Lompat ke isi

Cincin pernikahan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 21 April 2010 09.29 oleh Chubz (bicara | kontrib) (sub judul)
Cincin pernikahan emas putih


Berkas:Anillos.jpg
sepasang cincin.

Cincin pernikahan juga dikenal sebagai tanda ikatan pernikahan adalah sebuah simbol pernikahan dimana biasanya dikenakan oleh pasangan sebagai penanda komitmen kesetiaan pada pernikahannya.[butuh rujukan] Simbol berfungsi menghadirkan masa lalu di masa kini sehingga melalui cincin pernikahan pasangan suami-istri dapat mengingat cinta yang terjalin dan makna pernikahan yang mereka jalani.[1] Cincin pernikahan tidak menjamin cinta dan kesetiaan pasangan itu, namun<--!menurut siapa, contoh menurut Warsito dalam bukunya Aneka Simbol--> mengingatkan dan membahasakan kerinduan mereka untuk selalu memperdalam cinta yang ada.[1] Secara populer ada makna-makna lain yang diberikan kepada cincin pernikahan, misalnya sebagai penanda akan status pemakainya selaku suami-istri, atau perlambang ikatan pernikahan yang tiada akhirnya seperti bentuk cincin yang bulat dan tak berujung.


Sejarah

Pemberian cincin semula berasal dari upacara pertunangan Romawi yang berisi pernyataan tentang janji untuk menikah di masa depan.[2]

<--!dibuat sub judul sesuai dengan masanya/Abadnya, agar lebih sistematis--> Pada masa itu,keterlibatan tradisi setempat masih kuat di dalam kekristenan yang tengah berkembang sehingga banyak unsur-unsur tradisi setempat yang masuk ke dalam ritus pernikahan Kristen, salah satunya penggunaan cincin pernikahan.[2] Selanjutnya pada abad ke-9 telah terdapat suatu garis besar tata pernikahan yang dibuat gereja, yang di dalamnya terdapat ritus pemasangan cincin dalam pernikahan.[3]


Kemudian terjadi perubahan pada abad ke-10 dan ke-11 dalam hal pemasangan cincin, yaitu pemasangan cincin disertai dengan pemberian berkat pada cincin.[4] Mempelai pria memasangkan cincin kepada mempelai wanita seraya berkata,"Dia (menyebutkan nama mempelai perempuan) yang mengenakan cincin ini boleh berada di dalam damai, kehidupan, bertumbuh di dalam kasih, dan dikaruniakan umur panjang."[4] Dengan demikian seolah-olah cincin memiliki makna dalam pernikahan sebagaimana konsekrasi roti dan anggur dalam Ekaristi.[4]

Gereja-gereja Ortodoks Timur mempertahankan upacara-upacara simbolis yang khas, antara lain pertukaran janji dan cincin di ruang depan.[2] Dengan demikian, jikalau pada abad ke-10 dan ke-11 cincin menjadi simbol berkat, maka pada gereja-gereja Ortodoks Timur, cincin menjadi simbol ikatan kedua mempelai melalui janji pernikahan.[2]

Pada perkembangan selanjutnya, muncul rumusan lain yang berasal dari Martin Luther, yaitu “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia”.[2] Liturgi gereja-gereja Protestan di Indonesia hingga kini, sebagian besar memakai rumusan ini atau yang serupa dengan ini.[2]

Walaupun cincin banyak digunakan dalam liturgi pernikahan, namun bukan berarti semua gereja menyetujui penggunaan cincin dalam liturgi pernikahan. Sebagai contoh yang menolak adalah kaum Puritan pada abad ke XVII.[2] Mereka memiliki keberatan terhadap beberapa unsur dalam liturgi pernikahan, seperti pemberian cincin, kendati sebagian besar unsur-unsur itu secara diam-diam dipulihkan kembali tahun-tahun berikutnya.[2] Keberatan tersebut wajar mengingat tujuan mereka adalah “memurnikan” gereja Inggris saat itu dengan cara menyingkirkan segala hal yang berbau Roma.[2] Selanjutnya pada abad ke-18, John Wesley juga menghapus ritus penyerahan mempelai dan pemberian cincin.[2] Akan tetapi, para penerusnya memulihkan kedua ritus tersebut.[2]

Referensi

  1. ^ a b Warsito Djoko Sudibya. 1995. Aneka Simbol. Jakarta. Obor. Halaman 4
  2. ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia) James F. White. 2002. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 282-286.
  3. ^ Rasid Rachman. Pengantar Sejarah Liturgi. Tangerang 1999. Bintang Fajar. Hal. 82.
  4. ^ a b c (Inggris) Kenneth Stevenson. 1981. Nuptial Blessing: A Study of Christian Mariage Rites. Oxford, 66-67.