Lompat ke isi

Asam absisat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Struktur asam absisat.

Asam absisat adalah molekul sesquiterpenoid (memiliki 15 atom karbon) yang merupakan salah satu hormon tumbuhan[1]. Selain dihasilkan secara alami oleh oleh tanaman, hormon ini juga dihasilkan oleh ganggang hijau dan cendawan[1]. Hormon ini ditemukan pada tahun 1963 oleh Frederick Addicott. Beliau berhasil mengisolasi senyawa abscisin I dan II dari tanaman kapas[1]. Senyawa abscisin II inilah yang disebut dengan asam absisat atau ABA[1]. Pada saat yang bersamaan, dua kelompok peneliti yang dipimpin oleh Philip Wareing dan Van Steveninck juga meneliti tentang hormon tersebut[1].

Fungsi ABA

Pada tanaman kapas yang tahan kadar garam tinggi ditemukan adanya peningkatan konsentrasi ABA pada bagian akar, daun, dan xilem.

Asam absisat berperang penting dalam memulai masa dormansi biji[2]. Dalam keadaan dorman atau "istirahat", tidak terjadi pertumbuhan tanaman dan aktivitas fisiologis berhenti sementara[2]. Proses dormansi biji ini penting untuk menjaga agar biji tidak berkecambah sebelum waktu yang tidak dikehendaki[2]. Hal ini terutama sangat dibutuhkan pada tumbuhan tahunan dan tumbuhan dwitahunan yang membutuhkan biji sebagai cadangan makanan di musim dingin ataupun musim kemarau panjang[2]. Oleh karena itu, tumbuhan menghasilkan ABA untuk maturasi biji dan menjaga biji agar berkecambah di musim yang diinginkan[2]. ABA juga sangat penting untuk menghadapi kondisi lingkungan yang "mencekam" seperti kekeringan. Hormon ini dapat menutup stomata pada daun dengan menurunkan tekanan osmotik dalam sel dan menyebabkan sel turgor[3]. Akibatnya, kehilangan cairan tanaman yang disebabkan oleh transpirasi melalui stomata dapat dicegah. ABA juga mencegah kehilangan air dari tanaman dengan membentuk lapisan epikutikula atau lapisan lilin[4]. Selain itu, ABA juga dapat menstimulasi pengambilan air melalui akar [5]. Selain untuk menghadapi kekeringan, ABA juga berfungsi dalam menghadapi lingkungan dengan suhu rendah dan kadar garam atau salinitas yang tinggi[6]. Peningkatan konsentrasi ABA pada daun dapat diinduksi oleh konsentrasi garam yang tinggi pada akar [6]. Dalam menghadapi musim dingin, ABA akan menghentikan pertumbuhan primer dan sekunder[4]. Hormon yang dihasilkan pada tunas terminal ini akan memperlambat pertumbuhan dan memicu perkembangan primordia daun menjadi sisik yang berfungsi melindungi tunas dorman selama musim dingin[4]. ABA juga akan menghambat pembelahan sel kambium pembuluh [4].

Biosintesis ABA

Biosintesis ABA dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan karotenoid, suatu pigmen yang dihasilkan oleh kloroplas[7]. Ada dua jalur metabolisme yang dapat ditempuh untuk menghasilkan ABA, yaitu jalur asam mevalonat (MVA) dan jalur metileritritol fosfat (MEP)[7]. Secara tidak langsung, ABA dihasilkan dari oksidasi senyawa violaxanthonin menjadi xanthonin yang akan dikonversi menjadi ABA[7]. Sedangkan pada beberapa jenis cendawan patogenik, ABA dihasilkan secara langsung dari molekul isoprenoid C15, yaitu farnesil difosfat[7].

Transportasi ABA

Pengangkutan hormon ABA dapat terjadi baik di xilem maupun floem dan arah pergerakkannya bisa naik atau turun[3]. Transportasi ABA dari floem menuju ke daun dapat distimulasi dengan salinitas[3]. Pada tanaman tertentu, terdapat perbedaan transportasi ABA dalam siklus hidupnya[3]. Daun muda memerlukan ABA dari xilem dan floem, sedangkan daun dewasa merupakan sumber dari ABA dan dapat ditranspor ke luar daun[3].

Referensi

  1. ^ a b c d e Salisbury FB, Ross CW (1992). Plant Physiology. Belmont. 
  2. ^ a b c d e Linda RB (2007). Introductory Botany: Plants, People, and the Environment. Brooks Cole. ISBN 978-0534466695. 
  3. ^ a b c d e z Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "a" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ a b c d Campbell NA, Reece JB (2004). Biology, 7th Edition. Benjamin Cummings. ISBN 978-0805371468. 
  5. ^ Lerner HR (1999). Plant Responses to Environmental Stresses: From Phytohormones to Genome Reorganization: From Phytohormones to Genome Reorganization. CRC Press. ISBN 978-0824700447. 
  6. ^ a b Arteca RN (1995). Plant growth substances: principles and applications. Springer. ISBN 978-0412039119. 
  7. ^ a b c d Peter J. Davies (2005). Plant hormones: biosynthesis, signal transduction, action!. Springer. ISBN 978-1402026843.