Lompat ke isi

Sonthi Boonyaratkalin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berkas:Khom Chad Luek front page, 31 December 2006.jpg
Sonthi Boonyaratkalin (right) named "Man of the Year 2006" by Khom Chad Luek newspaper along with Sondhi Limthongkul
Sonthi Boonyaratkalin
สนธิ บุญยรัตกลิน
Jabatan: Ketua Dewan Pembaruan Administrasi (menggantikan Thaksin Shinawatra sebagai Perdana Menteri)
Menjabat sejak: 19 September 2006
Agama: Islam

Jenderal Sonthi Boonyaratkalin (สนธิ บุญยรัตกลิน; lahir pada 2 Oktober 1946 di Provinsi Pathum Thani) adalah seorang tokoh militer asal Thailand. Nama kecilnya seringkali dieja pula Sondhi, sementara nama belakangnya sering pula dieja Boonyaratglin atau Boonyarakarin. Ia adalah Panglima Angkatan Darat Kerajaan Thailand sejak 1 Oktober 2005, menggantikan Jenderal Prawit Wongsuwan. Boonyaratkalin adalah panglima militer Muslim pertama di Thailand.[1] Boonyaratkalin adalah lulusan Akademi Militer Chulachomklao dan pernah berperang di Perang Vietnam di pihak Amerika Serikat. Ia adalah mantan pemimpin Komando Perang Khusus, salah satu pasukan antigerilya paling elit di Thailand yang bermarkas di Lop Buri.

Pada 19 September 2006, pihak militer mengangkatnya sebagai Penjabat Perdana Menteri Thailand de facto setelah terjadinya sebuah kudeta militer tak berdarah[2]

Pada Agustus 2004, Sonthi diangkat menjadi Wakil Panglima Angkatan Darat. Berlawanan dengan dugaan masyarakat, Sonthi kemudian dipromosikan sebagai Panglima Angkatan Darat pada Oktober 2005.[3] Pengangakatan Sonthi ini didukung oleh Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata yang telah purnawirawan, Jend. Surayud Chulanont dan Presiden Dewan Pertimbangan Agung Jenderal Prem Tinsulanonda. Keduanya berfungsi sebagai penasihat Raja Bhumibol Adulyadej.

Di penghujung tahun 2006, Universitas Assumption menobatkannya sebagai man of the year Thailand. Predikat "Tokoh Thailand Tahun Ini" itu ditentukan berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan universitas tersebut. Tidak kurang 35 responden menyebutkan namanya, sementara mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra muncul di tempat kedua dengan 23,9 persen suara. Perdana Menteri Surayud Chulanont menduduki posisi ketiga dengan dukungan 19,1 suara. Peringkat keempat dalam daftar ditempati Prem Tinsulanonda.

Jajak pendapat yang dilakukan lembaga polling ABC tersebut melibatkan 4.609 responden di seluruh negeri. Survei dilakukan pada 13-30 Desember 2006 di 17 provinsi. Berdasar survei, 63 responden mengaku meragukan terciptanya stabilitas politik dalam kurun waktu enam bulan.

Konflik dengan Thaksin Shinawatra

Sebagai panglima Angkatan Darat memberikan jaminan kepad masyarakat bahwa tentara tidak akan ikut campur dalam krisis politik, meskipun ia pernah mengatakan bahwa "Baginda tentu merasa sedih" karena masalah-masalah politik negara itu belakangan ini.[4][5] Ia juga pernah memprotes usaha Thaksin yang gagal untuk mempromosikan sejumlah besar bekas teman sekelsanya dari Kelas 10 dari Sekolah Persiapan Akademi Angkatan Bersenjata ke satuan-satuan militer yang bertanggung jawab atas keamanan .[6]

Pergantian pimpinan militer tahunan pada 2006 ditunda karena adanya krisis politik, sementara Pjs. Perdana Menteri Thaksin Shinawatra menyangkal bahwa ia berencana untuk menyingkirkan Jend. Sonthi sebagai Panglima AD.[7][8] Meskipun demikian, Jend. Sonthi mulai mengkonsolidasikan posisinya dengan memindahkan 129 perwira menengah di bawah jenderal-jenderal yang dianggapnya setia kepada PM. Sebagian pengamat melihat hal ini sebagai pesan kepada Thaksin bahwa Sonthi masih menguasai AD.[9]

Pemberontakan di Thailand Selatan

Setelah ditunjuk sebagai Panglima Angkatan Darat pada 2005, Sonthi mengungkapkan keyakinan bahwa ia dapat memecahkan masalah pemberontakan di selatan. Ia mengklaim bahwa ia akan mengambil pendekatan yang "baru dan efektif" terhadap krisis dan bahwa "Tentara diberitahukan [tentang siapa tokoh-tokoh pemberontakan itu] dan akan melaksanakan tugas mereka."[10] Peningkatan pemberontakan yang drastis di bawah pimpinannya atas Angkatan Darat mengundang banyak kritik. Sebagai Panglima, Jend. Sonthi mendapatkan kekuatan eksekutif tambahan yang besar untuk memerangi pergolakan di Selatan.[11] Ketika ditempatkan di Selatan, Sonthi menyebutkan bahwa para bekas pemberontak komunis mungkin memainkan peranan dalam pergolaan itu. Para pemimpin provinsi-provinsi selatan memperlihatkan sikap skeptis terhadap pernyataannya itu dan penyelidikan tidak mengungkapkan kaitan komunis apapun..[12]

Sonthi juag dipersalahkan karena gagal menyelamatkan dua guru yang dipukuli dengan parah oleh para penculiknya pada Mei 2006.[13] Satu di antara mereka, Juling Pangamoon, belakangan menjadi terkenal karena mengalihkan perhatian dari keluarga raja Thailand.

Pada Agustus 2006 setelah 22 bank dibom secara berbarengan di pronvisi Yala, Sonthi mengumumkan bahwa ia akan meninggalkan kebijakan pemerintah dan berunding dengan para pemimpin pemberontakan. Namun, ia mencatat bahwa "Kita masih belum tahu siap pemimpin kaum militan yang kita perangi."[14] Dalam sebuah konferensi pers esok harinya, ia mengkritik pemerintah karena melakukan campur tangan politik, dan meminta agar pemerintah "Memberikan kebebasan kepada militer dan membiarkannya menjalankan tugasnya." Setelah itu, para pemberontak mengebom 6 buah toko serba ada di kota Hat Yai, yang sampai saat itu bebas dari kegiatan-kegiatan pemberontak. Seperti biasanya, mereka tidak mengugnkapkan identitas pemimpin-pemimpin mereka. Pada 8 September, Wakil PM Chidchai Vanasatidya memberikan Sonthi kekuasaan tambahan untuk lebih mampu menghadapi pemberontakan.[15] Namun, pada 16 September 2006, militer mengakui bahwa mereka masih tidak tahu dengan siapa mereka harus berunding.

Tiga hari kemudian, Sonthi memimpin kudeta terhadap pemerintahan PM Thaksin Shinawatra. Chidchai Vanasatidya dan Menteri Pertahanan Thammarak Isaragura na Ayuthaya ditangkap.

Kudeta militer

Pada 19 September 2006, Sonthi memimpin kudeta militer tak berdarah terhadap PM Thaksin Shinawatra, yang saat itu sedang menghadiri Sidang Umum PBB di New York City, AS. Kudeta ini dilancarkan karena Thaksin dianggap tidak kunjung menyelesaikan konflik dan ketegangan yang berlarut-larut dan korupsi di negara itu. Selain itu, Thaksin juga berbenturan dengan Sonthi dalam masalah penanganan pergolakan di selatan Thailand. Sonthi lebih menyukai penyelesaian damai lewat perundingan dengan pihak pemberontak, sementara Thaksin lebih menyukai pendekatan kekerasan. Sonthi berjanji akan mengembalikan kekuasaan kepada pemerintahan yang demokratis, namun tidak mengatakan kapan hal itu akan terjadi.

Sonthi membentuk Dewan Pembaruan Administrasi yang terdiri atas seluruh pimpinan angkatan Thailand:

  1. Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Thailand, Jenderal Ruangroj Mahasaranon yang diangkat sebagai penasihat utama Dewan
  2. Panglima Angkatan Darat Jenderal Sonthi Boonyaratkalin sebagai Ketua Dewan.
  3. Panglima Angkatan Laut Admiral Sathiraphan Keyanon sebagai Wakil Pertama Ketua Dewan.
  4. Panglima Angkatan Udara ACM Chalit Pookpasuk sebagai Wakil Kedua Ketua Dewan.
  5. Kepala Kepolisian (Komisaris Jenderal) Letjen Pol. Kowit Wattana sebagai Wakil Ketiga Ketua Dewan.
  6. Sekjen Dewan Keamanan Nasional Jen. Winai Phatthiyakul sebagai Sekretaris Jenderal Dewan.

Dewan juga menetapkan diberlakukannya Undang-undang Keadaan Darurat dan mengumumkan kesetiaannya kepada raja. Stasiun-stasiun televisi dan radio disita, kantor-kantor pemerintah, bank, sekolah, dan bursa saham ditutup selama satu hari.

Raja Bhumibol Adulyadej yang sangat dihormati rakyat Thailand, menyatakan dukungannya terhadap Sonthi, dan menunjuknya sebagai ketua Dewan "demi menciptakan kedamaian di seluruh negeri," demikian diberitakan oleh televisi pemerintah.

Selama dua minggu Sonthi akan bertindak sebagai perdana menteri, sampai pemimpin yang baru dipilih oleh Dewan Pembaruan Administratif.

Sementara itu diumumkan pula bahwa Thaksin Shinawatra dapat dikenai tuntutan atas tindakan-tindakannya yang melanggar hukum.[16]

Kudeta yang dipimpin Sonthi banyak mendapat kecaman dari sejumlah pemimpin negara lain seperti Presiden George W. Bush dari AS dan kelompok-kelompok pembela hak-hak asasi manusia. Namun, berbeda dengan kudeta militer di masa-masa sebelumnya di Thailand, rakyat Thailand sendiri tampaknya mendukung langkah militer kali ini. Apalagi tindakan Sonthi sendiri didukung oleh Raja.[17]

Kutipan

  • "Thaksin adalah orang Thai dan sesama warga negara dan tidak ada masalah bila ia memutuskan untuk kembali. Kita semua seperti saudara."[18]
  • "Militer tidak akan ikut campur dalam konflik politik. Masalah politik harus dipecahkan oleh para politikus. Kudeta militer adalah cara masa lalu."[19]

Referensi

  1. ^ "Pro-Active Measures towards Reconciliation in the Southern Provinces of Thailand", diakses 2 September 2006
  2. ^ Coup chief cites intense conflicts CNN
  3. ^ Thailand's military reshuffle officially announced People's Daily Online
  4. ^ Thai military chief seeking audience with King Bhumibol Taipei Times
  5. ^ Should Thaksin Stay? Times Asia
  6. ^ Thai elections: Democracy delayed Asia Times Online
  7. ^ Thaksin denies planning to remove Thai army chief People's Daily
  8. ^ Thaksin denies planning to remove Thai army chief China View
  9. ^ Thai army chief delivers 'counter punch' to Thaksin Taipei Times
  10. ^ Thailand: Mollifying the Muslim SOBAKA
  11. ^ Army commander's powers to rise: Thai Deputy PM China Economic Net
  12. ^ Governors to look into Sonthi's claim of communist hand in Southern unrest The Nation
  13. ^ Hostage Taking: Army's image takes beating The Nation
  14. ^ Sonthi calls for talks The Nation
  15. ^ Army commander's powers to rise: Thai Deputy PM China Economic Net
  16. ^ Thai army chief gets king's endorsement, diakses 20 September 2006
  17. ^ Thai leader says no elections for a year, diakses 20 September 2006
  18. ^ Thai coup leader to install new PM in two weeks ABC News
  19. ^ General Sonthi Boonyaratglin quotes ThinkExist.com 20 September 2006

Pranala luar