Lompat ke isi

Muktazilah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di Basra, Irak, di abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atho (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atho berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.

Mu’taziliyah memiliki 5 ajaran pokoq, yakni :

  1. Tauhid. Mereka berpendapat :
  • Tak mengakui sifat Allah SWT, sebab yang dikatakan orang sebagai sifatNya ialah dzatNya sendiri.
  • al-Qur-an ialah makhluk.
  • Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Ia.
  1. KeadilanNya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya.
  2. Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
  3. Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan Wasil bin Atho yang membuatnya berpisah dari gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik.
  4. Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.

A liran Mu’taziliyah berpendapat dalam masalah qada dan qadar, bahwa manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan perbuatannya, sebab ia sendirilah yang menciptakannya.

Tokoh-tokoh Mu’taziliyah yang terkenal ialah :

  1. Wasil bin Atho, lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
  2. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah.
  3. an-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.
  4. Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahab/al-Jubba’i (849-915 M).

Meski kini Mu’taziliyah tiada lagi, namun pemikiran rasionalnya sering digali cendekiawan Muslim dan nonmuslim.