Lompat ke isi

Lambung Mangkurat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 4 Juni 2010 02.05 oleh Ilhamulub (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Lambung Mangkurat adalah seorang Mangkubumi Kerajaan Negara Dipa yang berpusat di Amuntai, Kalimantan Selatan. Lambung Mangkurat adalah putra dari Empu Jatmika, seorang p...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Lambung Mangkurat adalah seorang Mangkubumi Kerajaan Negara Dipa yang berpusat di Amuntai, Kalimantan Selatan. Lambung Mangkurat adalah putra dari Empu Jatmika, seorang perantau yang datang ke tanah Banjar dengan armada Prabayaksa. Kedatangan armada Prabayaksa ini diperkirakan sekitar tahun 1355. Putra Empu Jatmika selain Lambung Mangkurat adalah Empu Mandastana.

Empu Jatmika mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Negara Dipa, namun sebagai rajanya, Empu Jatmika membuat patung yang khusus dibuat oleh ahli-ahli dari Cina. Empu Jatmika tidak menobatkan dirinya sebagai raja, karena merasa bukan keturunan raja-raja. Hal ini juga dipesankan kepada Lambung Mangkurat dan Empu Mandastana, bahwa keduannya juga tidak boleh menjadi raja.

Ketika Empu Jatmika mangkat, Lambung Mangkurat dan Empu Mandastana melaksanakan pesan orang tua mereka, yaitu mencari raja untuk Negara Dipa. Lambung Mangkurat melaksanakan pertapaan di pinggir sungai besar, sedangkan Empu Mandastana bertapa di pegunungan Meratus.

Di akhir pertapaannya, Lambung Mangkurat menemukan sebuah buih besar yang didalamnya terdengan suara seorang wanita. Suara tersebut meminta Lambung Mangkurat untuk menyediakan kain sarung yang ditenun oleh 40 orang gadis dan perahu indah untuk menjemputnya. Perintah ini dilaksanakan Lambung Mangkurat. Ternyata dari dalam buih keluarlah seorang gadis yang sangat cantik.

Gadis tersebut akhirnya dinobatkan sebagai Ratu di Kerajaan Negara Dipa dengan nama Putri Junjung Buih. Dalam legenda diceritakan, Putri Junjung Buih sangat disanyagi rakyat Negara Dipa. Diam-diam Lambung Mangkurat pun memendam rasa cinta untuk sang putri. Namun pesan sang ayah, Empu Jatmika, bahwa Lambung Mangkurat tidak boleh mengawini Putri Junjung Buih. Putri sangat menyukai anak kembar dari Empu Mandastana, yaitu Bambang Patmaraga dan Bambang Sukmaraga. Hal ini memicu kecemburuan Lambung Mangkurat.

Dengan alasan membawa kemenakannya yaitu Bambang Patmaraga dan Bambang Sukmaraga untuk mencari ikan. Akhirnya keduanya di bunuh dalam sebuah lubuk. Lubuk itu kini dikenal dengan lubuk badangsanak. Kedua orang tua mereka, Empu Mandastana dan istri yang mengetahui kejadian itu, lantas bunuh diri di Candi Agung.