Tembikar dan keramik Korea
Tembikar dan keramik Korea adalah barang pecah belah yang terbuat dari tanah liat yang diproduksi secara tradisional maupun moderen di Korea.[butuh rujukan] Tembikar dan keramik telah diproduksi sejak zaman prasejarah dan produksinya telah berkembang sepanjang sejarah Korea dan dianggap penting dalam perannya dalam kehidupan sehari-hari.[butuh rujukan] Keramik dan tembikar Korea dianggap sebagai karya seni yang bermutu tinggi dikarenakan kecantikan dan teknik membuatnya yang sangat unik serta berbeda dibandingkan produksi negara tetangganya seperti Cina dan Jepang.[butuh rujukan]
Dalam seni keramik Asia Timur, seni keramik tradisional Korea dianggap memiliki konsep yang paling sederhana, lebih banyak menuangkan kreasi kecantikan alam, tidak mengimitasi ataupun melebih-lebihkan.[butuh rujukan] Sementara keramik Cina sangat berwarna dan lebih besar, dan Jepang yang mengembangkan teknik keramiknya dari bangsa Korea memiliki gaya yang unik dan desain yang lembut.[butuh rujukan]
Sejarah
Zaman prasejarah
Sejarah tembikar muncul seiring perkembangan peradaban manusia prasejarah di Korea, yakni sekitar tahun 7000-8000 SM.[1] Pada awalnya, hanya bangsa Korea dan Cina yang mampu membuat tembikar yang berkualitas yang dihasilkan dari pembakaran di atas suhu 1000 derajat.[1]
Zaman Tiga Kerajaan
Pembuatan barang-barang pecah belah dari tanah liat mulai diproduksi secara besar-besaran pada periode Tiga Kerajaan (57 SM-668 M) yang kebudayaannya semakin pesat berkembang.[butuh rujukan] Negara-negara seperti Goguryeo, Baekje dan Silla, serta Gaya, memproduksi tembikar untuk perlengkapan sehari-hari yang dibakar dengan suhu tinggi di atas 1000˚C di tungku pembakaran.[butuh rujukan] Ciri-ciri barang pecah belah zaman ini berwarna abu-abu dan agak kasar dan digunakan sebagai objek ritual di makam-makam kaum bangsawan.[butuh rujukan] Ciri khas tembikar ini masih diwariskan pada zaman Silla Bersatu (668-935) namun sudah mulai diberi glasir dan dekorasi yang lebih menarik.[butuh rujukan]
Goryeo
Pada zaman Dinasti Goryeo (912-1392), teknik membuat keramik glasir hijau (Qing ci;Seladon) diperkenalkan dari Dinasti Song dan segera menjadi sangat terkenal.[butuh rujukan] Keramik tidak lagi dipandang sebagai perlengkapan semata, karena dengan teknik glasir, keramik hijau mulai diperhatikan sebagai karya seni yang berestetika.[butuh rujukan] Agama Buddha yang secara dalam dianut oleh pemerintahan dan rakyat Goryeo ikut mempengaruhi desain keramik hijau, yang dibuat dengan ornamen dan hiasan yang bernafaskan filosofi Buddhisme.[butuh rujukan]
Joseon
Ideologi Neo-Konfusianisme yang diterapkan Dinasti Joseon membuat kepopuleran keramik hijau meredup dan digantikan oleh keramik putih yang sederhana.[2]Selama masa ini jenis-jenis keramik baru muncul seperti buncheong (keramik berwarna coklat) dan cheonghwa baekja (keramik corak biru).[2]
Puluhan ribu pengrajin keramik Joseon yang diculik ke Jepang oleh para penyerbu dalam peristiwa Perang Imjin pada tahun 1592-1598.[1] Mereka dibawa ke Jepang dan mengembangkan teknik pembuatan keramik di Jepang.[1] Teknik pembuatan keramik Korea segera menyebar ke Jepang dan membantu meningkatkan perkembangan seni keramik di negara tersebut, hal itu menyebabkan gaya keramik Jepang begitu sama dengan gaya keramik Korea.[1] Salah satu pengrajin keramik asal Korea yang diculik ke Jepang adalah Yi Sam-pyong.[1]Yi yang menetap di Arita, Prefektur Saga, Pulau Kyushu, dianggap sebagai empunya pengrajin keramik dan sangat dikagumi akan keahliannya.[1]
Pasca Dinasti Joseon-kini
Pasca Dinasti Joseon, Korea dijajah oleh Jepang (1910-1945) dan menderita tekanan budaya yang luar biasa.[butuh rujukan] Berbagai aspek budaya dan tradisi Korea hampir mati dan tidak bisa bertahan, termasuk produksi keramik tradisional.[butuh rujukan]
Pada saat ini, pemerintah Korea Selatan sangat menaruh perhatian dalam pelestarian keramik tradisional di seluruh negeri.[butuh rujukan] Banyak pusat-pusat industri keramik masih beroperasi sejak lebih dari ratusan tahun lalu.[butuh rujukan] Di tempat-tempat ini terdapat tungku-tungku pembakaran kuno yang masih berfungsi dan dilindungi sebagai situs bersejarah.[butuh rujukan] Para pembuat keramik tradisional telah yang keluarganya secara turun-temurun membuat keramik dianggap sebagai aset nasional hidup yang dihargai oleh pemerintah, di antaranya:
- Ahli keramik putih Joseon: Kim Jeong-ok.
- Ahli keramik hijau Goryeo: Cho Ki-jung, Ko Chung, Bang Cheol-Ju, Kim Bok-han.
Jenis keramik dan tembikar
Goryeo Cheongja
Teknik membuat keramik hijau (Hanzi:青瓷, qīngcí, Bahasa Korea:청자, Cheongja) diperkenalkan dari Dinasti Song di masa pemerintahan Dinasti Goryeo (918-1392).[3] Seniman Goryeo menciptakan Teknik Sanggam untuk menghasilkan kreasi keramik yang baru dan berbeda daripada keramik hijau Cina.[4] Pada masa Dinasti Goryeo, kepopuleran keramik hijau mencapai Cina dan banyak bangsa lain yang mengagumi keindahannya.[3] Para seniman asal Cina bahkan menjulukinya sebagai salah satu dari "harta karun paling indah di bawah langit".[5] Keramik hijau pada saat itu menjadi komoditas perdagangan antara Goryeo dengan bangsa-bangsa lain.[6] Di Goryeo sendiri keramik hijau dinikmati kalangan bangsawan dan menjadi dekorasi karya seni yang menghiasi istana kerajaan dan kuil-kuil Buddha.[7]
Buncheong
Buncheong adalah jenis keramik yang berwarna coklat dinamakan dari warnanya yang agak kecoklatan dibanding jenis keramik lain.[butuh rujukan] Buncheong berkembang di abad ke-15 masa Dinasti Joseon dan dinikmati oleh semua kelompok masyarakat. [butuh rujukan]Ciri-cirinya adalah permukaannya yang kasar, goresannya gambarnya tebal dan cara pembuatannya lebih sederhana sehingga kurang dianggap cantik dibanding jenis keramik lain.[butuh rujukan] Pada masa Perang Imjin, produksi keramik Buncheong hampir mati karena banyak pengrajin yang diculik serta tungku pembakaran hancur.[1]
Joseon Baekja
Joseon Baekja atau Keramik Putih Joseon diproduksi pada masa Dinasti Joseon (1392-1910). Keramik putih menikmati kepopuleran dan mengambil alih posisi keramik hijau.[2] Pemerintahan Joseon memfokuskan pada upaya khusus untuk memproduksi dan mengelolanya, dan masyarakat pun sangat menyukai jenis keramik baru ini.[2] Karena besarnya dukungan dan keterkenalannya, produksi keramik putih mengalami pertumbuhan yang pesat.[2]
Onggi
Onggi adalah jenis tempayan yang terbuat dari tembikar yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.[8] Orang Korea memanfaatkan Onggi sebagai tempat menyimpan makanan tradisional sejak lama seperti kimchi, jeotgal, kecap asin (ganjang), saus gochujang, doenjang dan sebagainya.[8]
Galeri
Referensi
- ^ a b c d e f g h (Inggris)The Korean Pottery, koreafolkart. Diakses pada 24 April 2010.
- ^ a b c d e (Inggris)White Porcelain with Inlaid Lotus Scroll Design, koreana. Diakses pada 28 April 2010.
- ^ a b (Inggris)Pak, Young Sook (2003). Earthenware and Celadon. Laurence King Publishing. ISBN 1-85669-360-0.
- ^ (Inggris)KOREAN CELADON POTTERY, zanzibararts. Diakses pada 8 Mei 2010.
- ^ (Inggris)Gangjin Celadon, Home of "the finest celadon under heaven"
- ^ (Inggris)Nahm. Ph. D, Andrew (2009). A Panorama of 5000 Years: Korean History. Hollym International Corp, Elizabeth, New Jersey. ISBN 0-930878-68-X.
- ^ (Inggris)Korean Ceramics, Its History and Evolution, visitkorea. Diakses pada 19 April 2010.
- ^ a b (Inggris)Rha, Sunhwa (2006). Pottery, Korean Traditional Handicrafts. Ewha Woman University Press, Seoul. ISBN 89-7300-682-7-04630.