Lompat ke isi

Poliglotisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 Oktober 2012 13.42 oleh Bennylin (bicara | kontrib)

Poliglot adalah seseorang yang mampu mempertuturkan beberapa bahasa. Seorang bilingual dapat berbicara dalam dua bahasa, trilingual tiga, lebih dari itu boleh memakai istilah multilingual atau polilingual.

Hiperpoliglot

Seorang hiperpoliglot adalah orang yang mampu mempertuturkan enam bahasa atau lebih dengan lancar. Istilah ini dicetuskan oleh linguis Richard Hudson pada tahun 2003 dan berasal dari kata "poliglot", yang berarti seseorang yang mampu mempertuturkan banyak bahasa.[1]

Hiperpoliglot ternama:

  • R.M.P. Sosrokartono (1877–1918), mengklaim lancar berbicara dalam 34 bahasa (24 bahasa asing, 10 bahasa daerah)[2]
  • Agus Salim, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, menguasai 7 bahasa asing.[3]
  • Jose Rizal (1861-1896), pahlawan nasional Filipina
  • Timothy Doner telah mempelajari 23 bahasa.[4]
  • Friedrich Engels menguasai lebih dari 20 bahasa.
  • Hans Conon von der Gabelentz mempelajari lebih dari 80 bahasa.
  • Nicolae Iorga mampu mempertuturkan bahasa Aromania, Rumania, Perancis, Italia, Latin, dan Yunani dengan lancar pada usia 15 tahun.
  • Emil Krebs (1867-1930), poliglot dan sinolog Jerman. Ia menguasai 68 bahasa secara lisan dan tertulis dan mempelajari 120 bahasa lainnya.
  • Uku Masing (1909–1985), linguis, teolog, etnolog, dan penyair Estonia, mengklaim lancar berbicara dalam 65 bahasa yang berakar dari 20 bahasa pertama yang dikuasainya.[5]
  • Giuseppe Mezzofanti (1774-1849), kardinal Italia, lancar berbicara dalam 29 bahasa.[6]
  • Mario Pei (1901-1978), linguis dan penulis Italia-Amerika, mengklaim lancar berbicara dalam 38 bahasa dan menguasai struktur dari 100 bahasa dunia.
  • Nikola Tesla (1856-1943) mampu mempertuturkan bahasa Serbia, Ceko, Inggris, Perancis, Jerman, Hongaria, Italia, dan Latin.
  • Harold Williams (1876–1928), jurnalis dan linguis asal Selandia Baru, mengklaim menguasai 58 bahasa.[7]

Kemampuan belajar

Ada sejumlah teori mengenai sebab beberapa orang mudah mempelajari banyak bahasa, sementara lainnya sulit sekali mempelajari satu bahasa asing saja. Satu teori yang dikemukakan adalah adanya peningkatan level testosteron di janin yang dapat meningkatkan asimetri otak.[4]

Ilmuwan saraf Katrin Amunts mempelajari otak Emil Krebs dan menentukan bahwa wilayah otak Krebs yang berfungsi dalam hal bahasa—wilayah Broca—berbeda bentuknya daripada wilayah pada orak pria monolingual. Di sisi lain, ilmuwan saraf Loraine Ober mengemukakan adanya hubungan dengan kluster Geschwind–Galaburda, yang cenderung menghasilkan kemampuan bertangan kiri, gangguan auto-imun, gangguan belajar dan bakat dalam bidang seni, matematika, dan bahasa.[8]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ College of Charlston [pranala nonaktif]
  2. ^ Biografi RMP Sosrokartono (Kakak Kandung RA. Kartini) - Bagian 1 | Ripiu
  3. ^ Arsip Nasional Republik Indonesia
  4. ^ a b Leland, John (March 9, 2012). "Adventures of a Teenage Polyglot". New York Region. The New York Times. Diakses tanggal 2012-April-05. 
  5. ^ VM.ee
  6. ^ C. W. Russel, D.D., 1863, Longman & Green, London
  7. ^ NZedge.com
  8. ^ Michaelerard.com

Bacaan lanjutan

  • Babel No More: The Search for the World’s Most Extraordinary Language Learners. By Michael Erard. Free Press; 306 pages.

Pranala luar