Lompat ke isi

Masjid Agung Nurul Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 7 September 2012 01.19 oleh Rahmatdenas (bicara | kontrib) (baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Masjid Agung Nurul Islam
Masjid Agung Nurul Islam
Agama
AfiliasiIslam
Lokasi
LokasiKelurahan Kubang Sirakuak Utara, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Indonesia
Arsitektur
TipeMasjid
Peletakan batu pertama1894
Spesifikasi
Panjang60 meter
Lebar60 meter
Kubah5
Menara1
Tinggi menara85 meter[butuh rujukan]

Masjid Agung Nurul Islam atau juga dikenal sebagai Masjid Agung Sawahlunto adalah sebuah masjid yang terletak di Kelurahan Kubang Sirakuak Utara, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Indonesia. Lokasinya berjarak sekitar 150 meter dari Museum Kereta Api Sawahlunto.[1]

Masjid yang dibangun pada masa penjajahan Belanda ini pada awalya merupakan bangunan pusat pembangkit listrik, yang dibangun pada tahun 1894. Bangunan itu berubah fungsi menjadi masjid sejak tahun 1952, yang cerobong asapnya kemudian dijadikan sebagai menara masjid dengan menambah kubah setinggi 10 meter.[2]

Bangunan utama masjid ini berukuran 60 × 60 meter memiliki satu kubah besar di tengah yang dikelilingi oleh empat kubah dengan ukuran yang lebih kecil.[3] Di bawah bangunan masjid terdapat lubang perlindungan yang sempat dipakai untuk tempat merakit senjata, granat tangan, dan mortir.[4]

Saat ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam, masjid berlantai dua ini juga digunakan sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat sekitar.

Sejarah

Pertumbuhan infrastruktur di Kota Sawahlunto yang dipicu oleh aktivitas pertambangan batu bara mengalami perkembangan pesat pada akhir abad ke-19. Sejalan dengan itu, untuk dapat menggerakkan berbagai mesin listrik pemerintah Hindia-Belanda membangun pusat pembangkit listrik bertenaga uap (PLTU) pada tahun 1894 di Kubang Sirakuak yang memanfaatkan aliran Batang Lunto.[5][6] Namun mengingat debit air sungai yang berada di pinggir PLTU tersebut kian berkurang, pemerintah Hindia-Belanda kemudian membangun PLTU pengganti di Salak, Talawi pada tahun 1924 dengan memanfaatkan aliran Batang Ombilin.[7]

Bangunan PLTU di Kubang Sirakuak yang sudah tidak berfungsi lagi sempat dijadikan sebagai tempat perlindungan dan perakitan senjata oleh para pejuang kemerdekaan di Sawahlunto selama masa revolusi kemerdekaan sebelum akhirnya berubah menjadi masjid sejak tahun 1952, sementara bangunan cerobong asap setinggi lebih dari 75 meter kemudian dijadikan sebagai menara masjid dengan menambah kubah setinggi 10 meter.[6]

Rujukan

Catatan kaki
Daftar pustaka