Lompat ke isi

Teologi Minjung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berkas:Minjung.jpg
Penderitaan minjung di Korea

Teologi Minjung adalah sebuah teologi yang berasal dari Korea.

Teologi ini dimulai di Korea Selatan pada periode 1970-an.[1] Teologi Minjung adalah hasil dari upaya sejumlah teolog Korea untuk merumuskan suatu teologi yang bertolak dari keadaan rakyat jelata di Korea.[2] Teologi ini “lahir” pada satu konsultasi atas prakarsa Komisi Teologi Dewan Gereja-gereja Nasional di Korea, yang diadakan di Seoul pada 22-24 Oktober 1979.[2] Tema pokok yang diangkat dalam Komisi Teologi Dewan Greja-gereja Nasional di Korea adalah “Umat Allah dan misi Gereja” (The People of God and the Mission of the Church).[2]

Arti kata

Minjung adalah kosa kata Korea yang terdiri dari dua kata kombinasi Cina yaitu Min dan Jung.[1] Min dapat diterjemahkan sebagai orang-orang/rakyat.[1] Jung berarti massa/banyak. Minjung berarti “rakyat banyak”.[1] Jika kata Minjung diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Inggris menjadi People(orang banyak), tatapi terjemahan ini tidak mejelaskan maksud asli dari orang-orang Korea.[3] Minjung sebenarnya merujuk kepada orang-orang yang ditekan secara politik, mengalami diskriminasi, miskin.[3] Minjung juga merujuk pada orang-orang yang tidak memilki kekuatan dan lemah dalam kelas mereka, budaya, ras dan agama.[3]

Isi

Teologi Minjung tumbuh dari perjuangan para minjung dalam menuntut keadilan agar dapat menjadi penentu nasibnya sendiri.[4] Teologi Minjung berangkat dari pengalaman orang-orang Kristen di Korea Selatan dalam perjuangan untuk meraih keadilan sosial mereka di dalam masyarakat.[4] Teologi ini menjadi upaya untuk merumuskan pergumulan rakyat jelata yang sudah lama tertindas dan hidup dalam penderitaan.[4]

Teologi ini memakai nama Minjung ketika para teolog, pekerja muda, mahasiswa, imam dan pastor, mengadakan pertemuan dan saling bercerita satu sama lain.[5] Teologi Minjung menjadi himpunan dan artikulasi refleksi terhadap rakyat, perkerja remaja perempuan yang menderita di pabrik, petani, mahasiswa yang diseret dalam pengedilan militer, para profesor dan wartawan yang diculik.[5] Teologi minjung berangkat dari sejarah kebudayaan dan religi rakyat.[5] Teologi Minjung bukan hanya menjadi teologi politis, tetapi juga teologi rakyat.[5]

Unsur-unsur kebudayaan dan sejarah Korea menjadi ciri khas yang digunakan dalam teologi ini dalam menginterpretasikan Iman Kristen.[2] Kata kunci dari Minjung adalah istilah han, penderitaan tanpa kuasa dan untuk membebaskan diri dari penderitaan tersebut.[2] Tujuan dari teologi Minjung menjadikan Injil Kristus sebagai harapan Minjung untuk memperjuangkan keadilan, persekutuan dan kedamaian, yang adalah unsur mesianik yang diproklamasikan Kristus.[2]

Teologi Minjung mengarah pada perpekstif kesamaan dalam kehidupan yang sederajat.[6] Pandangan penganut teologi Minjung mencoba memahami Alkitab dalam memperlalukan manusia secara setara.[6] Hal ini dicerminkan dari pemaknaan Injil Markus 1:22 "Ia menjauhkan diri-Nya, malainkan Ia makan dan minum bersama dengan Minjung."[6]

Yesus berhubungan dan hidup bersama dengan orang yang tertindas dan miskin atau dalam konteks Korea disebut sebagai Minjung".[2] Yesus tidak menjauhkan diri-Nya dari rakyat yang tertindas atau minjung. Yesus makan dan minum bersama dengan orang yang tertindas.[6] Injil Markus 1:22, melaporkan bahwa banyak orang senantiasa tinggal dan bersama-Nya.[6] Orang banyak tersebut disebut Oklos. Oklos berarti mereka yang berhimpun di sekitar Yesus atau mereka ikut dalam kiprah Yesus.[6]

Alkitab sebagai skema sejarah

  • Markus 9:35 dan 10:44.[7] “jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu hendaklah dia menjadi yang terakhir dari semuanya, dan pelayan dari semuanya.[7] “ Ini menunjukan kerendahan, Yesus Kristus mau merendah di antara semuanya.[7] Yesus menjadi orang yang merendahkan diri-Nya dalam kehidupa-Nya. [7]
  • Filipi 2:5-8: Di sini dikatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, Dia mau merendah dirinya dan taan sampai mati.[7] Yesus merendahkan diri-Nya pada posisi paling rendah, sama seperti Minjung.[7]
  • Yesaya 11:1-9: gereja yang benar adalah gereja yang bersekutu/berkumpul.[7] Umat berkumpul menantikan kedamaian yang akan datang.[7] Orang yang berkumpul tersebut bukanlah sekumpulan orang-orang kaya saja, melainkan masyarakat yang percaya.[7] Sama seperti Minjung juga adalah masyarakat yang bersama-sama berkumpul.[7]

Referensi

  1. ^ a b c d Scott W. Sunquist, A Dictionary of Asian Christianity, (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 2001). Hal 552.
  2. ^ a b c d e f g Christiaan De Jonge, Menuju Keesaan Gereja; Sejarah, Dokumen-dokumen dan Tema-tema Gerakan Oikumenis, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006). Hal 176.
  3. ^ a b c Kim Yong Bock, Minjung Theology; people as the subjects of history, (Singapore: The Commission on Theological Concerns, 1981). Hal 17. ISBN 9971-948-05-2
  4. ^ a b c Douglas J. Elwood, Teologi Kristen Asia; tema-tema yang tampil ke permukaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),hal 356-357.
  5. ^ a b c d Samuel Amirtham. John S. Pobee, Teologi Oleh Rakyat; refleksi tentang berteologi dalam jemaat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal36
  6. ^ a b c d e f R.S. Sugirtharajah, Wajah Yesus di Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994),hal 262.
  7. ^ a b c d e f g h i j KIM Yong-Bock, Messiah and Minjung, (Hongkong: Urban Rural Mission)

Pranala Luar