Lompat ke isi

Pantai Lovina

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pura di pantai

Pantai Lovina atau Lovina terletak sekitar 9 Km sebelah barat kota Singaraja, ini merupakan salah satu obyek wisata yang ada di Bali Utara. Wisatawan baik asing maupun lokal banyak yang berkunjung ke sana, selain untuk melihat pantainya yang masih alami, juga untuk melihat ikan lumba-lumba yang banyak terdapat di pantai ini. Dengan menyewa perahu nelayan setempat, kita dapat mendekati lumba-lumba. Berbagai penginapan mulai dari Inn hingga Cottages tersedia dengan harga yang sangat terjangkau.

Sejarah Lovina. Menyinggung sejarah Lovina, tentunya tidak bisa lepas dengan sosok Anak Agung Panji Tisna. Sekitar 1950-an, Anak Agung Panji Tisna, pernah melakukan perjalanan ke beberapa negara di Eropa dan Asia. Apa yang menarik perhatian beliau terutama adalah kehidupan masyarakat di India. Dia tinggal beberapa minggu di Bombay (sekarang Mumbai). Cara hidup dan kondisi penduduk di sana, serta merta mempengaruhi cara pikir dan wawasan beliau ke depan untuk Bali, terutama pembangunan kesejahteraan masyarakt di Kabupaten Buleleng. Sementara itu, Panji Tisna juga melihat suatu tempat yang ditata indah untuk orang-orang berlibur di pantai. Tanah tersebut memiliki kesamaan dengan tanah miliknya di pantai Tukad Cebol - Buleleng - Bali Utara, yang juga terletak di antara dua buah aliran sungai. Inspirasi Panji Tisna muncul untuk membangun sebuah peristirahatan seperti itu. Sekarang, hanya perlu nama. Beliau melanjutkan perjalanannya ke daerah pegunungan. Sementara itu beliau mengingat kebun jeruknya di pegunungan desa Seraya, Buleleng, Bali, 2 kilometer dari garis pantai. Akhirnya, beliau tiba di atas bukit, tepatnya di desa di pinggiran kota yang gersang, di wilayah Maharashtra, beberapa ratus meter di atas permukaan laut. Sebuah pemandangan yang menawan di mana beliau menemukan sebuah kota kecil bernama "Lovina"!. Beliau serta merta menyukai nama itu. Kedengannya, seperti nama seorang wanita dari daratan Eropa.

Pemunculan Lovina di Bali. Kembali dari luar negeri pada tahun 1953, Anak Agung Panji Tisna segera menyatakan inspirasinya dan mulai membangun di tanah miliknya, sebuah pondok bernama "LOVINA". Tempat itu dimaksud untuk para “pelancong”, istilah sekarang “turis”, untuk berlibur. Dilengkapi dengan 3 kamar tidur utuk menginap dan sebuah restoran kecil dekat di pinggir laut. Waktu itu, beberapa pengamat bisnis mengkawatirkan, bahwa rencana Panji Tisna tidak akan berhasil seperti yang diharapkan. Terlalu awal waktunya untuk membuat usaha sejenis itu di pantai terpencil seperti pantai di Tukad Cebol. Pengamat budaya lokal menyatakan, "Lovina" adalah sebuah kata asing, bukan lafal lidah Bali. Selanjutnya lagi, tidak ada huruf "v" dalam aksara Bali. Komentar lain mengatakan dengan tegas, jangan menggunakan kata “Lovina”, sebaiknya dihapus saja.

Anak Agung Panji Tisna, pada tahun 1959, menjual Penginapan Lovina kepada kerabatnya yang lebih muda, Anak Agung Ngurah Sentanu, 22 tahun, sebagai pemilik dan manajer. Bisnis ini berjalan cukup baik. Namun, tidak ada pelancong atau turis. Hanya datang beberapa teman Panji Tisna berasal dari Amerika dan Eropa, serta pejabat pemerintah daerah dan para pengusaha untuk berlibur. Merasa beruntung juga, karena pada hari-hari khusus seperti hari Minggu dan hari libur, juga pada hari raya seperti Galungan dan Kuningan banyak orang termasuk pelajar yang datang menikmati suasana alam pantai.

Karma dalam kehidupan Lovina. Sejak jaman penjajahan Belanda sampai jaman kemerdekaan, Singaraja dikenal sebagai ibu kota. Status ini bertahan dengan mapan sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan perdagangan. Namun, kondisi seperti itu tiba-tiba berubah. Pada awal 1960, Singaraja tidak lagi sebagai ibukota, karena digantikan oleh Denpasar, yang selanjutnya menjadi ibu kota propinsi Bali. Akibatnya jelas, kegiatan pembangunan, dan perdagangan turun tajam di Singaraja, dan wilayah utara Bali pada umumnya. Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk membangkitkan kembali ke kondisi normal di Bali Utara. Sang manajer muda Ngurah Sentanu, mendapat pengalaman terburuk dalam menjalankan Pondok Lovina. Namun ia legowo menerima tugas dan amanat Panji Tisna. Apa yang telah diramalkan oleh para analis bisnis memang benar. Namun, apakah memang ada sesuatu yang salah dengan Lovina?

Mulainya pariwisata di Bali. Sejak Hotel Bali Beach dibangun pada tahun 1963, pariwisata mulai dikenal di Bali. Pembangunan fasilitas pariwisata seperti hotel dan restoran mulai menyebar ke seluruh Bali. Para turis berbondong-bondong datang ke Bali setelah Bandara Ngurah Rai dibuka tahun 1970. Pemerintah Buleleng memprogramkan agar sektor pariwisata dipacu sebagai salah satu andalan untuk kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pada itu, sorotan tertuju pada peran Lovina dalam kegiatan pariwisata. Maka, muncul pengakuan dan penolakan kehadiran Lovina.

Lovina mendapat saingan. Di wilayah timur Buleleng, pemandian alam Yeh Sanih di desa Bukti, bangkit sebagai saingan Lovina. Pengembangan Yeh Sanih mendapat dukungan yang lebih ketimbang Lovina, baik dari pihak pengusaha maupun pengamat pariwsata. Karena Yeh Sanih “asli Bali”. Sedangkan para turis mendorong para agen perjalanan untuk lebih memilih Lovina.

Lovina "dibekukan" dengan resmi. Pengembangan pariwisata di Bali yang pesat di tahun 1980, mendorong pemerintah membentuk kawasan-kawasan wisata, seperti Kawasan Wisata “Kuta” dan “Sanur”. Di kabupaten Buleleng, dibentuk Kawasan Wisata “Kalibukbuk” dan “Air Sanih”. Dalam waktu itu, ada arahan dari Gubernur Bali, bahwa nama Lovina agar tidak dikembangkan, karena nama itu tidak dikenal di Bali. Lagipula yang dikembangkan adalah pariwisata budaya Bali. Karena itu, para pengusaha memakai nama seperti Angsoka, Nirwana, Lila Cita, Banyualit, Kalibukbuk, Aditya, Ayodia, dan lainnya. Sedangkan Anak Agung Panji Tisna sudah membangun hotel dengan nama “Tasik Madu”, terletak 100 meter di sebelah Barat Lovina, yang mejadi tempat tujuan alternatif. Lovina tidak bisa dihadirkan. Nama Lovina disimpan oleh pemiliknya, Anak Agung Ngurah Sentanu. Setelah direnovasi, Pondok Lovina memakai nama alias yaitu: Pondok Wisata Permata (Permata Cottages).

Terpendam selama 10 tahun, "Lovina" muncul sebagai "Maskot". Dunia pariwisata telah mengenal Lovina sejak lama sebagai sebuah destinasi di Bali Utara. Permintaan dari pebisnis pun menuntut kehadiran Lovina. Usaha masyarakat untuk mengangkat Bali Utara sebagai destinasi wisata, akhirnya, pada tahun 1990, Lovina "menguasai" tidak kurang dari 6 nama pantai asli yang berada di 2 wilayah kecmatan bersebelahan, yaitu Kecamatan Buleleng dan Kecamatan Banjar. Yang ada di Kecamatan Buleleng, yaitu Pantai Binaria di desa Kalibukbuk, pantai didesa Banyualit, Pantai Kubu Gembong di desa Anturan, panta di desa Pemaron. Sedangkan di Kecamatan Banjar, adalah Pantai Tukad Cebol di Kampung Baru (Kaliasem), pantai didesa Temukus. Semua pantai /desa terebut bergabung menjadi Pantai Lovina. Sedangkan, nama kawasan resmi adalah "Kawasan Wisata Kalibukbuk"

Lovina pembawa berkah untuk masyarakat. Lovina yang sejak lahir ditolak, tidak diakui, diragukan, dicurigai. Namun, kenyataannya sekarang, Lovina telah membawa berkah untuk banyak orang. Impian Anak Agung Panji Tisna sejak 1953, telah terwujud. Wujud itu, Lovina yang historik, yang pernah bernama Pondok Wisata Permata telah kembali dengan nama "Lovina" Beach Hotel, tetap dipelihara dengan baik oleh Anak Agung Ngurah Sentanu sampai sekarang.

Arti "Lovina". "Love" dan "Ina" yang diartikan sebagai Love Indonesia, tidak benar dalam konteks Panji Tisna. Istilah “INA” adalah singkatan untuk kontingen atau rombongan atlet Indonesia untuk Asian Games 1963. Sedangkan, Lovina didirikan pada tahun 1953. Menurut Panji Tisna, Lovina memiliki makna filosofis, campuran dua suku kata "Love" dan "Ina". Kata "Love" dari bahasa Inggris berarti kasih yang tulus dan "Ina" dari bahasa Bali atau bahasa daerah yang berarti "ibu". Arti dari Lovina menurut penggagasnya, Anak Agung Panji Tisna, adalah "Cinta Ibu" atau arti luhurnya adalah "Cinta Ibu Pertiwi".


Media tentang Lovina di Wikimedia Commons