Sindrom TS
Sindrom TS (bahasa Inggris: Toxic shock syndrome, TSS) adalah suatu kumpulan gejala yang dapat mengancam jiwa, ditandai oleh demam tinggi, nyeri tenggorokan, eritema difus, hiperemia membran mukosa, mual/muntah, diare, dan gejala-gejala peyerta lainnya. TSS dapat secara cepat berkembang menjadi disfungsi multisistem disertai gangguan elektrolit berat, gagal ginjal dan syok. TSS pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Jim Todd (1978), ahli epidemiologi di rumah sakit anak-anak Denver.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;
TSS pertama kali mendapat perhatian publik pada tahun 1970, tidak lama setelah diperkenalkannya pembalut serap tinggi. Epidemi serius dialami oleh wanita muda Amerika, yang gejala-gejalanya tidak dapat dijelaskan, mereka datang dengan demam tinggi, tekanan darah rendah, diare dan ruam kulit seperti tersengat matahari. Meskipun TSS berhubungan dengan wanita menstruasi, penyakit ini dapat menyerang semua jenis kelamin, usia atau ras. Infeksi dapat terjadi pada anak-anak, laki-laki dan wanita, yang mengalami pembedahan, luka atau sakit, dan yang tidak dapat melawan infeksi StaphylococcusKesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;.
TSS telah dihubungkan dengan pembedahan rinologi dan alat-alat medis, dan dikaitkan dengan suatu eksotoksin berasal dari Staphylococcus aureus yang bersirkulasi dalam darah dan bersifat toksogenik. Sebanyak 30% pasien yang menjalani pembedahan merupakan karier Staphylococcus aureus. Pengguna kokain, dekongestan topikal, dan spray steroid memiliki tingkat karier yang lebih tinggi secara statistik dibandingkan mereka yang tidak menggunakannya.[1]
TOXIC SHOCK SYNDROME
TSST-1 merupakan turunan dari protein sebagai "pyrogenictoxin superaninens"(PTSAs). Turunan protein ini juga termasuk Staphylococcus enteretoxins (SPE) A-I, kecuali F dan Staphylococcus enteretoxins A-C dan F, melampaui aktifitas sejumlah sustansial T-sel. Namun demikian, tidak seperti antibodi yang menstimulasi sel-sel T sesuai dengan apitope spesifik melalui berbagai macam region TCR, superantigen seperti TSST-1 berinteraksi dengan TCR tergantung pada haplotipe masing-masing. Aktivitas ini sangat berperan penting dalam pelepasan beberapa sitokin, yang nantinya akan berperan dalam pathogenesis TSS.
PATOGENESIS
Hidung adalah tempat yang paling sering terjadi kolonisasi Staphylococcus aureus. Rusaknya barier mukosa meningkatkan risiko pada pasien yang rentan TSS. Pada keadaan normal secara fisiologis silia dan mukosa blanket yang intak melapisi jalan nafas dan berperan dalam mekanisme mucocillary clearace sebagai pertahanan terhadap kontak dengan bakteri.
Aksi langsung yang memperlambat, menghambat pergerakan silia dan mukosa blanket akan menyebabkan organisme menetap di saluran nafas dan berkembangbiak pada mukosa yang stagnant. Kemungkinan keringnya mukosa blanket setelah trauma operasi dan kerusakan mukosa akan mengakibatkan tidak aktifnya mucocillary clearace dan merupakan tempat masuknya toksin bakteri.
Tindakan yang dapat meningkatkan risiko meliputi penggunaan alat-alat medis seperti tampon hidung dan septal splints.
Sebagian besar kasus TSS secara langsung disebabkan oleh kolonisasi atau terinfeksi Staphylococcus aureus yang mensekresi eksotoksin dan dikenal sebagai Toxic Shock Syndrome (TSST-1). Sifat biologis yang dimiliki oleh TSST-1 adalah sebagai berikutKesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;
Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah; :
- Menimbulkan demam dengan cara menginduksi hipotalamus secara langsung atau secara tidak langsung melalui interleukin 1(IL-1) dan memproduksi Tumor Necrosis Factor (TNF)
- Menimbulkan superantigenisasi dan stimulus berlebihan terhadap limfosit T
- Merangsang produksi interferon
- Meningkatkan hipersensitifitas tipe lambat
- Menekan migrasi netrofil dan sekresi imunolgobulin
- Meningkatkan kerentanan penjamu terhadap endotoksin
Sebanyak 90% kasus TSQ akibat menstruasi (TSSAM) adalah disebabkan oleh strain S. aureus yang menghasilkan TSST-1, sedangkan pada kasus TSS non menstruasi (TSSANM), TSST-1 hanya ditemukan pada kurang dari separuh kasus. Enterotoksin B danC telah berhasil diidentifikasi dari bahan isolasi TSSANM dan memiliki struktur kimiawi yang hampir identik dengan yang terdapat pada TSST-1. Hal ini dapat menjelaskan kemiripan gambaran klinis TSSAM dan TSSANM. Aspek paling menarik dari patofisiologi adalah vasolidilatas masif dan perpindahan cepat serum dan cairan ruang intravaskular ke ekstravaskular.
Hipotensi disebabkan oleh:
- Menurunnya tonus vasomotor menimbulkan penimbunan darah di perifer dan kemudian menyebabkan turunnya tekanan vena sentral dan tekanan kapiler paru.
- Kebocoran cairan yang bersifat nonhidrostatik ke dalam jaringan interstitium, mnyebaban turunnya volume intrvaskuler dan udem secara menyeluruh, terutama didaerah kepala dan leher.
- Menurunnya fungsi jantung, termasuk berkurangnya pergerakan otot jantung dan berkurangnya fraksi kontraksi.
- Berkurangnya cairan tubuh total akibat muntah diare dan demam.
Dibutuhan beberapa faktor untuk berkembang menjadi sindroma, yaitu:
- Individu harus terinfeksi dengan Staphylococcus aureus yang memproduksi TSST-1 atau implikasitoksin lainnya.
- Toksin kemudian menyebar pada kulit atau barier membran mukosa pada daerah kolonisasi.
- Pada pasien harus terdapat risko infesi karena kekurangan antibody antitosin.
ETIOLOGI
TSS disebabkan oleh strain Stphylococcus aureus yang normalnya ditemukan pada hidung mulut, tangan dan kadang-kadang vagina. Bakteri menghasilkan toksin yang meiliki karakteristik. Dalam jumlah yang cukup besar, toksin dapat masuk ke peredaran darah dan menyebabkan infeksi yang berpotensial menjadi fatal.[2]Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;
[3]
[4]
Faktor predisposisi:
- Influenza
- Stomatitis
- Tracheitis
- Pengguna obat intravena
- Infeksi HIV
- Luka bakar
- Dermatitis kontak alergi
- Infeksi kandungan
- Post partum
- Infeksi pasca oprasi
- Tamponhidun
- Diabetes mellitus
EPIDEMIOLOGI
Pada awal tahun 1980 dilaporkan kasus TSS non menstrual yang dihubungkan dengan berbagai macam prosedur operasi, misalnya pada rinoplasti, pemakaian tampon hidung dan kondisi kesehatan, misalnya pneumonia, influenza dan infeksi.
TSS dilaporkan terjadi menyusul setelah serangan influenza dan penyakit menyerupai penyakit influenza dengan angka mortalitas yag cukup signifikan (43%). Pemakaian tampon hidung juga data mengakibatkan TSS (20%-40%) pada populasi dewasa.
Pengguna kokain, dekongestan topical, steroi sparay memiliki tingkat karier terhadap S. aureus lebih tinggi secara statistik dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakannya.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;
GAMBARAN KLINIK
Waktu rata-rata yang dibutuhkan hingga timbulnya penyakit TSS pasca bedah adalah 2 hari. Kasus TSS minor ringan umumnya ditandai dengan demam, menggigil mialgia,nyeri adomen, sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare. Kasus TSS major dapat terjadi secara akut disertai gangguan multisistem berbagai organ dan kelainan laboratorium.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;
A.Pemeriksaan fisis
Demam lebih dari 102oF (38,9oC)
- Hipotensi atau penurunan tekanan sistol sebesar 15mmHg. Stadium awal biasanya berlangsung sekitar 24-48 m, pasien akan mengalami disorientasi dan oligouri.
- Udem wajah dan ekstremitas akibat kebocoran cairan intravaskuler ke dalam ruang interstitial.
- Kelemahan dn kaku otot
- Distensi abdomen
- 1/2 -3/4 penderita mengalami faringitis dan lidah kemerahan.
B.Pemerisaan ke Laboratorium
- Leukositosi
- Limfositopenia
- Anemia ringan
- Gangguan fungsi hati SGOT dan SGPT menigkat,Hiperbilirubinemia
- PTT meningkat, PT normal
- Azotemia, mioglobiunia dan sedimen urin abnormal setelah terjadi gagal ginjal akut
- Gangguan elektroit
C.Radiologis: Menunjukkan gambaranacute respiratory distress yndrome (ARDS) atau udem pru, dengan tanda soft tissue swelling pada lokasi infeksi. Elektrokardigram: TSS didiagnosis jika 4 gejala mayor dan paling sedikit 3 gejala minor
- Gejala mayor :
- Gastrointestinal, muntah atau diare pada saat onset penyakit
- Muskuler, miagia yang berat atau kadar phosphokinase keratin paling sedikit 2 kali diatas nilai normal
- Mukosa membrane, Hiperemi vagina, orofaring atau konjungtiva
- Renal, Blood rea Nitrogen(BUN) atau kreatinin paling sedikit 2 kali di atas batas normal atau sedimn urin dengan pyuria tanpa adanya
- infeksi saluran kencing
- Hematologi, Trombosit < 100.000
- Sistem saraf pusat, disorientasi atau perubahan pada kesadaran tanpa tanda fokalneurologi dengan tidak disertai adanya demam dan hipotensi.
- Serologi, tes serologi negatif untuk Rocky Mountain spotted fever. Leptopirosis dan measles
- Gejala minor:
- Demam > 38,9 oC disertai mengggil dansakit tenggorokan
- Ruam dan deskuanasi
- Myalgia, neri abdomen, ual/muntah dan diare
D.Diagnosis Banding[5]Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;
- Sindrom virus akut
- Leptospirosis
- Sindrom lupus eritematous
- Gastroenteritis
- Penyakit Kawasaki
- Demam scarlet staphylococcus
E.Pengobatan
Pengobatan TSS tergantung derajatnya. Aspek pngobatan awal yang paling penting adlah penatalaksanaan syok sirkulasi segera. Pengawasan terus menerus atas denyut jantung, output urin, dan tekanan vena sentral.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;
- Perawatan sebelum masuk rumah sakit:
- Mulai segera resusitasi caran secara agresif, terutama pada hipotensi
- Pemberian oksigen
- Perawatan ICU: Resusitasi cairan dan pemberian oksigen dilanjutkan.
- Monitor denyut jantung, respirasi dan tekanan darah:
- Resusitasi cairan
- 24 jam pertama penderita memerlukan 4-20 liter larutan kristaloid dan fresh frozen plasma
- Mungkin dapat diberikan infuse dopamine dengan dosis awal 5-20 mu/kgbb bila restriksi cairan gagal memulihkan tekanan normal.
- Terapi oksigen :
- Untuk memaksimalkan oksigenisasi jaringan
- Untuk mengoreksi hipksia dan atau asidosis
- Terapi hiperbarik oksigen digunakan pada infeksi jaringan nekrosisi
- Monitoring jantung
- Monitorin gas darah
- Pasang kateter untuk memonitoring urin
- Tampon diangkat
- Fokus infeksi cepat dicari dan diobati segera.
- Terapi antibiotik:
- Amoksisilin dengan beta laktamase seperti : klavulanat atau sulbaktam 1-2 gram, tiap 4 jam ; bila alergi terhadap penilsilin dapat diberi vankomisin atau klindamisin, 600-900 mg IV per 8 jam atau eritromisin 1 gram tiap 6 jam selama 3 hari dilanjutkan dengan diklosasilin oral atau klindamisn oral pada penderita alergi penisilin selama 10-14 hari.
- Metilprednisolon dan immunoglobulin intravena.
PrognosisKesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref>
tidak sah;
- Prognsisi sangat dipengaruhi oleh lamanya syok, gangguan organ sekunder, kecepatan pendeteksi dan intervensi medis yang serius.
Catatan dan Referensi
- ^ Gittelman PD, Jacob JB (1991). Staphylococcus aureus Nasal Carriage in Patient with Rhinusinositis (edisi ke-7th ed. Part 1:733-6). Laryngoscope.
- ^ Turkington,Carol A (1998). Infectious Disease A to Z (edisi ke-1th ed.). New York: Facts on File.
- ^ Cullen MM, Leopold DA MR (2005). Nasal Emergencies.In: Emergencies of the Head and Neck (edisi ke-1th ed.page: 243-244). Mosby Inc.
- ^ Santos PM, Lepore ML (1998). Epitaxis.In: Head and Neck Surgey-Otolaryngology (edisi ke-2th ed.). Philadelphia:Lippincott-Raven Publ.
- ^ Issa NC, Thompson RL (2001). . Staphylococcal toxic shock syndrome: Suspicion and prevention are keys to control (edisi ke-4th ed. page: 55-6, 59-62). Postgrad Med.