Parade kuda kosong
Kuda Kosong
Budaya “Pawai Kuda Kosong”
kuda kosong atau Pawai Kuda Kosong, hanyalah sebuah budaya dan tradisi turun temurun di Cianjur. budaya asli dari Cianjur ini, biasanya di adakan satu tahun sekali. biasanya di gelar bertepatan dengan hari jadi Kota Cianjur, yang pelaksanaan nya sering di satukan dengan perayaan hari Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada 17 Agustus setiap tahunnya.[1][1]
Sejarah
Pawai “kuda kosong” [2][2] yang sejak dulu digelar pada setiap upacara kenegaraan Cianjur, punya maksud untuk mengenang sejarah perjuangan para Bupati Cianjur tempo dulu. Saat Cianjur dijabat Bupati R.A. Wira Tanu seorang Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II, bupati diwajibkan menyerahkan upeti hasil palawija kepada Sunan Mataram di Jawa Tengah. Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II yang dianggap sakti mandragunalah yang rutin ditugaskan untuk menyerahkan upeti tadi. Jenis upeti adalah sebutir beras, lada, dan sebutir cabai. Sambil menyerahkan tiga butir hasil palawija itu, Kangjeng Dalem Pamoyanan selalu menyatakan bahwa rakyat Cianjur miskin hasil pertaniannya. Biar miskin, rakyat Cianjur punya keberanian besar dalam perjuangan bangsa, sama seperti pedasnya rasa cabai dan lada. Karena pandai diplomasi, Kangjeng Sunan Mataram memberikan hadiah seekor kuda kepada Dalem Pamoyanan. Seekor kuda jantan diberikan untuk sarana angkutan pulang dari Mataram ke Cianjur. Penghargaan besar Sunan Mataram terhadap Kangjeng Dalem Pamoyanan membuat kebanggan tersendiri bagi rahayat Cianjur waktu itu. Jiwa pemberani rakyat Cianjur seperti yang pernah disampaikan Kanjeng Dalem Pamoyanan kepada Sultan Mataram membuahkan kenyataan. Sekitar 50 tahun setelah peristiwa seba itu, ribuan rakyat Cianjur ramai-ramai mengadakan perlawanan perang gerilya terhadap penjajah Belanda. Dengan kepemimpinan Dalem Cianjur Rd. Alith Prawatasari, barisan perjuang di setiap desa gencar melawan musuh, sampai-sampai Pasukan Belanda sempat ngacir ke Batavia (sekarang Jakarta).
Tradisi
“Untuk mengenang perjuangan Kangjeng Dalem Pamoyanan yang pandai diplomasi itu, setiap diadakan upacara kenegaraan di Cianjur selalu digelar upacara ‘kuda kosong’[3] [3] . Maksud seni warisan leluhur [4][4] itu untuk mengenang perjuangan pendahulu kepada masyarakat Cianjur sekarang,” hal ini akhirnya menjadi suatu perayaan tradisi tahunan bagi warga Cianjur.
Perayaan
Pementasan kuda kosong, biasanya diadakan setahun sekali, yaitu pada acara kenegaraan, seperti menyambut hari jadi kota Cianjur, yang bertepatan dengan parade atau Pawai Pembangunan, yang di ikuti oleh berbagai elemen di kota cianjur, dan mempertunjukan beberapa atraksi kendaraan hias, produk - produk unggulan Cianjur, kesenian daerah, khusus nya kesenian asli Cianjur, seperti calung, pencak silat Maen po,qasidah, drumband, dll. Arak - arakan atau pawai ini mengelilingi kota cianjur, yang biasanya dimulai dari depan Pendopo kabupaten cianjur, terus melintasi beberapa jalan protokol. dan Kuda kosong selalu menempati barisan pertama parede tersebut.
Pelestarian Kebudayaan
Tak sedikit seni budaya Cianjur hilang dan terancam mati. Seperti seni bangkong reang di Kec. Pagelaran, seni tanjidor di Kec. Cilakongkulon, goong renteng di Kec. Agrabinta, seni rudat di Kec. Kadupandak, dan seni reak di Kec. Cibeber. Bahkan, seni Tembang Cianjuran sebagai warisan budaya ciptaan Kangjeng Raden Aria Adipati Kusumaningrat atau Dalem Pancaniti Bupati Cianjur (1834-1861) benar-benar hampir terancam kepunahan.