Lompat ke isi

Prasasti Sapi Kerep

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Prasasti Sapi Kerep (berangka tahun 1275 Masehi) adalah prasasti berupa delapan lempeng tembaga beserta kotaknya yang masih utuh, yang ditemukan di sebuah sawah milik seorang petani di Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, pada bulan Februari-Maret 2001. Prasasti Sapi Kerep yang kini disimpan di Museum Mpu Tantular, Surabaya.[1]

Isi prasasti

Prasasti Sapi Kerep memberikan informasi tambahan mengenai sejarah Singasari. Dalam prasasti ini disebutkan tentang pembangunan 'Sri Rameswarapura' di masa Kertanegara, suatu bangunan yang dianggap untuk penghormatan kepada Wisnuwardhana. Dengan demikian bangunan penghormataan (pendharmaan) Wisnuwardhana yang diketahui menjadi tiga, yaitu Candi Jago di Malang, Candi Weleri di Blitar, dan Sri Rameswarapura. Besar kemungkinan Sri Rameswarapura masih berada di dekat penemuan Prasasti Sapi Kerep di Sukapura, yang termasuk kawasan Gunung Bromo-Tengger.[1]

Prasasti Sapi Kerep juga menyebutkan adanya pembagian tanah oleh Kertanegara kepada para pejabat tinggi yang pernah berjasa bagi Kerajaan Singasari, yang luasnya sesuai dengan tingkat jabatan masing-masing. Nama-nama pejabat menggunakan istilah-istilah untuk sebutan hewan, seperti Kerbau, Lembu, Gajah, atau Harimau. Prasasti menyebutkan pula bahwa masyarakat di sekitar Sri Rameswarapura diwajibkan untuk memelihara bangunan tersebut.[1]

Pembacaan

Pembacaan sementara prasasti Sapi Kerep di lokasi penemuan, dilakukan bersama oleh Prof Dr Moehammad Habib Mustopo (guru besar sejarah di Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang) dan Dr Machi Suhadi (epigraf dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jakarta).

Menurut Habib Mustopo, ada bagian yang sangat penting dari prasasti yang belum ditemukan, yaitu bagian sambandha atau bagian yang menunjukkan alasan untuk apa prasasti itu dikeluarkan Kertanegara dan untuk apa didirikannya Sri Rameswarapura. Dari delapan lempeng Prasasti Sapi Kerep yang sudah ditemukan, seharusnya memiliki kelengkapan jumlah mencapai 16 lempeng. Ada delapan lempeng lagi yang kini belum diketemukan.[1]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d Intrik Berdarah Tak Jemu-jemu, Kompas, 31 Maret 2003, dalam Katherine Purwanto, Laporan Hasil Penelitian: Candi Jago Dan Cerita Kunjarakarna Dalam Konteks Masa Kini, Lampiran D, Universitas Muhammadiyah Malang kerjasama dengan Australian Consortium for In-country Indonesian Studies, Mei 2005, Malang