Salawat dulang
Salawat dulang, disebut juga salawek talam atau salawat talam dalam dialek-dialek bahasa Minangkabau, merupakan sastra lisan Minangkabau yang bertema Islam. Sastra lisan ini berupa pertunjukkan dua orang membacakan hafalan teks diiringi tabuhan dulang, nampan kuningan berdiameter 65 cm. Salawat dulang tersebar luas di ranah Minangkabau dan kadang hanya disebut salawek atau salawat dalam percakapan sehari-hari.[1]
Dalam pertunjukkan tersebut, dua pendendang duduk bersisian dan menabuh dulang bersamaan. Keduanya dapat berdendang bersamaan atau saling menyambung larik dalam syair.[1] Pendendang umumnya laki-laki. Namun demikian, kini terdapat pula pendendang-pendendang perempuan meskipun belum begitu berterima di masyarakat Minangkabau sendiri.[2]
Penampilan salawat dulang berupa tanya-jawab, saling serang, dan saling mempertahankan diri sehingga pendendang kadang dijuluki menurut nama-nama senjata, seperti "peluru kendali" dan "gas beracun" dan hanya bisa dilaksanakan bila pendendang berjumlah setidaknya dua orang.[1] Pembacaan hafalan teks berdurasi antara 25 hingga 40 menit, biasanya berisi tafsiran dari ayat al-Quran atau Hadits yang telah ditulis sebelumnya. Sesi pembacaan satu teks ini disebut salabuahan (disebut juga satanggak atau satunggak).[2]
Pertunjukkan salawat dulang dipertunjukkan pada hari-hari besar umat muslim seperti Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha atau pada upacara bernuansa agama seperti ketika menaiki rumah baru dan khatam al-Quran. Tempat penyelenggaraan salawat dulang biasanya merupakan tempat yang dipandang terhormat menurut nilai masyarakat Minangkabau, seperti surau atau masjid, atau tempat untuk tamu yang dihormati bila diadakan di rumah penduduk (terletak di bagian kiri dari pintu masuk utama).[2]
Catatan kaki
- ^ a b c Amir, Zuriati & Anwar 2006, hlm. 53.
- ^ a b c Amir, Zuriati & Anwar 2006, hlm. 54.
Referesi
- Amir, Adriyetti; Anwar, Khairil (2006). Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University Press. ISBN 979109708-9.