Teologi komparatif
Teologi Komparatif merupakan salah satu cabang dari teologi Kristen yang mengaji kemajemukan agama-agama dan perbandingannya, serta refleksi teologis atasnya.[1] Teologi Komparatif mensyaratkan pengenalan dan pembelajaran akan tradisi agama lain secara langsung melalui pengalaman bersama.[1] Teologi Komparatif muncul akibat kebuntuan dari tipologi tripolar dalam diskursus Teologi Agama-agama yang terjebak dalam argumen-argumen mengenai keunggulan model-model teologi agama-agama yang pembahasannya mengawang-awang.[2] Teologi Komparatif menawarkan untuk melihat agama-agama lain dari sudut pandang dan tradisi agama tersebut.[2] Tokoh-tokoh Teologi Komparatif antara lain Francis X. Clooney dan James L. Fredericks.[2]
Kritik terhadap Tipologi Tripolar
Tipologi tripolar (eksklusivisme-inklusivisme-pluralisme) adalah salah satu pendekatan pada Teologi Agama-agama yang dipopulerkan oleh Alan Race.[3] Tipologi tripolar digunakan untuk memetakan beragam pendekatan para teolog dan non-teolog Kristen mengenai relasi kekristenan dengan agama-agama lain.[4] Pembagian posisi para teolog dan non-teolog ke dalam tiga kategori tersebut didasarkan pada kesamaan dan perbedaan cara pandang mereka terhadap agama-agama non-Kristen.[4]
Eksklusivisme adalah pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya ada di dalam agama Kristen, sedangkan tradisi agama yang lain tidak mendatangkan keselamtan.[5] Salah satu tokoh yang mewakili pandangan ini antara lain Karl Barth.[2] Inklusivisme adalah sikap atau pandangan yang melihat bahwa agama-agama lain di luar kekristenan juga dikaruniai anugerah dari Allah, namun pemenuhan keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus.[5] Pandangan ini diusung oleh Karl Rahner.[2] Sikap yang ketiga adalah pluralisme, yaitu padangan bahwa semua agama menuju pada satu "Yang Nyata" (The Real) yaitu Allah.[5] Yesus Kristus dilihat sebagai salah satu jalan keselamatan di antara jalan-jalan keselamatan lain, bukan satu-satunya.[5] John Hick adalah salah satu tokoh yang menggunakan pandangan ini.[2]
Pendekatan tipologi tripolar dalam diskursus Teologi Agama-agama dinilai telah menemui kebuntuan dalam menyikapi kemajemukan agama. Menurut para teolog komparatif, tipologi tripolar memulai dari tradisi agama sendiri untuk menilai tardisi agama lain dalam usaha membangun teologi agama-agama, kita dapat saja dibutakan oleh tradisi agama sendiri sehingga tidak mampu melihat keunikan tradisi agama lain.[2] Menurut Fredericks, ketiga opsi untuk membangun teologi agama-agama menghalangi umat Kristen untuk memahami kekuatan dan sesuatu yang baru dari tradisi agama lain.
Pokok Pemikiran Teologi Komparatif
Tokoh-tokoh
Francis X. Clooney
Francis Xavier Clooney adalah seorang Imam Yesuit dan Guru Besar di Harvard Divinity School, yang pernah tinggal di India dan Nepal untuk mempelajari Hinduisme.[2]
James L. Fredericks
James Lee Fredericks adalah seorang Guru Besar pada Loyola Marymount Unversity, Los Angeles yang juga menggunakan pendekatan Teologi Komparatif dalam mengaji kemajemukan agama-agama.[2] Fredericks menekankan persahabatan sebagai dasar dalam perjumpaan dengan tradisi agama yang lain.[6] Menurut Fredericks, jika orang Kristen ingin berteologi komparatif, maka ia perlu menanamkan persahabatan dengan sesama yang non-Kristen.[6] Dalam tradisi Kristen, pengertian mengenai persahabatan dapat dilihat dari hubungan antara kasih philia dan agape.[6] Dalam kasih philia, seseorang bersahabat dengan seseorang karena ia melihat ada kualitas yang baik dari sahabat tersebut, dan karena itu ada hubungan timbal-balik di dalamnya.[6] Sedangkan kasih agape adalah kasih yang tanpa syarat yang dilakukan tanpa perlu melihat kualitas baik dari karakter sahabat tersebut, dan merupakan bentuk kasih yang lebih radikal.[6] Kasih agape merupakan kasih tak bersyarat dan dipandang sebagai bentuk kasih tertinggi, sedangkan kasih philia adalah kasih yang memihak pada pihak tertentu dan bersifat resiprokal.[6]
Lebih lanjut Fredericks menyatakan bahwa orang Kristen selama ini sangat menekankan kasih agape karena ini yang diperintahkan oleh Yesus.[6] Penekanan orang Kristen pada kasih agape ini kemudian menyebabkan orang Kristen untuk mengasihi orang-orang non-Kristen tanpa menghiraukan kepercayaan dan praktik religius mereka.[6] Karena itu, Fredericks menyatakan perlunya penekanan pada kasih philia, yang menghargai orang non-Kristen bukan karena perintah Yesus, tetapi karena kebaikan dan nilai-nilai dalam agama-agama lain tersebut.[6]
Kelebihan dan Kekurangan
Referensi
- ^ a b (Inggris) Francis X. Clooney. 2010. Comparative Theology: Deep Learning Across Religious Borders. Southern Gate: John Wiley & Sons. hlm. 14.
- ^ a b c d e f g h i (Indonesia) Paul F. Kintter. 2008. Pengantar Teologi Agama-agama. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 240-53.
- ^ (Inggris) Ian Markham. 2004. "Christianity and Other Religion". Dalam The Blackwell Companion to Modern Theology. Gareth Jones (Ed.). Malden, MA: Blackwell Publishing.
- ^ a b (Inggris) Alan Race. 1983. Christians and Religious Pluralism: Patterns in the Christian Theology of Religions. Maryknoll, NY: Orbis Books.
- ^ a b c d (Inggris) Charles B. Jones. 2005. The View from Mars Hill: Christianity in the Landscape of World Religions. Cambridge, MA: Cowley Publication.
- ^ a b c d e f g h i (Inggris) James L. Fredericks. 1999. Faith among Faiths: Christian Theology and non-Chirstian Religions. Mahwah, NJ: Paulist Press.