Lompat ke isi

Kadipaten Sumenep

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kadipaten Sumenep (Atau sering dikenal sebagai Kadipaten Madura), adalah sebuah monarki yang pernah menguasai seluruh Pulau Madura. Pusat pemerintahannya berada di Kota Sumenep sekarang. Selama bertahun-tahun, kadipaten ini diperintah oleh bangsawan elit Madura, Dinasti Cakraningrat.

Sejarah

Sejarah Sumenep zaman dahulu diperintah oleh seorang Raja (Adipati). Ada 35 Raja yang telah memimpin Kadipaten Sumenep. Dan, sekarang ini telah dipimpin oleh seorang Bupati. Ada 14 Bupati yang memerintah Kabupaten Sumenep. Mengingat sangat keringnya informasi/data yang otentik seperti prasati, Pararaton, dan sebagainya mengenai Raja Sumenep maka tidak seluruh Raja-Raja tersebut dapat terekspose satu persatu, kecuali hanya Raja-Raja yang menonjol saja popularitasnya.

Masa Pemerintahan Arya Wiraraja

Arya Wiraraja dilatik sebagai Adipati pertama Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269, yang sekaligus bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sumenep. Selama dipimpin oleh Arya Wiraja, banyak kemajuan yang dialami kerajaan Sumenep. Pria yang berasal dari desa Nangka Jawa Timur ini memiliki pribadi dan kecakapan/kemampuan yang baik. Arya Wiraja secara umum dikenal sebagai seorang pakar dalam ilmu penasehat/pengatur strategi, analisanya cukup tajam dan terarah sehingga banyak yang mengira Arya Wiraja adalah seorang dukun. Adapun jasa-jasa Arya Wiraja :

- Mendirikan Majapahit bersama dengan Raden Wijaya. - Menghancurkan tentara Cina/tartar serta mengusirnya dari tanah Jawa.

Dalam usia 35 Tahun, karier Arya Wiraja cepat menanjak. Mulai jabatan Demang Kerajaan Singosari kemudian dipromosikan oleh Kartanegara Raja Singosari menjadi Adipati Kerajaan Sumenep, kemudian dipromosikan oleh Raden Wijaya menjadi Rakyan Menteri di Kerajaan Majapahit dan bertugas di Lumajang. Setelah Arya Wiraja meninggalkan Sumenep, kerajaan di ujung timur Madura itu mengalami kemunduran. Kekuasaan diserahkan kepada saudaranya Arya Bangah dan keratonnya pindah dari Batuputih ke Banasare di wilayah Sumenep juga. Selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama Arya Danurwendo, yang keratonnya pindah ke Desa Tanjung. Dan selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama Arya asparati. Diganti pula oleh anaknya bernama Panembahan Djoharsari.

Selanjutnya kekuasaan dipindahkan kepada anaknya bernama Panembahan Mandaraja, yang mempunyai 2 anak bernama Pangeran Bukabu yang kemudian menganti ayahnya dan pindah ke Keratonnya di Bukabu (Kecamatan Ambunten). Selanjutnya diganti oleh adiknya bernama Pangeran Baragung yang kemudian pindah ke Desa Baragung (Kecamatan Guluk-guluk).

Masa Pemerintahan Pangeran Secodiningrat III

Pangeran Jokotole menjadi raja Sumenep yang ke 13 selama 45 tahun (1415-1460). Jokotole da adiknya bernama Jokowedi lahir dari Raden Ayu Potre Koneng, cicit dari Pangeran Bukabu sebagai hasil dari perkawinan bathin (melalui mimpi) dengan Adipoday (Raja Sumenep ke 12). Karena hasil dari perkawinan Bathin itulah, maka banyak orang yang tidak percaya. Dan akhirnya, seolah-olah terkesan sebagai kehamilan diluar nikah. Akhirnya menimbulkan kemarahan kedua orang tuanya, sampai akan dihukum mati. Sejak kehamilannya, banyak terjadi hal-hal yang aneh dan diluar dugaan. Karena takut kepada orang tuanya maka kelahiran bayi RA Potre Koneng langsung diletakkan di hutan oleh dayangya. Dan, ditemukan oleh Empu Kelleng yang kemudian disusui oleh kerbau miliknya.

Peristiwa kelahiran Jokotole, terulang lagi oleh adiknya yaitu Jokowedi. Kesaktian Jokotole mulai terlihat pada usia 6 tahun lebih, seperti membuat alat-alat perkakas dengan tanpa bantuan dari alat apapun hanya dari badanya sendiri, yang hasilnya lebih bagus ketimbang ayah angkatnya sendiri. Lewat kesaktiannya itulah maka ia membantu para pekerja pandai besi yang kelelahan dan sakit akibat kepanasan termasuk ayah angkatnya dalam pengelasan membuat pintu gerbang raksasa atas pehendak Brawijaya VII. Dengan cara membakar dirinya dan kemudian menjadi arang itulah kemudian lewat pusarnya keluar cairan putih. Cairan putih tersebut untuk keperluan pengelasan pintu raksasa. Dan, akhirnya ia diberi hadiah emas dan uang logam seberat badannya. Akhirnya ia mengabdi di kerajaan Majapahit untuk beberapa lama.

Banyak kesuksessan yang ia raih selama mengadi di kerajaan Majapahit tersebut yang sekaligus menjadi mantu dari Patih Muda Majapahit. Setibanya dari Sumenep ia bersama istrinya bernama Dewi Ratnadi bersua ke Keraton yang akhirnya bertemu dengan ibunya RA Potre Koneng dan kemudian dilantik menjadi Raja Sumenep dengan Gelar Pangeran Secodiningrat III. Saat menjadi raja ia terlibat pertempuran besar melawan raja dari Bali yaitu Dampo Awang, yang akhirnya dimenangkan oleh Raja Jokotole dengan kesaktiannya menghancurkan kesaktiannya Dampo Awang. Dan kemudian kekuasaannya berakhir pada tahun 1460 dan kemudian digantikan oleh Arya Wigananda putra pertama dari Jokotole.

Masa Pemerintahan Raden Ayu Tirtonegoro dan Bindara Saod

Raden Ayu Tirtonegoro merupakan satu-satunya pemimpin wanita dalam sejarah kerajaan Sumenep sebagai Kepala Pemerintahan yang ke 30. Menurut hikayat RA Tirtonegoro pada suatu malam bermimipi supaya Ratu kawin dengan Bindara Saod. Setelah Bindara Saod dipanggil, diceritakanlah mimpi itu. Setelah ada kata sepakat perkawinan dilaksanakan, Bindara Saodmenjadi suami Ratu dengan gelar Tumenggung Tirtonegoro.

Terjadi peristiwa tragis pama masa pemerintahan Ratu Tirtonegoro. Raden Purwonegoro Patih Kerajaan Sumenep waktu mencintai Ratu Tirtonegoro, sehingga sangat membenci Bindara Saod, bahkan merencanakan membunuhnya. Raden Purwonegoro datang ke keraton lalu mengayunkan pedang namun tidak mengenai sasaran dan pedang tertancap dalam ke tiang pendopo. Malah sebaliknya Raden Purwonegoro tewas di tangan Manteri Sawunggaling dan Kyai Sanggatarona. Seperti diketahui bahwa Ratu Tirtonegoro dan Purwonegoro sama-sama keturunan Tumenggung Yudonegoro Raja Sumenep ke 23.

Akibatnya keluarga kerajaan Sumenep menjadi dua golongan yang berpihak pada Ratu Tirtonegoro diperbolehkan tetap tinggal di Sumenep dan diwajibkan merubah gelarnya dengan sebutan Kyai serta berjanji untuk tidak akan menentang Bindara Saod sampai tujuh turunan. Sedang golongan yang tidak setuju pada ketentuan tersebut dianjurkan meninggalkan kerajaan Sumenep dan kembali ke Pamekasan, Sampang atau Bangkalan.

Masa Pemerintahan Panembahan Somala

Bindara Saod dengan isterinya yang pertama di Batu Ampar mempunyai 2 orang anak. Pada saat kedua anak Bindara Saod itu datang ke keraton memenuhi panggilan Ratu Tirtonegoro, anak yang kedua yang bernama Somala terlebih dahulu dalam menyungkem kepada Ratu sedangkan kakaknya mendahulukan menyungkem kepada ayahnya (Bindara Saod). Saat itu pula keluar wasiat Sang Ratu yang dicatat oleh sektretaris kerajaan. Isi wasiat menyatakan bahwa di kelak kemudian hari apabila Bindara Saod meninggal maka yang diperkenankan untuk mengganti menjadi Raja Sumenep adalah Somala. Setelah Bindara Saod meninggal 8 hari kemudian Ratu Tirtonegoro ikut meninggal tahun 1762, sesuai dengan wasiat Ratu yang menjadi Raja Sumenep adalah Somala dengan gelar Panembahan Notokusumo I.

Beberapa peristiwa penting pada zaman pemerintahan Somala antara lain menyerang negeri Blambangan dan berhasil menang sehingga Blambangan dan Panarukan menjadi wilayah kekuasaan Panembangan Notokusumo I. Kemudian beliau membangun keraton Sumenep yang sekarang berfungsi sebagai Pendopo Kabupaten. Selanjutnya beliau membangun Masjid Jamik pada tahuhn 1763, Asta Tinggi (tempat pemakaman Raja-Raja Sumenep dan keluarganya) juga dibangun oleh beliau.

Masa Pemerintahan Sultan Abdulrachman Pakunataningrat

Sultan Abdurrachman Pakunataningrat bernama asli Notonegoro putra dari Raja Sumenep yaitu Panembahan Notokusumo I. Sultan Abdurrachman Pakunataningrat mendapat gelar Doktor Kesusastraan dari pemerintah Inggris, karena beliau pernah membantu Letnan Gubernur Jendral Raffles untuk menterjemahkan tulisan-tulisan kuno di batu kedalam bahasa Melayu. Beliau memang meguasai berbagai bahasa, seperti bahasa Sansekerta, Bahasa Kawi, dan sebagainya. Dan, juga ilmu pengetahuan dan Agama. Disamping itu pandai membuat senjata Keris. Sultan Abdurrachman Pakunataningrat dikenal sangat bijaksana dan memperhatikan rakyat Sumenep, oleh karena itu ia sangat disegani dan dijunjung tinggi oleh rakyat Sumenep sampai sekarang.

Daftar Paanembahan (Adipati) Sumenep

No. Nama Tempat Keraton Tahun Keterangan
1. Aria Wiraraja I (Aria Banyak Wedi) Batuputih 1269-1292 Otak pendiri Kerajaan Majapahit
2. Aria Wiraraja II (Ario Bangah) Banasare 1292-1301
3. Aria Danurwendo (Lembu Sarenggono) Aeng Anyar 1301-1311
4. Aria Assrapati 1311-1319
5. Panembahan Joharsari Bluto 1319-1331
6. Panembahan Mandaraga (R. Piturut) Keles 1331-1339
7. Pangeran Ario Wotoprojo Bukabu 1339-1348
8. Pangeran Ario Notoningrat Baragung 1348-1358
9. Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat I (R. Agung Rawit) Banasare 1358-1366
10. Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat II (Tumenggung Gajah Pramono) Banasare 1366-1386
11. Kanjeng Pangeran Ario Pulang Jiwo (Panembahan Blongi) Bolingi / Poday 1386-1399
12. Kanjeng Pangeran Ario Adipoday (Ario Baribin) Nyamplong / Poday 1399-1415
13. Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat III (Pangeran Jokotole) Banasare 1415-1460 Pendiri Benteng Kalimo'ok melawan orang-orang Bali Awang pendiri pintu Gerbang Kerajaan Majapahit
14. Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat IV (R. Wigonando) Gapura 1460-1502
15. Kanjeng Pangeran Ario Secodingrat V (R. Siding Purih) Parsanga 1502-1559 Patoh Takundur
16. Kanjeng Tumenggung Ario Kanduruwan Karang Sabu 1559-1562
17. Kanjeng Pangeran Ario Wetan dan Kanjeng Pangeran Ario Lor 1562-1567
18. Kanjeng Pangeran Ario Keduk II (R. Keduk) 1567-1574
19. Kanjeng Pangeran Ario Lor II (R. Rajasa) 1574-1589
20. Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro I (R. Abdullah) Karang Toroy 1589-1626
21. Kanjeng Pangeran Ario Anggadipa Karang Toroy 1626-1644
22. Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih dari Sampang Karang Toroy 1644-1648
23. Kanjeng Tumenggung Ario Yudonegoro (R. Bugan) Karang Toroy 1648-1672
24. Kanjeng Tumenggung Ario Pulang Jiwo dan Kanjeng Pangeran Ario Sepuh Karang Toroy 1672-1678
25. Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro II (P. Romo) Karang Toroy 1678-1709
26. Kanjeng Pangeran Ario Purwonegoro (RT. Wiromenggolo) Karang Toroy 1709-1721
27. Kanjeng Tumenggung Ario Cokronegoro III (R. Ahmat alias Pangeran Ario Jimat) Karang Toroy 1721-1744
28. R. Alza Alias Pangeran Lolos Karang Toroy 1744-1749 Lolos dalam penyergapan K. Lesap
29. K. Lesap Karang Toroy 1749-1750 Pimpinan sementara diserahkan Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro
30. Gusti Raden Ayu Tirtonegoro R. Rasmana & Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro (Bindara Saod) Pajagalan 1750-1762 Pemerintahan diserahkan pada suaminya
31. Panembahan Sumolo Asirudin Pajagalan 1762-1811 Pendiri Masjid Jamik
32. Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I (Raden Ario Notonegoro) Pajagalan 1811-1854 Kerajaan Sumenep
33. Panembahan Notokusumo II (Raden Ario Moch. Saleh) Pajagalan 1854-1879
34. Kanjeng Pangeran Ario Pakunataningrat II (Pangeran Mangkuadiningrat) Pajagalan 1879-1901
35. Kanjeng Pangeran Ario Pratamingkusumo Pajagalan 1901-1926
36. Kanjeng Tumenggung Ario Prabuwinoto Pajagalan 1926-1929