Lompat ke isi

Kekristenan di Korea

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berkas:Yoido Full Gospel Church.jpg
Yoido Full Gospel Church di Seoul.

Kristen di Korea pertama kali diperkenalkan oleh orang Korea yang mengunjungi Cina pada tahun 1608, namun belum berkembang sampai abad ke-18.[1] Di Korea pada awalnya agama Katolik disebut Seohak atau Ajaran dari Barat.[1] Istilah Seohak dipopulerkan oleh kaum Sirhak (cendekiawan).[1] Kaum Sirhak mulai membawa buku-buku teks Kristen serta membuat fondasi pertama bagi agama Katolik di Korea walau ditentang oleh pemerintahan dan kaum bangsawan.[1] Salah satu orang Korea yang pertama yang dikenal masuk agama Kristen adalah Yi Seung-hun (1756-1801) yang dibaptis di Beijing, Cina.[1] Ilmuwan Sirhak terkenal yang pertama kali memeluk Katolik adalah Dasan Cheong Yak-yong.[1]

Pada tahun 1791 pemerintahan Dinasti Joseon mulai mengeluarkan maklumat anti-Katolik dan menyiksa orang-orang Katolik.[1] Namun begitu, agama baru ini terus tumbuh dan pada tahun 1831 untuk pertama kalinya Keuskupan Korea dibentuk.[1]

Andrew Kim Taegon.

Pada tahun 1838-1837 para pastor dan penginjil dari Perancis datang ke Korea, salah satunya adalah Pierre P. Maubant.[1] Penyiksaan-penyiksaan terjadi di tahun 1839 dan 1846 dan banyak yang menjadi martir, diantaranya adalah Andrew Kim Taegon (1822-1846).[2] Namun begitu, pemerintah tidak mampu memotong akar Katolik yang terus tumbuh.[1]

Anti-Katolik mereda pada tahun 1849 dengan dimulainya masa pemerintahan Raja Cheoljong sehingga jumlah orang yang masuk Katolik bertambah dari 11.000 orang pada tahun 1850 menjadi 23.000 orang pada tahun 1865.[1] Pada masa pemerintahannya seorang misionaris Perancis bernama Pastor Berneux datang ke Korea.[1]

Tekanan kembali dilancarkan setelah Raja Gojong naik tahta pada tahun 1864, namun yang mengendalikannya adalah ayahnya, Heungseon Daewongun yang anti Katolik.[1] Pada masa ini sebanyak 8000 orang Katolik tewas terbunuh termasuk beberapa misionaris Perancis.[1]

Setelah peristiwa Gapsin Cheongbyeon pada tahun 1884 dengan dimulainya pengesahan kebebasan beragama, maka agama Kristen tumbuh dengan pesat.[1] Para misionaris Protestan asal Amerika (metodis dan presbiterian) seperti Drs.Homer B. Hulbert, Henry G. Appenzeller, Horace G. Underwood, Horace N. Allen, dan Mrs. Mary F. Scranton mulai datang ke Korea.[1] Para misionaris ini berkontribusi pada perkembangan pendidikan moderen di Korea.[1] Pada tahun 1883 sekolah istana yang mendidik anak-anak bangsawan dibuka. Lalu pada tahun 1885 dibuka sekolah misi presbiterian untuk anak laki-laki yang bernama Paejae dan pada tahun 1886 dibuka sekolah anak perempuan Ewha.[1] Para misionaris Amerika ini membuka pintu untuk anak-anak rakyat biasa agar bisa menerima pendidikan.[1] Tak lama setelah itu semakin banyak sekolah serupa yang dibuka di Korea.[1]

Tokoh Protestan Korea seperti Seo Jae-pil, Yi Sang-jae, Yun Chi-ho mulai berkomitmen untuk mengggapai tujuan-tujuan politis. Sekolah-sekolah Protestan seperti Yonhi dan Ewha mengembangkan pemikiran-permikiran kebangsaan di tengah masyarakat Korea. Asosiasi Kaum Muda Kristen Seoul (Seoul YMCA) didirikan pada tahun 1903. Gerakan Sosial Politik secara aktif mendorong terbentuknya kelompok-kelompok pemuda yang tidak hanya mengejar tujuan-tujuan politik dan pendidikan tapi juga membangun kesadaran sosial melawan praktik-praktik takhayul dan kebiasaan buruk, mempromosikan kesetaraan laki-laki dan perempuan serta penyederhanaan upacara ibadah. Gereja Protestan semakin menjamur di Korea ditandai dengan penyelenggaraan Konferensi-konferensi Pemahaman Alkitab skala besar dari tahun 1905.

Agama Kristen berkembang pesat seiring moderenisasi walaupun menghadapi penolakan dari kaum konservatif. Namun semakin banyak rakyat Korea yang masuk agama Kristen. Misionaris Protestan dari berbagai denominasi tak hanya mengajarkan agama, namun juga mendirikan rumah sakit, sekolah, percetakan dan mengajar kuliah dalam berbagai bidang selain agama, seperti pertanian, perdagangan, industri, konsep kebebasan, dan tren budaya yang baru.

Pada tahun 1925, 79 orang Korea yang menjadi martir dalam penganiayaan di masa Dinasti Joseon diabadikan di Basilika Santo Petrus di Vatikan. Pada tahun 1968, 24 orang Korea lagi dikukuhkan menjadi orang suci. Selama Perang Korea (1950-1953) jumlah organisasi sosial misionaris Katolik meningkat. Gereja Katolik berkembang pesat dan hirarki kepemimpinan didirikan pada tahun 1962. Pada tahun 1984, Gereja Katolik Korea merayakan hari jadi ke-200 tahun yang ditandai dengan kunjungan Paus Yohanes Paulus serta kanonisasi 93 martir Korea dan 10 orang martir Perancis. Ini menjadi pertama kalinya kanonisasi terjadi di luar Vatikan dan Korea memiliki jumlah orang suci Katolik terbesar ke-4 di dunia walaupun pertumbuhan agama Katolik di negara itu lambat.

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Inggris)Nahm. Ph. D, Andrew (2009). A Panorama of 5000 Years: Korean History. Hollym International Corp, Elizabeth, New Jersey. ISBN 0-930878-68-X. 
  2. ^ (Inggris)Andrew Kim Taegon, Paul Chong Hasang and Companions, americancatholic. Diakses pada 26 Mei 2010.