Lompat ke isi

Ireng Maulana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 Juli 2005 05.33 oleh 202.155.89.122 (bicara)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Penampilannya dalam Festival Jazz Internasional di Singapura, September 1983, mungkin tidak terlupakan Ireng Maulana. Muncul di bawah bendera Ireng Maulana All Stars, sambutan penonton di luar dugaan. Mulanya terkesima, di akhir pertunjukan mereka berdiri, bertepuk tangan, dan meneriakkan bis (lagi) berkali-kali.

Esoknya, 25 September, surat kabar The Sunday Times, muncul dengan berita berjudul: Standing Ovation for Jazz Group. Hal yang konon belum pernah dilakukan sebelumnya oleh penonton Singapura, terutama untuk musik jazz. Kritikus jazz Balbier S. Marcus mengomentari, Mereka sungguh luar biasa. Sangat sempurna dalam bidangnya masing-masing.

Nama aslinya Eugene Lodewijk Willem Maulana, berdarah campuran Cirebon dari pihak ayah dan Sangir, Sulawesi, dari pihak ibu. Keluarga ini memang akrab dengan musik. Ayahnya, Max Maulana, gitaris. Ibunya, Sientje, penyanyi. Abangnya, Kiboud Maulana, juga musisi jazz. Kesenangan akan jazz mungkin turun dari pamannya, Tjok Sinsoe, tokoh tempo doeloe yang sangat terkenal itu.

Lalu dari mana itu nama Ireng? Pada usia 7 tahun, Eugene itu, keras. Menurut adat keluarga, anak itu harus dijual, agar sembuh. Yang membeli adalah tetangga sebelah rumah, kebetulan orang Jawa. Orang tua inilah yang kemudian memberi saya nama Ireng (hitam), tuturnya. Padahal, kulit Eugene sendiri putih.

Pada usia 16 tahun, Ireng sudah bergumul dengan alat musik, terutama gitar. Ia kemudian bergabung dengan band Gelora Samudra, dan mulai mengisi acara di Hotel Des Indes, Jakarta, di lokasi Duta Merlin sekarang. Lalu ke band Eka Sapta, bersama Almarhum Bing Slamet, Idris Sardi, dan Almarhum Eddy Tulis.

Pada 1964, ia melawat ke New York, mengisi acara New York World Fair. Ia mulai mencipta lagu. Empat tahun kemudian, Ireng, yang pernah belajar musik di Konijnklijk Conservatorium, Den Haag, Belanda, dan Peabody Conservatorium, Baltimore, AS, itu bergabung dengan Mus Mualim dalam grup jazz Indonesia Lima.

Pada awal masa Orde Baru Ireng bergabung dengan rombongan penghibur RPKAD (kini Kopassus). Dalam berbagai kesempatan ikut pula grup tari pimpinan Yuni Amir, termasuk penari Maria Siregar. Sang penari langsung jatuh hati pada jejaka yang lihai memetik dawai itu. Orangnya pun sangat menghargai wanita, kata Maria, tentang ayah empat anaknya. Mereka menikah pada 1970.