Lompat ke isi

Kabupaten Kerinci

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 16 Agustus 2006 04.54 oleh Chandradentana (bicara | kontrib) (Teh Jambi)

Kabupaten Kerinci adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Jambi. Luas wilayahnya 4.200 km² dengan populasi 300.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Sungai Penuh.

KEBUN TEH JAMBI

Jambi - Demikian berartinya teh, minuman alami berwarna kecoklatan. Ia dapat merubah suasana. Ia bisa mengganti rasa hati.Teh siapapun mengenalnya, menurut legenda, teh diketahui digunakan Kaisar Shennong di Cina, 2737 tahun sebelum Masehi. Namun baru pada tahun 600 masehi, kata teh pertama kali ditemukan pada kesusastraan Cina. Teh yang diketahui berasal dari Cina, kemudian menyebar kebelahan dunia lainnya. Karena khasiatnya, ia menjadi incaran manusia. Dan menjadi minuman nasional dibeberapa negara. Bahkan di Jepang, membuat dan minum teh, dilakukan dengan pemaknaan tertentu, penuh dengan simbol.Upacara minum teh di Jepang, awalnya bersifat religius. Namun kemudian menjadi tradisi di kalangan bangsawan. Tidak heran, bila peralatan untuk membuat dan minum teh, terbuat dari bahan berkualitas, dan penuh sentuhan seni. Seiring perkembangan jaman, dewasa ini semua lapisan masyarakat boleh melakukan upacara ini. Intinya, upacara minum teh dilakukan sebagai bentuk penghormatan tuan rumah kepada tamunya. Biasanya, menikmati minuman teh dilakukan disebuah ruang kecil, jauh dari keramaian dunia luar. Untuk menyambut tamunya, ruangan ini telah disiapkan sebelumnya. Tidak hanya bersih, ruangan inipun dihias dengan aneka tulisan.Sementara, segala peralatan untuk minum teh juga telah tertata rapi, mulai dari perapian untuk merebus air, mangkuk dan tak ketinggalan kue manis. Selama upacara ini berlangsung, terkesan kuat melekat filosofi masyarakat Jepang. Intinya hanya satu, sikap saling menghormati. Hal ini tercermin dari sikap tuan rumah dan para tamu. Pembuatan teh oleh tuan rumah dilakukan dengan gerakan yang serba takzim. Sementara tamu yang minum teh juga tidak kalah khidmat. Teh yang sudah siap, dituangkan kedalam sebuah mangkuk. Sebelum menyerahkan kepada tamu, tuan rumah memutar terlebih dahulu mangkok tersebut. Maksudnya, agar gambar pada mangkok tersebut menghadap tamu pada saat diberikan.Demikian pula sebaliknya, tamu memutar mangkok tersebut agar gambar pada mangkok menghadap tuan rumah pada saat dikembalikan. Ketika akan minum pun, tamu memutar mangkuknya agar gambar pada mangkok tidak tersentuh oleh mulutnya. Inilah salah satu wujud nyata sikap saling hormat tersebut. Menutup rangkaian minum teh ini, tuan rumah tetap menunjukkan sikap hormatnya, dengan memperlihatkan peralatan minum dan teh yang baru saja disuguhkan. Ini untuk menyakinkan tamunya bahwa yang terbaiklah yang disuguhkan.Ritual minum teh di tanah air boleh dibilang tak sehebat seperti di Jepang atau Inggris. Ini dimungkinkan karena mudahnya mendapatkan teh di nusantara. Namun masyarakat cukup mengenal tradisi teh poci di tanah Jawa. Dalam tradisi ini, teh disajikan dalam poci yang terbuat dari tanah liat. Kekhususannya, bagian dalam poci tidak boleh dicuci, apalagi disentuh dengan sabun. Aroma sabun akan mempengaruhi aroma teh. Selain itu, endapan teh didalam poci, akan menambah harum teh yang baru dicelupkan.Dan untuk melengkapi kenikmatan sajian ini, teh harus dimimun dari cangkir porselen. Sebagai pemanis, tidak digunakan gula pasir biasa. Gula yang digunakan adalah gula batu. Paduan teh poci dengan gula batu, bagi pencinta teh, lebih nikmat. Apalagi ada teman ngobrol pelengkap minum teh poci. Teh yang dinikmati diberbagai penjuru dunia, tidak tersaji begitu saja. Ia melewati serangkaian proses panjang, sejak di kebun di pabrik, hingga siap disajikan. Dan Indonesia, adalah salah satu produsen teh terbesar di dunia, bersama India, Cina, Srilangka dan Kenya.Dan inilah hamparan kebun teh terluas di Indonesia. Perkebunan ini berada di kaki Gunung Kerinci, di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Luasnya yang mencapai tiga ribu hektar, konon juga menjadi yang terbesar di dunia. Tahun 1925 adalah saat pertama teh ditanam di perkebunan ini. Saat itu, masih dalam masa penjajahan Belanda. Tiga tahun pertama hingga tahun 1928, adalah masa uji coba dan pengembangan tanaman teh diperkebunan ini. Hasilnya, baru dipetik tiga sampai empat tahun kemudian. Jari-jari tangan inilah yang memetik pucuk-pucuk teh muda. Hanya pucuk muda yang dipakai, sementara batang dan daun tua dibawahnya hanya menyediakan makanan bagi tumbuhnya tunas baru. Pucuk teh muda berpindah ke keranjang melalui tangan-tangan trampil milik pemilik teh. Mereka tidak setahun dua tahun bekerja sebagai pemetik teh. Mereka seakan mengabdikan hidupnya di perkebunan tua ini. Entah sudah berapa kali, tanaman ini diremajakan, selama wanita ini bekerja sebagai pemetik teh. Setiap tiga atau tempat tahun tananam teh memang harus diremajakan, dengan dipangkas, agar tingginya tak lebih dari satu setengah meter. Selain itu kemudahan memetik, ketinggian ini juga ideal untuk produksi yang maksimal. Menanam teh tidak sekedar memetik. Justru memetik adalah puncaknya. Merawatnya justru yang tidak mudah. Teh tergolong tanaman manja. Semakin tinggi curah hujan, semakin banyak persoalan, dan semakin lembab semakin banyak penyakit menghampiri.Tanaman teh di kaki Gunung Kerinci ini adalah tanaman yang ditanam sejak pertama kali, tahun 1920-an. Dan masih produktif. Entah sampai kapan. Yang pasti 12 sampai 14 hari setelah pucuk teh muda dipetik, segera muncul tunas baru. Dan begitu seterusnya. Ini membuat pekerjaan pemetik teh seakan tak pernah selesai. Padahal, setiap harinya, puluhan kilogram pucuk teh muda dipetik oleh seorang pemetik teh. Dan seakan tidak dapat menunggu, pucuk-pucuk teh muda ini, segera diangkut dengan truk ke pabrik pengolahan. Mesin-mesin pengolah teh yang usianya tidak lagi muda, sudah menunggu disana.Setibanya di pabrik teh, pucuk-pucuk teh muda harus segera diolah. Ia tidak dapat menunggu waktu. Bak-bak pelayuan siap menampung pucuk-pucuk teh untuk dilayukan. Proses pelayunan dilakukan dengan menghembuskan angin melalui kompresor, selama 18 jam. Proses pelayuan harus segerakan, karena bila pucuk-pucuk teh layu dengan sendirinya ia akan mengeluarkan aroma tak sedap. Untuk menjaga aroma teh ini, siapapun sejak masuk kelingkungan pabrik tidak dibenarkan untuk menggunakan wewangian, apalagi merokok. Dikhawatirkan teh akan menyerap aromanya.Sementara aroma teh, adalah salah satu kunci kualitas teh. Proses pelayuan ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air daun teh. Dengan kadar air yang tinggi kualitas teh menurun, sebab rasanya berkurang. Teh yang telah layu akan dimasukan kedalam mesin penggulungan. 40 menit lamanya proses penggulungan ini, yang juga sekaligus proses awal sortasi. Masih dalam keadaan tergulung, daun teh disortir dengan diayak. Lepas dari itu segera dilakukan proses fermentasi, yang biasanya berlangsung selama 115 sampai 135 menit.Proses pengolahan teh belum berakhir, masih harus melalui proses pengeringan, selama 15 sampai 25 menit. Hingga proses ini, bobot teh, tersisa 22 atau 23 persenya dari pucuk saat dipetik. Teh kering disortir sesuai permintaan pasar, menurut bentuk, ukuran, berat dan warnanya. Yang amat menentukan dalam proses pengolahan teh adalah pengujiannya. Ini dilakukan secara manual oleh para penguji teh atau tea tester. Pengujian ini mencakup aroma, warna dan rasa. Akurasi tiga indera, mata, hidung dan lidah milik para penguji berperan besar.Teh yang telah teruji dan tersortir dalam berbagai kualitas, akhirnya tersaji diujung proses di pabrik ini. Bentuknya dikemas dalam kantong kertas, yang masing-masing beratnya 52 kilogram. Teh ini siap untuk dikirim ke berbagai belahan dunia. Siap untuk dicampur dengan teh lain, untuk mendapatkan rasa dan aroma sesuai keinginan. Siap pula untuk dinikmati dan disajikan dalam berbagai bentuk. Aroma teh dari kaki Gunung Kerinci ini telah menyebar ke berbagai belahan dunia. (Chandra Dentana.red)