Lompat ke isi

Kerusuhan Koja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 14 April 2010 15.18 oleh Maqi (bicara | kontrib) (baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Kerusuhan Koja terjadi pada 14 April 2010 yang dipicu oleh rencana eksekusi tanah kawasan makam Mbah Priok yang ada di dalam area Terminal Peti Kemas Tanjung Priok oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta.[1] Tindakan ini ditentang oleh warga yang kemudian berubah menjadi bentrokan antara warga dengan Satpol PP.[1]

Latar belakang

Kejadian ini dilatarbelakangi oleh sengketa antara ahli waris Mbah Priok dengan Pelabuhan Indonesia II, pihak ahli waris mengklaim kepemilikan tanah dengan mendasarkan pada Eigendom Verponding no 4341 dan No 1780 di lahan seluas 5,4 Ha. Namun PN Jakarta Utara pada tanggal 5 Juni 2002 telah memutuskan tanah tersebut secara sah adalah milik PT Pelindo II. Hal ini sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 hektar.[2]

Pemerintah Daerah DKI Jakarta kemudian berencana mengeksekusi tanah sengketa, tetapi warga ditentang oleh warga yang berakhir dengan pecahnya bentrokan antara aparat dengan warga.[1]

Dampak

Akibat bentrokan yang terjadi antara aparat dengan warga menyebabkan 130 orang mengalami luka-luka.[3] Korban luka-luka terdiri dari 66 orang Satpol PP, polisi 10 orang dan warga sekitar makam Mbah Priok sebanyak 54 orang.[3]

Selain itu akibat bentrokan menyebabkan seorang fotografer mengalami luka,[4] serta dua orang jurnalis turut mengalami menjadi korban bentrokan.[5] Akibat bentrokan ini juga menyebabkan terputusnya arus jalan dari pelabuhan Tanjung Priok menuju Cilincing dan arah sebaliknya.[6]

Kerusuhan Koja juga mengakibatkan kerugian kepada pengusaha, akibat terhambatnya arus barang dan jasa dari Terminal Peti Kemas Koja.[7] Kerugian ini diperkirakan mencapai milyaran rupiah.[7] Selain itu, kerusuhan ini berlanjut pada penjarahan barang-barang pada salah satu kantor Terminal Peti Kemas Koja.[8]

Tanggapan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyatakan akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengusut penyebab terjadinya bentrokan dalam rencana eksekusi tanah makam Mbah Priok.[9] DPRD DKI Jakarta juga meminta kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran HAM dalam bentrokan.[9]

Referensi