Lompat ke isi

Arsitektur Gereja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
kekudusan perempuan dari Fátima

Arsitektur Gereja adalah seni bangunan gereja..[1] Arsitektur berasal dari bahasa Yunani: αρχή=arke=permulaan dan τεχνή=tekne=seni pertukangan.[1] Secara Harafiah adalah seni pertukangan yang mula atau dasar.[1] Arsitektur dianggap holistik, yaitu menyangkut hal-hal yang sakral dan profan.[1] Jadi, Arsitektur Gereja adalah Seni pertukangan dari bangunan gedung gereja, sehingga pertimbangan pertama ditinjau dari tujuan dibangunnya gedung itu, yaitu untuk ibadah.[2] Gereja adalah perwujudan sejarah dari hidup Kristus,maka nilai-nilai di dalamnya juga harus memiliki kesatuan dengan hati Yesus.[3]


Masa-masa Arsitektur Gereja

Masa kebangkitan arsitektur gereja terjadi setelah tahun 600-an, yaitu peda zaman Konstantinus dan Karel Agung yang masuk dalam Abad Pertengahan.[4] Kemudian disusul kebangkitan ekonomi dan perkembangan biara pada sekitar abad 11.[4] Lalu perkembangan bangunan dan kota-kota dengan arsitekturnya.[4]


Basilika

Basilika adalah bangunan Romawi untuk kegiatan umum.[4] Kegiatan itu meliputi pengadilan, perdagangan, dengan tata ruangan tersendiri yang kemudian dipakai juga oleh gereja.[5] Hal ini menggantikan peran katakombe atau kuburan bawah tanah yang menjadi tempat ibadah jemaat Kristen perdana, terlebih ketika mengalami penganiayaan dari penguasa Romawi.[6] Basilika diyakini sebagai banguna gereja hingga sekitar seribu tahun lamanya dalam sejarah gereja sebelum dimodifikasi untuk keperluan liturgi.[4] Modifikasi itu dilakukan pada pilar, dinding, apsis yang dibuat berhiaskan mosaik dan freska Kristiani.[4] Altar dibuat dari batu, di dalamnya terdapat makam seorang martir sebagai gambaran kesaksian iman.[4] Ruang ibadah dibuat menyerupai bahtera yang disebut naos, gereja menghadap ke Timur sebagai pengharapan kedatangan mesias.[4]


Romanesque

Romanesque adalah arsitektur yang berkembang pada tahun 1050 hingga 1200.[4] Bentuk nyata yang umum disebut orang-orang saaat ini adalah Katedral.[4] Ciri yang paling menonjol adalah bangunan yang dilengkapi dengan menara tingginya mencapai 100 meter beratap batu, ruang dalam besar bahkan mampu menampung seribu orang, panjangnya mencapai 190 meter, didingnya dipenuhi ukiran dari cerita-cerita Alkitab untuk mendidik jemaat.[4] Bentuk bangunan jika dilihat dari atas tampak berbentuk salib dengan sayap (transep), bahkan ditemuai di Inggris dalam waktu berikutnya, terdapat naos dengan salib ganda."[4]


Gothik/Gothic

Arsitektur Gohtik berkembang dari Perancis sekitar abad 13 hingga 16.[4][5]

Katedral

Arsitektur Katedral adalah karya seni Gereja terbaik dari arsitektur Gotik yang mengalami puncaknya pada abad ke-12.[5]Kata katedral berasal dari bahasa Latin cathedra yang berarti tahta uskup.[5] Katedral juga paling berkembang di Perancis (Utara) dengan ciri-ciri menara tinggi, diding kaca besar, kubah bergaris dan ditopang oleh sayap.[5]

1. Di Indonesia kita bisa menemui Arsitektur dengan model Katedral di beberapa kota: Katedral Santo Franciscus Regis di Bandung yang dibangun pada tahun 1895.[5]

2.Katedral Santo Petrus di Bandung yang dibangun pada tahun 1895.[5]


Tiga Gereja Kathedral Termegah dari Zaman Gotik

Neo Gotik

Setelah Zaman Gotik, maka disusul zaman Rennaisance Baroque dan Rococo yang melahirkan arsitektur Neo Gotik.[5] Perbedaan utama langgam Noe Gotik dan Gotik adalah kesederhanaan dekorasi bangunan, terlihat dengan tidak adanya ukiran dan patung yang rumit.[5] Ne0 Gotik adalah perpaduan dari Gotik, Noe Klasik dan Romantisme.[5] Sedangkan pada zaman modern, bentuk Gotik masih digunakan, namun lebih praktis.[5]

Modern

Arsitektur Gereja Jaman Modern semakin berkembang, memiliki pertimbangan-pertimbangan: kegunaan atau utility, kesederhanaan atau simplicity, Keluwesan atau flexibility, Kedekatan intimacydan keindahan atau beauty.[2]

Aspek Gereja Modern

Arsitektur Gereja dan Alam

Bangunan dan alam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.[7] Heinz frick dalam bukunya Arsitektur dan Lingkungan berpendapat bahwa peredaran dan struktur alam seperti juga perencanaan bionik ekologik merupakan contoh bangunan manusiawi sekaligus bermanfaat ekologik. Inilah cara yang ‘holistik’ menuju bangunan yang manusiawi..[7]

Di Bandung, Gereja Katedral yang masih utuh saat ini juga mengakomodasi unsur alam yang penuh perhitungan.[5] Schoemaker yang mendekorasi bangunan itu mengeksploitasi cahaya matahari dalam mengolah fasad bagunan.[5] Dengan moulding pada eksterior gereja akan menighasilkan efek bayangan dari pergeseran sinar matahari. Selain itu juga mengakomodasi unsur budaya di mana lekuk-lekuk yang mendominasi pada eksteriornya dibuat mirip candi di Jawa dan India.[5]


Arsitektur dan Budaya

Takenaka berpendapat bahwa setiap gaya bangunan pada sejarahnya merepresentasikan tanggapan gereja akan zamannya.[3] Sebagaimana periode katakombe, basilika, Byzantine, Romanes, Gothic, bahkan gaya kolonial.[3] Seperti gaya arsitektur Gereja di Romania ortodoks, rata-rata Gereja di sana luas, namun juga ada yang berukuran kecil, namun keduanya sama-sama saling menyesuaikan dengan lingkungan alam. Gereja di Switzerland yang menggunakan simbol ayam jantan sebagai lambang kebangkitan, dan Gereja di Jepang yang memasukkan unsur Shakkei yang artinya “meminjam pemandangan” adalah sebuah model dari arsitektur yang mempertimbangkan budaya dan alamnya.[3] Hal ini menurut Takenaka adalah respon dari Firman Tuhan pada Alkitab 1 dan 2, yaitu dalam hal menguasai dan memeliharanya.[3] Di Indonesia sendiri terdapat Gereja di Blimbingsari yang membuat gerbangnya sebagai undangan naik ke atas (filosofi Himalaya dan Mt. Meru) sebagai adaptasi dari budaya yang erat dengan masyarakat Hindu, atapnya bisa diterobos udara dan sinar matahari sebagai tanda kedekatan dengan alam. Ketenangan Gereja di Legian yang teduh itu sebagai wujud dari pesan pada Ayub 31:32, yakni memberi sambutan kepada para pejalan, atau pelancong.[3]

referensi

  1. ^ a b c d Zahnd. Markus., Pendekatan dalam Seni Arsitektur, Yogyakarta: Kanisius 2009 Hlm. 5 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Zhand" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ a b James F., Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia Hlm. 76-117 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "White" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  3. ^ a b c d e f (Inggris)Masao Takenaka., The Place where God Dwells – An Introduction to Church Architecture in Asia, Christian Conference of Asia 1995
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m Rasid Rachman., Pembimbing ke dalam Sejarath Liturgi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n Tim Penulis (Abang Winarwan, Johannes Widodo., Ziarah Arsitektur Katedral Bandung St. Petrus Bandung, Bandung: Foris, 2002
  6. ^ Jean Comby., How to Read Church History Vol. 1., New York: Crossroad Publishing Company, 1989
  7. ^ a b (Indonesia)Heinz Frick., Arsitektur dan Lingkungan, Yogyakarta: Kanisius

Templat:Link FA