Bhumibol Adulyadej
Bhumibol Adulyadej | |
---|---|
Raja Thailand | |
Berkuasa | 9 Juni 1946 – petahana (78 tahun, 196 hari) |
Penobatan | 5 Mei 1950 |
Pendahulu | Ananda Mahidol |
Pangeran Makhota | Maha Vajiralongkorn |
Perdana Menteri | lihat juga
|
Pasangan | Sirikit Kitiyakara (Sejak 28 April 1950) |
Keturunan | Putri Ubolratana Rajakanya HRH Pangeran Makhota Maha Vajiralongkorn HRH Putri Maha Chakri Sirindhorn HRH Putri Chulabhorn Walailak |
Wangsa | Kerajaan Mahidol Dinasti Chakri |
Ayah | Mahidol Adulyadej, Pangeran Songkla |
Ibu | Srinagarindra |
Agama | Buddha Theravada |
Tanda tangan |
Paduka Yang Mulia Raja Kondom Bhumibol Adulyadej (bahasa Thai: ภูมิพลอดุลยเดช; IPA: pʰu:mipʰon adunjadeːt; ⓘ) (lahir 5 Desember 1927) atau dikenal sebagai Raja Rama IX adalah Raja Thailand sejak 9 Juni 1946. Ia menjadi raja sejak usia 19 tahun. Ia merupakan anggota Dinasti Chakri yang bersekolah di Sekolah Mater Dei (Bangkok). Putra Pangeran Mahidol Adulyadej ini melanjutkan sekolah dasarnya ke Lausanne ketika sebagian keluarganya pindah ke Swiss. Ia menjadi sangat terkenal di dunia berkaitan jabatannya sebagai Kepala Negara.
Ia menghabiskan pendidikan SLTA di Lausanne dan mendapat nilai tinggi pada Sastra Perancis, Latin, dan Yunani. Ia kemudian belajar Ilmu Pengetahuan di Universitas Lausanne ketika kakaknya (Ananda Mahidol) menjadi raja tahun 1935. Tetapi, kematian misterius kakaknya di bulan Juni 1946 menjadikannya raja pada 9 Juni 1946.
Saat itu, ia tidak langsung naik takhta karena diminta menyelesaikan studinya di Swiss. Ia diminta belajar hukum dan ilmu politik yang berguna sebagai raja. Saat akhir studi, ia sering melihat pabrik otomotif di Perancis dan bertemu dengan sepupu jauhnya (Mom Rajawongse Sirikit Kitiyakara) yang juga seorang putri Duta Besar Thailand di Paris.
Cinta pun bersemi. Sirikit diminta meneruskan sekolah di Lausanne. Pada Juli 1949, keduanya bertunangan dan menikah pada Mei 1950. Pernikahan keduanya membuahkan empat anak, yaitu seorang putra dan tiga putri. Putra-putri raja terlibat penuh dalam proyek-proyek raja.
Bhumibol memerintah dengan seorang wakil raja hingga tahun 1950 dan naik takhta sebagai Raja Rama IX. Kepemimpinannya mendapat tempat di hati rakyat karena sentuhan-sentuhan pribadinya. Penggemar musik jazz dan lagu kontemporer, ia memperoleh anggota kehormatan dari Institut Musik dan Seni Wina (Austria). Ia selalu memberi waktu untuk menyerahkan diploma pada setiap lulusan universitas negeri di Thailand. Tugasnya itu kemudian diambil alih oleh putra-putri raja.
Raja yang gemar fotografi dan mengarang atau menerjemahkan ini dikenal seorang atlet berlayar dan memperoleh medali emas dalam Asian Games (SEA GAMES) pada tahun 1967 di Manila (Filipina). Ia juga selalu kontak dengan atlet-atlet negaranya yang meraih medali emas. Pada awal Juni 2006, raja merayakan peringatan ke-60 tahun kenaikan takhta. Para raja atau keluarga kerajaan dari 25 negara menghadiri acara peringatan tersebut.
Ketika berolahraga jalan kaki di sekitar istana pada 24 Juni 2006, raja terjatuh. Akibatnya terjadi keretakan di tulang iga, memar-memar pada punggung dan pundak. Kejadian ini turut menurunkan kesehatan raja yang juga telah menderita sumsum tulang belakang pada 1995. Kondisi itu didiagnosis sebagai penyakit tulang belakang yang terjepit pada 2003 dan raja telah mendapatkan terapi fisik penyembuhan sejak tahun 2005. Pada 20 Juni 2006, Raja masuk Rumah Sakit Siraraj di Bangkok untuk menjalani operasi tulang belakang dan ia datang bersama permaisuri Ratu Sirikit, empat anaknya, dan para cucu.
Dunia politik
Sebenarnya, raja enggan memasuki koridor politik. Tetapi, ketika menyangkut kehidupan rakyat banyak, ia tak bisa tinggal diam. Tahun 1973, secara jelas, ia menghendaki Marsekal Thanom Kittikachorn mundur dari rezim militer dan membentuk pemerintahan demokrasi. Menyusul kudeta tahun 1991, raja kemudian mendesak rezim militer pimpinan Jenderal Suchinda Kraprayoon mengadakan pemilu. Rakyat marah karena partai pemenang pemilu tahun 1992 menempatkan Jenderal Suchinda sebagai perdana menteri.
Raja memanggil Jenderal Suchinda dan Mayjen Chamlong Srimuang yang pro-demokrasi. Kedua jenderal menghadap raja sambil berlutut. Raja hanya minta agar demokrasi ditegakkan. Sejak itu, kudeta militer menjadi tabu. Pada ulang tahunnya yang ke-78 di tahun 2005, raja mengkritik Perdana Menteri Thaksin Shinawatra agar bersedia menerima kritik karena itu adalah konsekuensi sebagai pemimpin.
"Jika Anda berpikir dia bertakhta untuk kekuasaan, Anda salah," demikian komentar umum tentang Raja Bumibol di Thailand dalam rangka Peringatan 50 Tahun Raja Bhumibol bertakhta pada tahun 1996 lalu.[1]
Bhumibol sendiri pada pidato ulang tahunnya pada tahun 2005 menyatakan bahwa ia tidak melarang dirinya dikritik. "Saya juga mesti dikritik. Saya tidak takut jika kritikan tersebut terkait dengan kesalahan yang saya lakukan karena dengan begitulah saya sadar telah melakukan kesalahan. Jika raja dikatakan tidak bisa dikritik, itu artinya raja bukan manusia," kata sang raja. "Anggapan bahwa raja tidak mungkin berbuat salah adalah penghinaan karena itu artinya raja bukan manusia. Saya bisa berbuat salah dan saya tidak takut dikritik langsung," kata sang raja.[2]
Kepemimpinannya yang telah 60 tahun di Thailand menjadikan raja sebagai kepala negara terlama di dunia. Keteladanan serta integritas Raja Bhumibol dirasa pantas diambil contoh. Hak dan kesejahteraan petani pun diambil seperti terlihat dengan kebijakan impor beras. Baginya, petani adalah segalanya. Raja juga mengharapkan kepada para politikus, aparat negara, dan segenap lapisan masyarakat untuk tidak selalu melibatkan raja agar terjadi proses pembelajaran politik di negaranya.
Referensi
- ^ "Thailand Mendalami Proyek Kerakyatan". 21 September 2003. Diakses tanggal 2009-12-20.
- ^ "Royal Birthday Address: 'King Can Do Wrong'". National Media. 5 December 2005. Diakses tanggal 2007-09-26.
Lihat pula
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Ananda Mahidol |
Raja Thailand 1946– |
Diteruskan oleh: Belum Ada |