Lompat ke isi

Kota Palu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 23 Oktober 2006 21.01 oleh Uconk (bicara | kontrib)
Lambang Kota Palu
Lambang Kota Palu

Palu adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Palu terletak sekitar 1.650km di sebelah timur laut Jakarta. Koordinatnya adalah 0°54′ LS 119°50′ BT. Penduduknya berjumlah 282.500 jiwa (2005).

Bersama dengan Poso, Palu telah beberapa kali menjadi target dalam konflik yang sedang berlangsung di Sulawesi. Pada November 2005, sepasang warga beragama Kristen ditembak dan dicederai di kota ini. Sebuah bom juga meledak di sebuah pasar yang khusus menjual daging babi pada 31 Desember 2005 dan menewaskan delapan orang serta mencederai 45 lainnya.

Gempa 2005

Pada tanggal 24 Januari 2005 pukul 04.10 WITA, gempa berkekuatan 6,2 pada Skala Richter mengguncang Palu. Pusat gempa terjadi di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Donggala, 16 km arah tenggara Palu tepatnya di sekitar air panas Desa Bora, di kedalaman 30 km. Gempa itu berada pada 1°03′ LS - 119°99′ BT. Warga panik dan langsung mengungsi karena takut kemungkinan adanya tsunami seperti yang terjadi di Aceh. Sebagian dari mereka melarikan diri ke perbukitan dan pegunungan. Akibatnya, satu orang meninggal, empat orang cedera dan 177 bangunan rusak.

Kondisi Umum

Letak Geografi

Provinsi Sulawesi Tengah terletak diantara 2° 22’ Lintang Utara dan 4° 48’ Lintang Selatan serta 119° 22’ dan 124° 22’ Bujur Timur.

Batas-Batas Wilayah

  1. Batas Utara dengan Provinsi Gorontalo
  2. Batas Timur dengan Propinsi Maluku
  3. Batas Selatan dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tenggara
  4. Batas Barat dengan Selat Makassar

Propinsi Sulawesi Tangah yang dibentuk dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 1964 terdiri dari wilayah daratan 68.033,00 Km2 dan wilayah lautan 189.408,00 Km2. Secara administratif Sulawesi Tengah dibagi dalam 9 (sembilan) kabupaten, 1 (satu) kota madya dengan 85 kecamatan serta 1300 desa dan 132 kelurahan 91.432 desa/kelurahan.

Topografi wilayah daratan diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Lahan Pertanian : 673.759 Ha (10,56%)
  2. Hutan Lindung : 1.764.720 Ha (21,71%)
  3. Hutan Suaka Wisata : 604.780 Ha (9,49 %)
  4. Hutan Suaka Tetap : 422.809 Ha (33,64 %)
  5. Hutan Produksi yang dapat di konversi : 241.757 Ha (3,80 %)
  6. Lahan Pemukiman : 519.757 Ha (8,16%)

Berdasarkan elevasi (ketinggian dari permukaan laut) dataran di Propinsi Sulawesi Tengah terdiri dari:

  • 0 - 100 M = 20,2 %
  • 101 - 500 M = 27,2 %
  • 501 - 1000 = 26,7 %
  • 1.001 M keatas = 25,9 %

Jarak antara ibukota propinsi ke daerah kabupaten:

No. Jarak Antara Kilometer
1 Palu - Poso 221 Km
2 Palu - Luwuk 607 Km
3 Palu - Toli-Toli 439 Km
4 Palu - Donggala 34 Km
5 Palu - Parigi Moutong 66 Km
6 Palu - Morowali 756 Km
7 Palu - Buol 806 Km
8 Palu - Tojo Unauna 300 Km

Daratan

Sulawesi merupakan pulau terbesar kelima di Indonesia setelah Papua, Kalimantan dan Sumatera dengan luas daratan 227.654 kilometer persegi. Bentuknya yang unik menyerupai bunga mawar laba-laba yang membujur dari utara ke selatan dan tiga semenanjung yang membujur ke timur laut, timur dan tenggara. Pulau ini dibatasi oleh Selat Makasar di bagian barat dan terpisah dari Kalimantan serta dipisahkan juga dari Kepulauan Maluku oleh Laut Maluku.

Pemerintahan di Sulawesi dibagi menjadi lima propinsi yaitu propinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo. Sulawesi Tengah merupakan propinsi terbesar dengan luas wilayah daratan 68,033 kilometer persegi dan luas laut mencapai 189,480 kilometer persegi yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta Kepulauan Togean di Teluk Tomini dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk Tolo. Sebagian besar daratan di propinsi ini bergunung-gunung (42.80% berada di atas ketinggian 500 meter dari permukaan laut) dan Katopasa adalah gunung tertinggi dengan ketinggian 2.835 meter cari permukaan laut.

Sulawesi Tengah juga memiliki beberapa sungai, diantaranya sungai Lariang yang terkenal sebagai arena arung jeram, sungai Gumbasa dan sungai Palu. Juga terdapat danau yang menjadi obyek wisata terkenal yakni Danau Poso dan Danau Lindu.

Sulawesi Tengah memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang memiliki keunikan flora dan fauna yang sekaligus menjadi obyek penelitian bagi para ilmuwan dan naturalis.

Ibukota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan terbagi dua oleh Sungai Palu yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di laut.

Penduduk

Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 12 kelompok etnis atau suku, yaitu:

  1. Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala dan kota Palu
  2. Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Donggala
  3. Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso
  4. Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso
  5. Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali
  6. Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali
  7. Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
  8. Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai
  9. Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
  10. Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
  11. Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
  12. Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong

Disamping 12 kelompok etnis, ada beberapa suku terasing hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.

Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan masyarakat Bugis dan Makasar serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur. Jumlah penduduk di daerah ini sekitar 2.128.000 jiwa yang mayoritas beragama Islam, lainnya Kristen, Hindu dan Budha. Tingkat toleransi beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.

Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, kokoa dan cengkeh merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah.

Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintahan seperti Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang melanggar. Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur dan tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.

Budaya

Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.

Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo.

Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan.

Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri.

Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba-semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.

Kesenian

Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrume seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival.

Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II.

Agama

Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat 72.36% penduduk memeluk agama Islam, 24.51% memeluk agama Kristen dan 3.13% memeluk agama Hindu dan Budha. Islam disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera Barat dan diteruskan oleh Said ldrus Salim Aldjuri - seorang guru pada sekolah Alkhairaat.

Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda A.C Cruyt dan Adrian.

lklim

Garis khatulistiwa yang melintasi semenanjung bagian utara di Sulawesi Tengah membuat iklim daerah ini tropis. Akan tetapi berbeda dengan Jawa dan Bali serta sebagian pulau Sumatera, musim hujan di Sulawesi Tengah antara bulan April dan September sedangkan musim kemarau antara Oktober hingga Maret. Rata-rata curah hujan berkisar antara 800 sampai 3.000 milimeter per tahun yang termasuk curah hujan terendah di Indonesia.

Temperatur berkisar antara 25 sampai 31° Celcius untuk dataran dan pantai dengan tingkat kelembaban antara 71 sampai 76%. Di daerah pegunungan suhu dapat mencapai 16 sampai 22' Celcius.

Flora dan Fauna

Sulawesi memiliki flora dan fauna tersendiri. Binatang khas pulau ini adalah anoa yang mirip kerbau, babirusa yang berbulu sedikit dan memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena Sulawesi, kuskus marsupial Sulawesi yang berwarna-warni yang merupakan varitas binatang berkantung, serta burung maleo yang bertelur pada pasir yang panas.

Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri, didominasi oleh kayu agatis yang berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh pinang-pinangan (spesies rhododenron). Variasi flora dan fauna merupakan obyek penelitian dan pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora dan fauna, telah ditetapkan taman nasional dan suaka alam seperti Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan terakhir adalah Suaka Margasatwa di Bangkiriang.

Dombu

Gunung Gawalise di barat kota Palu, kabupaten Donggala, berpotensi sebagai obyek wisata alam dan budaya yang menarik. Gunung Gawalise berjarak ± 34 kilometer dari Palu dan dapat ditempuh oleh kendaraan roda empat dalam kurun waktu ± 1 jam 30 menit. Di gunung Gawalise terdapat desa Dombu yang terletak di ketinggian dan berhawa sejuk. Desa lainnya adalah desa Matantimali, desa Panasibaja, desa Bolobia dan desa Rondingo.

Desa-desa ini didiami oleh suku Da'a. Suku Da'a merupakan sub-etnis suku Kaili yang mendiami daerah pegunungan. Di desa-desa ini dapat disaksikan atraksi sumpit yang diperagakan oleh warga setempat. Rumah di atas pohon masih ditemukan di desa Dombu sampai sekarang.

Di Gunung Gawalise dapat dilakukan hiking/trekking dengan rute-rute Wayu - Taipanggabe - Dombu - Wiyapore - Rondingo Kayumpia/Bolombia - Uemanje dalam waktu kurang dari 1 minggu.

Taman Nasional Lore Lindu

Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu lokasi perlindungan hayati Sulawesi. Taman Nasional Lore Lindu terletak sekitar 60 kilometer selatan kota Palu dan terletak antara 119°90’ - 120°16’ di sebelah timur dan 1°8’ - 1°3’ di sebelah selatan.

Kalau dibandingkan dengan taman nasional lain di Indonesia, ukurannya sedang saja, Taman Nasional ini secara resmi meliputi kawasan 217.991.18 ha (sekitar 1.2% wilayah Sulawesi yang luasnya 189.000 km² atau 2.4% dari sisa hutan Sulawesi yakni 90.000 km²)dengan ketinggian bervariasi antara 200 sampai dengan 2.610 meter diatas permukaan laut. Taman Nasional ini sebagian besar terdiri atas hutan pegunungan dan sub-pegunungan (±90%) dan sebagian kecil hutan dataran rendah (±10%).

Taman Nasional Lore Lindu memiliki fauna dan flora endemik Sulawesi serta panorama alam yang menarik karena terletak di garis Wallacea yang merupakan wilayah peralihan antara zona Asia dan Australia.

Taman Nasional Lore Lindu yang terletak di selatan kabupaten Donggala dan bagian barat kabupaten Poso menjadi daerah tangkapan air bagi 3 sungai besar di Sulawesi Tengah, yakni sungai Lariang, sungai Gumbasa dan sungai Palu.

Kawasan Taman Nasional Lore Lindu merupakan habitat mamalia asli terbesar di Sulawesi. Anoa, babi rusa, rusa, kera hantu, kera kakaktonkea, kuskus marsupial dan binatang pemakan daging terbesar di Sulawesi, civet Sulawesi hidup di taman ini. Taman Nasional Lore Lindu juga memiliki paling sedikit 5 jenis bajing dan 31 dari 38 jenis tikusnya, termasuk jenis endemik.

Sedikitnya ada 55 jenis kelelawar dan lebih dari 230 jenis burung, termasuk maelo, 2 jenis enggang Sulawesi.yaitu julang Sulawesi dan kengkareng Sulawesi. Burung enggang benbuncak juga disebut rangkong atau burung allo menjadi pengghuni Taman Nasional Lore Lindu.

Ribuan serangga aneh dan cantik dapat dilihat di sekitar taman ini. Layak diamati adalah kupu-kupu berwarna mencolok yang terbang di sekitar taman maupun sepanjang jalan setapak dan aliran sungai.

Patung-patung megalit yang usianya mencapai ratusan bahkan ribuan tahun tersebar di kawasan Taman Nasional Lore Lindu seperti Lembah Napu, Besoa dan Bada. Patung-patung ini sebagai monumen batu terbaik diantara patung-patung sejenis di Indonesia. Ada 5 klasifikasi patung berdasarkan bentuknya:

  1. Patung-patung batu: patung-patung ini biasanya memiliki ciri manusia, tetapi hanya kepala, bahu dan kelamin.
  2. Kalamba: ini adalah bentuk megalit yang banyak ditemukan dan menyerupai jambangan besar. Mungkin ini adalah tempat persediaan air, atau juga tempat menaruh mayat pada upacara penguburan.
  3. Tutu'na: ini adalah piringan-piringan dari batu, kemungkinan besar penutup kalamba.
  4. Batu Dakon: batu-batu berbentuk rata sampai cembung yang menggambarkan saluran-saluran, lubang-lubang tidak teratur dan lekukan-lekukan lain.
  5. Lain-lain: mortar batu, tiang penyangga rumah dan beberapa bentuk lain juga ditemukan.
Sejarah dan Status
  • Suaka Margasatwa Lore Kalamanta. 1973
  • Status Biosfer. 1977
  • Hutan Wisata/Hutan Lindung Danau Lindu . 1978.
  • Suaka Margasatwa Lore Lindu (Perluasan Lore Kalamanta). 1981
  • Pemerintah Indonesia menyatakan Lore Lindu sebagai Taman Nasional dalam Konggres Dunia mengenai Taman Nasional. 1982
  • Dinyatakan sebagai Pusat Keanekaragaman Tanaman. 1994
  • Status Taman Nasional akhirnya diresmikan pada tahun 1993.
  • Dinyatakan sebagai bagian dari Kawasan Burung Endemik. 1998
  • Dinyatakan sebagai Kawasan Ekologi Global 200. 1998
  • Perluasan Barat Laut.
Hutan Wisata Danau Lindu

Hutan Wisata Danau Lindu termasuk dalam kategori wilayah Enclave Lindu dan termasuk bagian dari Wilayah Kecamatan Kulawi yang secara Geografis terletak di dalam Kawasan Taman Nasional Lore Lindu, oleh karena itu semua desa di wilayah ini berbatasan langsung dengan TNLL.

Wilayah yang sering disebut Dataran Lindu ini dikelilingi oleh punggung pegunungan sehingga sulit untuk dijangkau oleh kendaraan bermotor, memiliki 4 ( empat ) desa yaitu desa Puroo, Desa Langko, desa Tomado dan desa Anca. Ke-empat desa ini terletak di tepi danau Lindu yang cukup terkenal keindahannya. Di wilayah yang berpenduduk dengan luas wilayah ini juga terkenal dengan Laboratorium untuk pemeriksaan penyakit yang disebabkan oleh sejenis cacing Schistosomiasis yang hanya bisa hidup melalui perantaraan sejenis keong endemik yang juga hanya hidup dibeberapa tempat di dunia.

Danau Lindu dimasukkan ke dalam kelas danau tektonik yang terbentuk selama era Pliocene setelah bak besar dilokalisasi dari sebuah bagian rangkaian pegunungan. Merupakan danau terbesar kedelapan di Sulawesi dari segi wilayah maksimal permukaannya. Danau ini biasa dikatakan melingkupi sekitar 3.488 ha. Pada ketinggian sekitar 1.000 m danau ini merupakan badan air terbesar ke-dua dari pulau ini (yang lebih kecil, Danau Dano hanya 50 m lebih tinggi).

Daya tarik Hutan Wisata Danau Lindu adalah Keindahan panorama pegunungan dan pemandangan danau, khususnya bagi wisatawan pejalan kaki dan pendaki gunung. Danau Lindu terkenal dengan melimpahnya ikan dan merupakan habitat bagi berbagai macam tumbuhan dan hewan yang kini mulai berkurang keanekaragamannya karena menurunya populasi species serta hilangnya beberapa spesies Seperti Burung Tokoku dan Tanaman Rano.

Lihat pula

Pranala luar