Penyergapan kafilah
Penyergapan Kafilah mengacu pada serangkaian serangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi, melawan kaum Quraisy dari Mekah. Mereka melakukan serangan penyergapan dan melakukan perampasan barang-barang perdagangan milik kafilah Quraisy. [1] Muslim menyatakan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekah.[2][3]
Latar Belakang
Para pengikut Nabi Muhammad mulai mengalami kemiskinan, dan mulai pada bulan Januari 623 beberapa dari mereka berusaha menyerang kafilah yang melakukan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekah ke Syria. Kehidupan berkelompok sangat penting untuk kelangsungan hidup di daerah gurun, karena orang-orang membutuhkan satu sama lain dalam mempertahankan hidup terhadap lingkungan yang keras. Pengelompokan dilakukan berdasarkan suku, sehingga memiliki kekerabatan hubungan darah.[4] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap. Yang pertama hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain guna mencari air dan padang rumput bagi kambing domba mereka, sementara yang menetap hidup dengan melakukan perdagangan dan pertanian. Kelangsungan hidup nomaden (atau Badui) sebagian juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis;. sehingga mereka tidak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[5][6]
Serangan Pertama
Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamza bin Abd' al-Muthalib (salah seorang paman Muhammad), tujuh sampai sembilan bulan setelah Hijrah. Sekitar 30-40 orang berkumpul di daerah pesisir dekat al-Is, di antara Mekah dan Madinah, di mana Abu Jahl (Amr Bin Hisham), pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekah. Hamzah bertemu Abu Jahl di sana bermaksud untuk menyerang kafilah, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraish yang bersahabat kepada kedua pihak, campur tangan sehingga di antara kedua pihak, tidak terjadi pertempuran. Hamzah kembali ke Medinah dan Abu Jahl melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Mekah.[7]
Serangan Kedua
Ubaidah bin al-Harith memimpin serangan kedua.Serangan ini dilakukan sembilan bulan setelah hijrah, beberapa minggu setelah yang pertama di al-Is. Sekitar satu bulan kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk melakukan serangan lain terhadap kafilah Quraish yang kembali dari Suriah yang dilindungi oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Abu Sufyan bin Harb. Para Muslim menuju Thanyatul-Murra, tempat minum di Hejaz. Tidak ada pertempuran yang terjadi, kaum Quraish berada cukup jauh dari penyerang Islam berada, sehingga tidak memungkinkan melakukan penyergapan. Namun Sa`d bin Abi Waqqas menembak panah ke arah Quraish yang dikenal sebagai panah Islam pertama.[8] Meskipun demikian tidak ada pertempuran yang terjadi, dan penyerang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang lainnya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama. [9]
Serangan Ketiga
Sa`d bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan setelah serangan sebelumnya. Sa'd, dengan pasukannya, menunggu di lembah Kharrar, sebuah jalur menuju ke Mekah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilah ternyata sudah berlalu dan Muslim kembali ke Medina terjadi pertempuran.
Penggerebekan di Waddan
Serangan keempat, dikenal sebagai Perang Waddan, adalah serangan pertama di mana Muhammad ikut ambil bagian[10] Dua belas bulan setelah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan (Abwa) Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik Quraish dan Bani Dzamrah. Para penyerang tidak berhasil mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraish[11] Tetapi kafilah-kafilah dari Bani Dzamrah berhasil dicegat[12] Negosiasi dimulai dan kedua pemimpin menandatangani perjanjian tidak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tidak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan Quraish, dan Muhammad berjanji untuk tidak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka. Menurut sarjana muslim al-Zurqani, ketentuan pakta / perjanjian pergi sebagai berikut:
"Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana ia (Muhammad) jaga keselamatan dan keamanan dari nyawa dan harta mereka. Mereka dapat meminta bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Diharapkan bagi mereka untuk membantu nabi bila dimintai bantuan"[13] [14]
[15]"[14]
Pencegatan di Buwat
Pada serangan ke lima, Perang Buwat, Muhammad kembali memimpin serangan kelima.[11] Sebulan setelah serangan di al-Abwa, ia secara pribadi memimpin dua ratus orang Muhajir dan Ansar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraish. Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini, disertai oleh seratus tentara di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraish. Tujuan dari serangan ini adalah untuk merampok kafilah Quraish yang kaya akan harta hasil perdagangan. Tidak ada pertempuran terjadi dan tidak ada rampasan yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena rute yang dilewati kafilah, tidak diketahui. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah mesjid dibangun di tempat tersebut. Ini adalah serangan di mana beberapa Ansar ambil bagian untuk pertama kalinya. [16]
Serangan Keenam
Dua atau tiga bulan setelah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Abu Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah saat ia sedang pergi memimpin serangan lain. Antara 150 dan 200 pengikut bergabung menuju al-Ushayra, sebuah daerah di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadi akhir. Mereka telah tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka berharap untuk menyerang kafilah Mekah yang kaya raya yang sedang menuju ke Syria dipimpin oleh Abu Sufyan. Muhammad memiliki informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekah sudah lewat. Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Mudlej, sebuah suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Ia juga menandatangani perjanjian lain yang dibuat dengan Banu Dzamrah sebelumnya. Semua perjanjian memberikan keunggulan dalam hubungan politis baginya.[17]
Serangan Nakhla
Perang Nakhla adalah Pencegatan Kafilah yang ketujuh dan serangan pertama yang dilakukan berhasil melawan Mekah. Setelah kembali dari Ekspedisi Safwan, Muhammad mengirim Abdullah ibn Jahsh untuk melakukan 8 atau 12 kali operasi intelijen. Abdullah bin Jahsh adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Abu Haudhayfa, Abdullah bin Jahsh, Ukkash ibn Mihsan, Utba b. Ghazwan, Sa'd bin Abi Waqqas, Rabia bin Amir, Abdullah bin Waqid dan Khalid ibn al-Bukayr. Salah satu anggota Abdullah bin Jahsh's, Ukas bin Mihsan, telah mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraish bahwa mereka akan melaksanakan Haji kecil (Umrah), ketika itu merupakan bulan Rajab, dimana peperangan dilarang. Ketika orang Quraish melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa kelompok tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai mendirikan kemah. Karena saat itu sedang bulan Rajab, baik pada awal Rajab, atau pada akhir (pendapat para ahli sejarah berbeda-beda), yang merupakan satu dari empat bulan suci adanya larangan total bagi peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsh pada awalnya ragu untuk menyerang kafilah. Namun, setelah berunding, kelompok tidak ingin kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk melakukan perampasan. Sementara mereka (kaum Quraish) sedang sibuk menyiapkan makanan, Muslim menyerang mereka. Quraish kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraish, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsh kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraish. Para pengikut merencanakan untuk memberikan seperlima dari rampasan kepada Nabi.
Kaum Quraish menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Muslimin di bulan suci (bulan haram). Karena waktunya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang telah terjadi. Dia memarahi mereka (kaum Muslim) untuk berperang di bulan suci, dengan mengatakan: "Aku tidak menyuruh kalian untuk berperang di bulan haram"
Catatan Kaki
- ^ Gabriel, Richard A. (2008), Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602
- ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
- ^ See:
- Watt (1964) p. 76;
- Peters (1999) p. 172
- Michael Cook, Muhammad. In Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, page 309.
- ^ Watt (1953), pp. 16-18
- ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological,2005, p.224
- ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, p.4-5
- ^ Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
- ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
- ^ Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
- ^ The Sealed Nectar,Page 244, By Saifur Rahman al Mubarakpuri
- ^ a b Haykal, Husayn (1976), The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177
- ^ The Sealed Nectar,Page 244, By Saifur Rahman al Mubarakpuri
- ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
- ^ The Sealed Nectar,Page 244, By Saifur Rahman al Mubarakpuri
- ^ Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
- ^ Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
- ^ Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"