di sorga dan menjadi sepasang pohon yang berjalin di bumi.”

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa (Inggris) Yuan Zhen and Others. (2001). Selected Chinese Short Stories of Tang and Song Dynasties. Beijing: Foreign Language Press

Pranala luar