Lompat ke isi

Masjid Agung Wolio

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Masjid Agung Wolio yang dibangun pada tahun 1712 oleh Sultan Sakiuddin Durul Alam yang memimpin Kesultanan Buton ketika itu merupakan masjid tertua di Sulawesi Tenggara (Sultra) dan merupakan lambang kejayaan Islam di masa itu.

"Meskipun belum ada penelitian yang pasti, namun berdasarkan keterangan dari para ahli sejarah, Masjid Agung Wolio adalah masjid pertama di Sultra dan kini masih terpelihara dengan baik," kata Kadis Pariwisata Kota Baubau, Drs Muhammad Djudul di Baubau, Sabtu (9/11).

Masjid berusia lebih dari 300 tahun yang terletak di dalam bekas kompleks keraton Kesultanan Buton kini tetap dimanfaatkan oleh masyarakat, bukan hanya yang berada di sekitar Masjid tetapi penduduk Kota Baubau dan Kabupaten Buton.

"Kalau hari Jumat, yang datang shalat itu tidak hanya warga di sekitar Masjid tetapi juga banyak yang datang dari jauh. Mereka menyatakan, shalat di Masjid Agung Wolio memiliki perbedaan tersendiri dibandingkan shalat di tempat lain," katanya.

Bagi setiap kaum muslimin yang menginjakkan kakinya ke Bumi Wolio, ada anggapan dalam masyarakat bahwa mereka belum sah datang ke wilayah penghasil aspal itu jika belum menginjakkan kakinya di Keraton Kesultanan Buton dan masuk ke masjid tersebut.

Selain Masjid Agung, masjid tertua lainnya di Sultra juga ada di Buton yakni Masjid Quba yang dibangun 1833 Masehi pada masa pemerintahan Sultan Buton ke-29 yakni Sultan Muhammad Aydrus Kaimuddin.

"Masjid ini dikabarnya bersaudara atau bersamaan dibangun dengan empat masjid lainnya masing-masing satu di Pulau Muna (Kabupaten Muna), satu di Kepulauan Toworo (Kabupaten Muna), satu di Kulisusu (Kabupaten Muna namun berada di Pulau Buton) dan satu unit lagi di Pulau Kaledupa (Kepulauan Tukang Besi Kabupaten Buton)," ujarnya.

Menurut Djudul, masjid-masjid tertua di Kota Baubau tersebut sampai sekarang juga masih mempertahankan perangkat masjid seperti halnya di zaman kesultanan, seperti masih adanya petugas masjid yang dinamai Lakina Agama, Moji, serta Imam dan Khatib.

"Tidak sembarang orang bisa diangkat menjadi perangkat masjid. orang-orang itu telah ditempa dan dipilih oleh pemuka agama dan tokoh masyarakat setempat. Bagi mereka sendiri menyandang predikat sebagai perangkat masjid merupakan hal yang sangat membanggakan," paparnya.

Referensi