Lompat ke isi

Masjid Raya Ganting

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 September 2011 15.55 oleh Mamasamala (bicara | kontrib) (lengkapi informasi)
Masjid Raya Ganting
Berkas:Masjidrayaganting.jpg
Masjid Raya Ganting
PetaKoordinat: 0°57′16.200″S 100°22′10.020″E / 0.95450000°S 100.36945000°E / -0.95450000; 100.36945000
Agama
AfiliasiIslam
Lokasi
LokasiKota Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Arsitektur
TipeTimur Tengah dan Eropa
Rampung1810
Menara1

Masjid Raya Ganting adalah salah satu masjid di Sumatera Barat yang terletak di kelurahan Ganting, kecamatan Padang Timur, Kota Padang.[1].

Dalam perjalanan sejarah Kota Padang, masjid ini turut memberikan andil. Selain lokasi pengembangan agama Islam di pulau Sumatera, juga pernah dijadikan lokasi Jambore Hizbul Wathan se-Indonesia pada tahun 1932 [2]. Kemudian, pada tahun 1942, presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno, pernah menginap di salah satu rumah yang ada di belakang masjid dan melaksanakan salat di masjid ini, bahkan memberikan pidato.[3]

Sejarah

Masjid Raya Ganting di tahun 1900-1923
Berkas:Atapmasjidganting.jpg
Masjid Raya Ganting dengan atap yang berbentuk tumpang

Sebelumnya masjid ini berada di kaki Gunung Padang, sebelum dipindahkan ke lokasi sekarang, dibuat dari bahan kayu dan atap yang dibuat dari rumbia. Atas prakarsa dari tokoh masyarakat setempat, Angku Gapuak (saudagar), Angku Syekh Haji Uma (tokoh masyarakat), dan Angku Syekh Kapalo Koto (ulama) bersepakat untuk melanjutkan pembangunan masjid yang lebih baik lagi pada tahun 1805.[2]

Masjid yang memiliki bentuk arsitektur Timur Tengah dan Eropa ini, didirikan di atas tanah wakaf Suku Caniago yang biayanya diperoleh dari para suadagar dan ulama-ulama Minangkabau. Pembangunan masjid ini mendapat simpati dari salah seorang anggota Corps Genie Belanda berpangkat kapten yang menjabat sebagai Komandan Genie daerah Gouvernement Sumatra's Westkust (Sumatera Tengah) yang berkantor di daerah kantin (sekarang jalan Sisingamangaraja, Padang). Pada tahun 1810 pembangunan masjid inipun dapat diselesaikan.

Arsitektur

Masjid Ganting berdiri di atas lahan seluas 102 x 95,6 m persegi, dan memiliki halaman yang cukup luas untuk menampung banyaknya jamaah yang melaksanakan Shalat Ied di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.[4]

Bangunan masjid ini berbentuk persegi panjang yang simetris berukuran 42 x 39 m, dengan atap berbentuk tumpang berjumlah 5 tingkat. Bangunan terbagi atas serambi muka (12 x 39 m), serambi kanan (30 x 4,5 m), serambi kiri (30 x 4,5 m), dan ruang utama (30 x 30 m). Sokoguru (tiang utama) masjid berjumlah 25 buah yang berbentuk segi enam dengan diameter 40 cm dan tinggi mencapai 4,2 meter yang terbuat dari beton [4].

Di sebelah selatan dan belakang masjid terdapat beberapa makam, salah satu makam yang ada di selatan masjid adalah makam Angku Syekh Haji Uma, pemrakasa pembuatan Masjid Raya Ganting.

Peristiwa Penting

Beberapa peristiwa penting dalam sejarah juga pernah terjadi di masjid ini, diantaranya: [2].

Gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau

Pada tahun 1918, berkumpullah seluruh ulama pembaharuan agama Islam di Minangkabau di Masjid Raya Ganting. Pertemuan itu untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh untuk melaksanakan pemurnian ajaran agama Islam yang saat itu masih diwarnai oleh pemahaman mistik dan khufarat yang merupakan peninggalan agama Budha dan Hindu yang sebelumnya juga berkembang dikalangan masyarakat Minangkabau saat itu.

Embarkasi Haji pertama di Sumatera Tengah

Dengan berfungsinya pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur) menjadikan Masjid Raya Ganting sebagai Embarkasi Haji pertama di Sumatera Tengah (saat itu). Dari Masjid inilah diberangkatkan calon jemaah haji melalui pelabuhan Emmahaven menuju Mekkah.

Sekolah Thawalib pertama di kota Padang

Pada tahun 1921, Syech H. Karim Amarullah (Ayah dari Buya Hamka) mendirikan sekolah Thawalib didalam pekarangan Masjid Raya Ganting sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat kota Padang saat itu. Alumni dari sekolah ini mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang merupakan cikal bakal partai Masyumi.

Tempat mengungsi Bung Karno

Di tahun 1942 Jepang mulai menduduki Indonesia, saat itu Soekarno yang ditahan Belanda di Bengkulu diungsikan oleh Belanda ke Kota Cane (Aceh), namun ketika rombongan pasukan Belanda baru sampai di Painan, tentara jepang sudah sampai di Bukittinggi. Belandapun merubah rencana semula dengan mengungsi ke Barus dan meninggalkan Bung Karno di Painan.

Selanjutnya oleh Hizbul Wathan yang bermarkas di Masjid Raya Ganting saat itu, Bung Karno dijemput ke Painan untuk dibawa ke Padang dengan menggunakan kendaraan pedati. Beberapa hari kemudian Bung Karno dibawa ke Padang dan menginap di salah satu rumah pengurus Masjid Raya Ganting.

Tempat pembinaan prajurut Gyugun dan Hei Ho

Selama pendudukan tentara Jepang (1942 – 1945) di Sumatera Tengah (saat itu), Masjid Raya Ganting menjadi tempat pembinaan prajurit Gyugun dan Hei Ho, yang merupakan kesatuan tentara pribumi yang dibentuk Jepang .

Kunjungan beberapa pejabat tinggi negara

Sejak tahun 1950, Masjid Raya Ganting semakin ramai dikunjungi beberapa pejabat tinggi negara, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Tercatat dari bebrapa pejabat negara yang pernah berkunjung ke Masjid Raya Ganting antara lain, Mohammad Hatta, Hamengkubuwana IX, Achmad Syaichu, Abdul Haris Nasution, dan beberapa tokoh lainnya.

Referensi

  1. ^ www.indosiar.com Masjid Ganting Tertua di Padang
  2. ^ a b c Website Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang Masjid Raya Gantiang
  3. ^ Soekarno (1990). Bung Karno dan Islam: kumpulan pidato tentang Islam, 1953-1966. Haji Masagung. ISBN 979-412-167-3. 
  4. ^ a b Masjid Ganting Tertua di Padang