Surat Batak
Surat Batak | |
---|---|
Jenis aksara | |
Bahasa | Batak |
Periode | sekitar abad ke-14 sampai sekarang |
Arah penulisan | Kiri ke kanan |
Aksara terkait | |
Silsilah | |
Aksara kerabat | Bali Baybayin Buhid Hanunó'o Jawa Lontara Sunda Kuno Rencong Rejang Tagbanwa |
ISO 15924 | |
ISO 15924 | Batk, 365 , Batak |
Pengkodean Unicode | |
Nama Unicode | Batak |
U+1BC0–U+1BFF | |
Surat Batak adalah nama aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Batak. Surat Batak masih berkerabat dengan aksara Nusantara lainnya. Aksara ini memiliki beberapa varian bentuk, tergantung bahasa dan wilayah. Secara garis besar, ada empat varian surat Batak di Sumatra, yaitu Karo, Toba, Dairi, Simalungun, dan Mandailing. Aksara ini wajib diketahui oleh para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak karena menguasai ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Kini, aksara ini masih dapat ditemui dalam berbagai pustaha, yaitu kitab tradisional masyarakat Batak.
Saya mencoba mengkoreksi dimasukkannya aksara Mandailing/Mandahiling ke dalam aksara Batak, karena bagi orang Mandailing, Batak adalah sebutan bagi orang Kristen yang ada di Tapanuli Utara atau daerah Barus pedalaman, yang namanya dibuat oleh bekas Gubernur Jenderal Inggris James Stanford Raffless. Surat Tulak-tulak adalah sebutan bagi tulisan Suku Mandahiling/Mandailing yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau. Aksara ini memang varian dari aksara/huruf Pallawa, yang tak berbeda dengan Aksara Minangkabau dan Aksara Rencong, jadi jangan disub-kan ke dalam Aksara Batak, tapi langsung varian dari aksara Proto-Sumatera.
Jenis aksara dan penyebaran
Setiap bahasa Batak memiliki varian Surat Batak sendiri-sendiri. Namun varian-varian ini tidaklah terlalu berbeda satu sama lain. Ada empat varian Surat Batak yang utama, sesuai rumpun bahasa Batak, yaitu: Karo (Sumatra Tengah dan Utara), Toba (Sumatra Utara), Dairi (juga disebut Pakpak; Sumatra Utara), Simalungun atau Timur (juga disebut Simelungan; Sumatra Utara), dan Mandailing (Sumatra Utara).[1]
Penggunaan
Surat Batak zaman dahulu kala digunakan untuk menulis naskah-naskah Batak yang di antaranya termasuk buku dari kulit kayu yang dilipat seperti akordeon. Dalam bahasa Batak buku tersebut dinamakan pustaha. Pustaha-pustaha ini yang ditulis oleh datu (dukun) berisikan penanggalan dan ilmu nujum.
Penulisan huruf surat batak secara garis besar terbagi dalam dua kategori, yaitu ina ni surat dan anak ni surat.
Ina ni surat
Ina ni surat merupakan huruf-huruf pembentuk dasar huruf aksara Batak. Selama ini, ina ni surat yang dikenal terdiri dari: a, ha/ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, ya, nya, ca, nda, mba, i, u. Nda dan Mba adalah konsonan rangkap yang hanya ditemukan dalam variasi Batak Toba.
|
|
Anak ni surat
Anak ni surat dalam aksara batak adalah komponen fonetis yang disisipkan dalam ina ni surat (yang juga disebut tanda diakritik) yang berfungsi untuk mengubah pengucapan/lafal dari ina ni surat. Tanda diakritik tersebut dapat berupa tanda vokalisasi, nasalisasi, atau frikatif. Anak ni surat ini terdiri dari:
- Bunyi [e] (hatadingan)
- Bunyi [ŋ] (paminggil)
- Bunyi [u] (haborotan)
- Bunyi [i] (hauluan)
- Bunyi [o] (sihora)
- Pangolat (tanda untuk menghilangkan bunyi [a] pada ina ni surat)
Seperti halnya ina ni surat, anak ni surat dalam aksara Batak juga disusun menurut tradisi mereka sendiri, yaitu: [e], [i], [o], [u], [ŋ], [x]. Tanda diakritik juga memiliki varian bentuk antara suatu daerah dengan daerah lainnya yang menggunakan aksara yang sama. Di bawah ini disajikan contoh penggunaan tanda diakritik dengan huruf Ka, dan varian tanda pangolat.
|
|
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaomniglot
Bacaan lebih lanjut
- (Indonesia) Dr. Uli Kozok, 1999, Warisan Leluhur Sastra Lama dan Aksara Batak, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan École française d´Extrême-Orient. Penyelaras bahasa: Robert Sibarani.