Lompat ke isi

Hipertrigliseridemia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 7 Mei 2011 22.51 oleh ESCa (bicara | kontrib) (dev)

Hipertrigliseridemia merupakan simtoma tingginya plasma trigliserida.[1] Peningkatan plasma trigliserida memberikan kontribusi terhadap peningkatan risiko kardiovaskular. Analisa meta terhadap ribuan penderita hipertrigliseridemia sepanjang lebih dari 10 tahun menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida sebanyak 1 mmol/L akan meningkatkan risiko tersebut hingga 32% pada pria dan 76% pada wanita, tanpa dipengaruhi oleh kadar HDL-C, sering kali simtoma ini justru menyertai faktor risiko yang lain seperti obesitas, sindrom metabolisme dan NIDDM. Pada konsentrasi di atas 10 mmol/L, simtoma ini dianggap meningkatkan risiko pankreatitis akut. The Adult Treatment Panel III of the National Cholesterol Education Program kemudian mengusulkan 4 strata rasio plasma trigliserida dengan konteks risiko penyakit kardiovaskular:

  • normal (< 1.7 mmol/L)
  • batas atas (1.7–2.3 mmol/L)
  • tinggi (2.3–5.6 mmol/L)
  • sangat tinggi (> 5.6 mmol/L)

Plasma trigliserida berasal dari dua sumber, yaitu sumber eksogenus dari nutrisi yang mengandung lemak yang dibawa oleh silomikron dari saluran pencernaan, dan sumber endogenus dari hati yang kemudian dibawa di dalam partikel VLDL. Di dalam pembuluh darah kapiler pada jaringan adiposa dan jaringan otot, VLDL dan silomikron mengalami reaksi hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan menjadi asam lemak bebas. Oleh sebab itu pada mulanya, hipertrigliseridemia terbagai menjadi tipe primer dan sekunder, namun pada era saat ini yang telah mengenal genomika dan klasifikasi kelainan trigliserida berdasarkan diagnosis molekular, telah diketahui bahwa penderita hipertrigliseridemia primer umumnya juga memiliki paling tidak satu faktor sekunder, dan sebaliknya.

Trigliseridemia primer

Silomikron yang menjadi pengusung trigliserida, umumnya akan terdegradasi dengan cepat dari dalam plasma darah oleh lipoprotein lipase dengan apolipoprotein C tipe 2 sebagai kofaktor, namun silomikron dapat bertahan hingga 12-14 jam setelah puasa seperti pada simtoma silomikronemia familial atau hiperlipoproteinemia tipe 1 dan hiperlipidemia tipe 5, dan menyebabkan fitur klinis yang dapat diamati seperti eruptive xanthomata, lipemia retinalis, hepatosplenomegali, simtoma neurologis fokal dan epigastrik dengan peningkatan risiko terjadi pankreatitis. Pada diagnosis biokimia sejauh ini, silomikronemia familial menunjukkan hilangnya aktivitas lipoprotein lipase di dalam plasma darah yang diobeservasi setelah pemberian heparin intravenus. Sedangkan hiperlipidemia tipe 5 lebih menunjukkan peningkatan plasma kolesterol.

Sedangkan hiperlipoproteinemia tipe 2B, yang masih dapat digolongkan sebagai trigliseridemia primer, merupakan tipe otosomal dengan peningkatan VLDL dan LDL, serta penurunan HDL. Sebuah gen USF1 disebut-sebut sebagai penyebab simtoma ini, meskipun beberapa gen lain seperti APOA5, LPL dan APOC3 telah mendapat klaim yang serupa.

Disbetalipoproteinemia familial atau hiperliproteinemia tipe 3, merupakan trigliseridemia yang ditandai dengan peningkatan residu lipoprotein yang masih mengandung trigliserida, yang disebut senyawa lipoprotein densitas intermediat atau β-VLDL, dan penurunan LDL. Penderita simtoma ini umumnya mempunyai homozigot, namun dengan ekspresi fenotipe yang biasanya memerlukan faktor induksi lain seperti obesitas, NIDDM dan hipotiroidisme.

Sedangkan hipertrigliseridemia familial, disebut juga hiperlipoproteinemia tipe 4, terjadi karena peningkatan VLDL yang tidak dapat mengusung trigliserida, meskipun terdapat silomikron yang berfungsi dengan baik. Penderita kelainan ini mengalami peningkatan moderat plasma trigliserida, dan sering disertai dengan rasio plasma HDL-C yang rendah. Tipe ini terkait dengan peningkatan penyakit kardiovaskular, obesitas, resistansi insulin, diabetes, hipertensi dan hiperurisemia.

Trigliseridemia sekunder

Beberapa kondisi metabolis seringkali dikaitkan dengan peningkatan plasma trigliserida, seolah-olah penderita simtoma trigliseridemia sekunder memiliki defisiensi metabolisme yang bersifat genetik. Obesitas, barangkali merupakan kondisi metabolis yang paling sering dikaitkan dengan hipertrigliseridemia, meskipun keterkaitan penyakit diabetes tipe 2 maupun konsumsi alkohol yang berlebihan juga sering ditemukan. Hal ini mungkin disebabkan karena manusia dengan jaringan adiposa visceral berlebih memang seringkali menunjukkan peningkatan plasma trigliserida yang disertai dengan rendahnya kadar HDL-C. Sekitar 80% pria dengan lingkar pinggang di atas 90 cm dan plasma trigliserida 2 mmol/L, memiliki 3 tanda metabolik yaitu: hiperinsulinemia, peningkatan Apo B dan partikel LDL, yang meningkatkan risiko kardiovaskular hingga 20 kali lipat.

Sindrom metabolik

Walaupun seringkali disfungsi insulin sebagai stimulan absorpsi glukosa ke dalam sel, dikatakan sebagai penyebab diabetes tipe 2, yang ditandai dengan hiperinsulinemia - pada penderita sindrom resistansi insulin yang tidak disertai diabetes tipe 2, hiperinsulinemia terjadi oleh karena sindrom metabolisme yang ditandai oleh glucose intolerance, dislipidemia dengan kadar trigliserida > 1.7 mmol/L dan rendahnya HDL-C, serta hipertensi.

Pada kasus di atas, hipertrigliseridemia yang terjadi baik pada sindrom metabolisme maupun diabetes tipe 2, disebabkan oleh peningkatan plasma VLDL, aktivitas cholesteryl ester transfer protein dan pasokan asam lemak ke dalam hati, serta defisiensi lipoprotein lipase.

Selain itu, lintasan metabolisme yang bersifat pro-aterogenik seperti obesitas, peningkatan LDL, peningkatan asam lemak bebas, disglisemia, peningkatan viskositas plasma, peningkatan molekul peradangan, gangguan fibrinolisis, protrombosis, juga sering dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi trigliserida.

Faktor alkohol

Peningkatan plasma VLDL juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol. Pada beberapa pengguna alkohol, pengukuran plasma trigliserida dapat tetap pada rentang normal oleh karena peningkatan adaptasi dari aktivitas lipolitik, meskipun demikian, alkohol tetap dapat mengganggu lintasan lipolisis, terutama pada penderita dengan defisiensi lipoprotein lipase.

Sindrom nefrotik

Selain fitur klinis utama berupa peningkatan plasma LDL-C, terjadi pula peningkatan Apo B yang mengandung lipoprotein termasuk VLDL. Salah satu mekanisme yang mendasari hal tersebut adalah sintesis albumin berlebih oleh hati untuk mengkompensasi simtoma albuminuria pada ginjal. Sedang uremia yang dikaitkan dengan peningkatan VLDL dapat terjadi oleh karena efek toksin dari metabolit uremik yang menjadi pertanda terganggunya lintasan lipolisis.

Masa kehamilan

Hipertrigliseridemia juga dapat terjadi sepanjang trimester ketiga masa kehamilan dengan konsentrasi mencapai sekitar 3x lipat tanpa konsenkuensi klinis yang berarti, walaupun hal ini dapat terjadi akibat terganggunya aktivitas lipoprotein lipase. Meskipun silomikronemia saat kehamilan sangat jarang terjadi, komplikasi dengan pankreatitis dapat berakibat fatal bagi ibu dan bayi yang dikandungnya.

Konsumsi obat

Penderita yang menjalani terapi anti-retroviral, terutama dengan penggunaan obat yang mengandung senyawa penghambat protease seperti ritovanir dan lopivanir, sering mengalami lipodistrofi, resistansi insulin dan dislipidemia; sekitar 50-80% menunjukkan simtoma hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia; dengan 26% peningkatan risiko kardiovaskular.

Pada suatu studi, perubahan penggunaan dari penghambat protease ke penghambat transkriptase-balik seperti senyawa nukleosida berupa stavudine, dan senyawa non nukleosida nevirapine dan efavirenz, dapat menurunkan kadar trigliserida hingga 25% meski masih terkadang dikaitkan dengan dislipidemia. Penambahan pravastatin atau asam bezafibrat lebih lanjut menurunkan hingga 40%, namun tidak dijelaskan apakah perubahan dan kombinasi obat tersebut tidak menurunkan efektivitas pengobatan anti-retroviral.

Selain itu, medikasi anti-psikotik juga dapat menyebabkan hipertrigliseridemia dan berdampak pada obesitas, hiperglisemia dan diabetes tipe 2, seperti clozapine, olanzapine, risperidone, quetiapine, aripiprazole dan ziprasidone. Penderita yang diharuskan mengonsumsi obat jenis ini guna kesembuhan selalu mendapat pengawasan plasma glukosa dan lipoprotein puasa disamping peningkatan berat tubuh.

Komplikasi yang dapat timbul

Beberapa simtoma utama yang dapat menjadi penyebab hipertrigliseridemia, antara lain adalah (1) familial hypertriglyceridemia, (2) familial combined hyperlipidemia, (3) congenital deficiency of lipoprotein lipase, (4) deficiency of apoprotein CII dan (5) familial dysbetalipoproteinemias, yang dapat bersinergi menjadi sebuah sindrom pemicu. Simtoma hipertrigliseridemia juga dapat bersinergi dengan simtoma berikutnya dan menimbulkan komplikasi.

Aterosklerosis

Keterkaitan antara trigliserida dan aterosklerosis didasari oleh mekanisme metabolik yang sangat rumit sehingga selama ini mengaburkan tiap kemungkinan yang dapat menunjukkan hubungan sebab akibat secara langsung dan gamblang. Silomikron tidak secara langsung bersifat aterogenik, meski terdapat beberapa kasus aterosklerosis pada penderita hipersilomikronemia. Namun residu silomikron, VLDL dan beta-VLDL bersifat aterogenik. Kandungan tinggi trigliserida yang terdapat pada lipoprotein, beserta residunya, dapat secara langsung menyebabkan pembentukan sel busa pada dinding pembuluh darah.

Pankreatitis

Walaupun beberapa penderita hipertrigliseridemia dapat mengalami pankreatitis ketika konsentrasi trigliserida puasa berada pada rentang 5-10 mmol/L, komplikasi dengan hipersilomikronemia mempertajam risiko klinis dan menyebabkan pengukuran trigliserida puasa berada pada rasio di atas 10 mmol/L. Nilai tersebut merupakan pembulatan dari ambang batas yang selama ini ditentukan secara empiris pada nilai 1000 mg/dL atau sekitar 11.3 mmol/L bagi umumnya manusia. Setelah nilai tersebut, sekresi pankreas berupa enzim lipase, termasuk lipoprotein lipase, sering terganggu. Namun, nilai ambang batas seseorang mengalami pankreatitis dapat bervariasi. Seseorang dapat hidup dengan konsentrasi trigliserida kronis di atas 40 mmol/L tanpa mengalami peradangan pankreas.

Radang pankreatitis yang diinduksi oleh trigliserida dapat didahului oleh nausea dan epigastrik oleh karena terjadi penurunan sekresi enzim amilase.

Terapi farmakologis

Pada umumnya, terapi tunggal dengan penggunaan obat perlu didahulukan dengan diet. Kombinasi terapi bisa diperlukan untuk kasus hipertrigliseridemia yang parah, namun perlu dilakukan dengan pengawasan ketat terhadap rasio serum enzim kreatina fosfokinase, transaminase seperti SGPT dan SGOT, dan kreatinina.

Asam fibrat

Penggunaan senyawa turunan asam fibrat seperti gemfibrozil, asam bezafibrat dan asam fenofibrat merupakan pilihan utama terapi hipertrigliseridemia hingga saat ini. Terapi dengan penggunaan asam fibrat umumnya berhasil dengan sangat baik dan jarang sekali dilaporkan terjadi efek samping berupa hepatitis atau miositis.

Asam fibrat dapat menurunkan plasma trigliserida hingga 50% dan meningkatkan plasma HDL-C hingga 20%, meski nilai tersebut bervariasi pada beberapa orang. Mekanisme yang terjadi antara lain berupa modulasi aktivitas peroxisome proliferator–activated receptor-α di dalam hati yang menurunkan sekresi VLDL dan meningkatkan lipolisis plasma trigliserida. Penurunan partikel LDL dan peningkatan HDL-C juga terjadi, namun saat terjadi peningkatan plasma LDL-C, hal tersebut merupakan pertanda bahwa perlu dilakukan perubahan atau penambahan jenis obat.

Statin

Obat dari golongan statin adalah penghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A reductase. Varian baru statin yang dikonsumsi pada dosis lebih tinggi dapat menurunkan plasma trigliserida dengan tajam, namun bagaimanapun juga, golongan ini bukanlah terapi pilihan utama saat trigliserida melewati 5 mmol/L. Namun kemampuan menurunkan risiko penyakit jantung koroner merupakan keunggulan statin yang telah banyak terbukti, terutama bagi penderita diabetes tipe 2.

Statin juga dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan sangat jarang menyebabkan miopati atau keracunan hepatik. Pada studi yang dilakukan The recent Fenofibrate Intervention and Event Lowering in Diabetes (FIELD) pada 1000 pasien yang mengonsumsi dua senyawa asam fibrat dan statin, tidak menunjukkan rabdomiolisis, dan penggunaan kombinasi kedua senyawa tersebut bagi terapi diabetes tipe 2 sedang diteliti oleh the ongoing Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes (ACCORD).

Niasin

Konsumsi asam nikotinat hingga 3 gram setiap hari dapat menurunkan plasma trigliserida hingga 45%, plasma LDL-C hingga 20% dan meningkatkan plasma HDL-C hingga 25%. Pada penelitian klinis sebelumnya, niasin menunjukkan pengurangan aktivitas kardiovaskular dan sering menyebabkan light-headedness, cutaneous flushing, atau pruritus. Efek samping tersebut dapat dikurangi dengan memulai terapi pada dosis rendah dengan peningkatan dosis secara bertahap atau dikombinasikan dengan konsumsi asam asetilsalisilat. Efek samping lain yang dapat timbul antara lain peningkatan enzim hepatik, plasma asam urat, gastrointestinal distress dan memburuknya toleransi glukosa.

Rujukan

  1. ^ (Inggris)"Hypertriglyceridemia: its etiology, effects and treatment". Schulich School of Medicine and Dentistry, University of Western Ontario; George Yuan, Khalid Z. Al-Shali, and Robert A. Hegele. Diakses tanggal 2011-05-03.