Lompat ke isi

Masjid Pusaka Banua Lawas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 April 2010 14.58 oleh Ezagren (bicara | kontrib) (stop {{inuse}})

Masjid Pusaka adalah sebuah masjid tua yang terletak di kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Masjid ini juga sering disebut Masjid Pusaka Pasar Arba karena pada hari rabu (arba), jumlah para pengunjung/peziarah lebih banyak dari hari-hari yang lain.

Di masjid tertua di Kabupaten Tabalong yang "dikeramatkan" itu, selain menjadi tempat ibadah, juga menjadi tonggak atau bukti sejarah diterimanya Islam bagi suku Dayak di Tabalong.

Masjid ini ramai dikunjungi atau diziarahi umat Islam, termasuk dari Kaltim[1]. Di Masjid Pusaka ini, selain masih tersimpan beduk asli dan petaka sepanjang 110 cm. Keberadaannya sejak masjid dibangun tahun 1625 diprakarsai Khatib Dayan dan saudaranya Sultan Abdurrahman (dari Kesultanan Banjar yang berpusat di Kuin). Khatib Dayan dibantu tokoh-tokoh masyarakat Dayak, juga Datu Ranggana, Datu Kartamina, Datu Saripanji, Langlang Buana, Taruntung Manau, Timba Sagara, Layar Sampit, Pambalah Batung dan Garuntung Waluh.

Peninggalan

Di teras depan Masjid Pusaka, ada dua tajau (guci tempat penampungan air yang dulunya digunakan suku Dayak untuk memandikan anak yang baru lahir). Kendati diterpa atau disengat matahari, namun dua tajau yang usianya mencapai 400 tahun itu tak berubah warnanya.

Para peziarah ke sana tak lupa membawa pulang air dalam tajau itu karena diyakini warga memiliki berkah digunakan cuci muka atau diminum. Kebanyakan mereka datang ke Masjid Pusaka pada hari Rabu karena bertepatan hari Pasar Arba di Banua Lawas. Mereka menyempatkan diri ziarah, selain untuk beribadah antara lain sembahyang sunat tahiyatul masjid dan membaca surah Ya Sin, juga ada yang mengaku membayar nazar, karena harapannya terkabul.

Awalnya tempat pemujaan Kaharingan

Versi lain terdapat dalam tradisi lisan yang berkembang di daerah Banua Lawas dan sekitarnya yang menyebutkan bahwa tepat di lokasi Masjid Pusaka Banua Lawas yakni masjid tua berarsitektur tradisional beratap tumpang tiga, jauh sebelum agama Hindu dan Islam berkembang, sudah berdiri semacam pesanggra­han atau tempat pemujaan keper­cayaan Kaharingan suku Maanyan dalam bentuk yang sederhana. Tempat pemujaan itu diang­gap sakral, dan man­faatnya terasa sangat penting bagi orang-orang Maanyan yang pada masa itu banyak bermukim di Banua Lawas.

Mereka kemudian menyebut daerah lokasi bangunan pemujaan tersebut sebagai Banua Lawas atau Banua Usang. Suatu kemungkinan menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat, kemunculan, dan berkembangnya daerah-daerah lain di sekitarnya berawal dari Banua Lawas ini.

Kemungkinan peristiwa besar ter­jadi yang memaksa mereka harus meninggalkan kampung halaman dan bermukim atau membangun pemukiman baru, dan akhirnya mereka menyebut kampung yang ditinggalkan tersebut sebagai Banua Lawas.

Tradisi lisan yang berkembang di Banua Lawas menyebutkan bahwa sebagian orang-orang Maanyan menyingkir karena mereka tidak bersedia menerima Islam sebagai agama mereka. Tetapi kemungkinan lainnya adalah berkaitan dengan para imigran pelarian dari Jawa yang datang aki­bat kerusuhan politik di daerah asalnya dan mendirikan kerajaan baru di pulau Hujung Tanah berna­ma Negara Dipa[2].

Referensi