Lompat ke isi

Peristiwa Talangsari 1989

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Peristiwa Talangsari 1989 adalah insiden yang terjadi di antara kelompok Warsidi dengan aparat keamanan di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabutapen Lampung Timur (sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah). Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989.

Peristiwa Talangsari tak lepas dari peran seorang tokoh bernama Warsidi. Di Talangsari, Lampung Warsidi dijadikan Imam oleh Nurhidayat dan kawan-kawan. Selain karena tergolong senior, Warsidi adalah juga pemilik lahan sekaligus pemimpin komunitas Talangsari yang pada awalnya hanya berjumlah di bawah sepuluh orang.

Nurhidayat, dalam catatan, pernah bergabung ke dalam gerakan DI-TII (Darul Islam - Tentara Islam Indonesia) Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, namun kemudian ia menyempal dan membentuk kelompok sendiri di Jakarta. Di Jakarta inilah, Nurhidayat, Sudarsono dan kawan-kawan merencanakan sebuah gerakan yang kemudian terkenal dengan peristiwa Talangsari,Lampung .

Gerakan di Talangsari itu, tercium oleh aparat keamanan. Oleh karenanya pada 6 Februari 1989 pemerintah setempat melalui Musyawarah Pimpinan Kecamatan (MUSPIKA) yang dipimpin oleh Kapten Soetiman (Danramil Way Jepara) merasa perlu meminta keterangan kepada Warsidi dan pengikutnya. Namun kedatangan Kapten Soetiman disambut dengan hujan panah dan perlawanan golok. Kapten Soetiman pun tewas dan dikuburkan di Talangsari.

Tewasnya Kapten Soetiman membuat Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono mengambil tindakan tegas terhadap kelompok Warsidi. Sehingga pada 7 Februari 1989, terjadilah penyerbuan Talangsari oleh aparat setempat yang mendapat bantuan dari penduduk kampung di lingkungan Talangsari yang selama ini memendam antipati kepada komunitas Warsidi. Akibatnya korban pun berjatuhan dari kedua belah pihak, 27 orang tewas di pihak kelompok Warsidi, termasuk Warsidi sendiri. Sekitar 173 ditangkap, namun yang sampai ke pengadilan 23 orang.

Peradilan

Peradilan di antarnya digelar di Tanjung Karang (Lampung), Jakarta, Jawa Tengah, dan Lombok (Nusa Tenggara Barat). Rata-rata Jema'ah ditahan di Tahanan Kodim Metro Lampung, Korem Garuda 043 Garuda Hitam Bandar Lampung, LP Rajabasa, Kodam Diponegoro, Nusakambangan, dan tempat-tempat lainnya. Hukuman tertinggi adalah hukuman UNTUK seumur hidup.

Kelanjutan

Sejak reformasi bergulir pada 1998, atas dorongan dari AM Hedropriyono kepada Presiden BJ Habibie, seluruh tahanan politik kasus ini akhirnya dibebaskan.