Lompat ke isi

Sengon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 27 Januari 2013 11.43 oleh Wie146 (bicara | kontrib) (br)
Sengon
Daun-daun sengon, Albizia chinensis
Tidak dievaluasi (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
A. chinensis
Nama binomial
Albizia chinensis
Sinonim

Mimosa chinensis Osbeck (1757)[1]
Acacia stipulata de Candolle
Albizia marginata (Lamk) Merrill

Sengon (Albizia chinensis) adalah sejenis pohon anggota suku Fabaceae. Pohon peneduh dan penghasil kayu ini tersebar secara alami di India, Asia Tenggara, Cina selatan, dan Indonesia.[2]

Di beberapa daerah, pohon ini dikenal sebagai séngon, singon, sengon jåwå (Jw.); jeungjing, jeungjing sunda (Sd.); séngghung (Md.; marĕwita, keura Sumba[3], dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai silk tree, Chinese albizia; di samping itu, pohon ini juga dinamai: kōōl (Kamboja), kha:ng (Laos), khang hung, kang luang (Thai), cham (Vietnam), dan lain-lain[2].

Pengenalan

Batang dan pepagan

Pohon yang menggugurkan daun; berukuran sedang hingga tinggi, 30–45 m, dan gemang batangnya 70(–140) cm. Pepagan agak halus, di luarnya abu-abu gelap, dengan gigir-gigir melintang, berlentisel, tipis; pepagan bagian dalam setebal 5 mm, merah jambon. Ranting-ranting muda bersegi dan berambut.[2]

Daun-daun majemuk menyirip berganda, dengan 4–14 pasang sirip; tulang daun utama 10–25 cm, berambut, dengan kelenjar dekat pangkal tangkai daun dan pada pertemuan tulang sirip[2]. Daun penumpu besar, bundar telur miring dengan pangkal yang setengah berbentuk jantung, seperti membran, dengan ekor di ujungnya; lekas rontok [4][5] . Sirip-sirip 4–14 cm panjangnya, dengan 10–45 anak daun per sirip, duduk, berhadapan[2]. Anak daun memanjang sampai bentuk garis, dengan ujung runcing, miring, sisi bawah hijau biru, 6–13 × 1,5–4 mm, tulang daun tengah sangat dekat dengan tepi atas[5].

Bunga majemuk berbentuk bongkol yang bertangkai, yang terkumpul lagi menjadi malai yang panjangnya 15–30 cm[5]. Bongkol berisi 10–20 kuntum bunga[4]. Bunga berbilangan-5; dengan kelopak bergigi, tinggi lk 4 mm, berambut; tabung mahkota bentuk corong, kuning hijau, tinggi lk 7 mm, berambut[5]. Benang sari 10 atau lebih, panjang lk 3 cm, putih, di atas hijau, pangkalnya menyatu membentuk tabung, yang kurang lebih setinggi mahkota[5]. Buah polong panjang 10–18 cm × 2–3,5 cm, tidak membuka, patah-patah tidak teratur[5]. Biji pipih, jorong, 7 × 4–5 mm[4][5].

Ekologi dan agihan

Polongan

Sengon dijumpai secara alami di hutan luruh daun campuran di wilayah lembab dan ugahari, dengan curah hujan antara 1.000–5.000 mm pertahun. Pohon ini didapati pula di hutan-hutan sekunder, di sepanjang tepian sungai, dan di sabana, hingga ketinggian 1.800 m dpl. Sengon beradaptasi dengan baik pada tanah-tanah miskin, ber-pH tinggi, atau yang mengandung garam; juga tumbuh baik di tanah aluvial lateritik dan tanah berpasir bekas tambang.[6]

Sebaran alami sengon meliputi India, Burma, Thailand, Kamboja, Laos, Cina, Vietnam, dan Indonesia; diintroduksi ke Australia. Di Indonesia, sengon menyebar di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara; dibawa masuk dan dibudidayakan di Sumatra dan Kalimantan.[6]

Manfaat

Kayu

Sengon menghasilkan kayu yang ringan sampai agak ringan, dengan densitas 320–640 kg/m³ pada kadar air 15%[7]. Agak padat, berserat lurus dan agak kasar, namun mudah dikerjakan. Kayu terasnya kuning mengkilap sampai cokelat-merah-gading; kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III–IV dan kelas awet III–IV.[3] Kayu ini tidak diserang rayap tanah, karena adanya kandungan zat ekstraktif di dalam kayunya[2]. Akan tetapi percobaan kuburan di Filipina mendapatkan bahwa kayu sengon A. chinensis hanya bertahan 16 bulan, sementara kayu A. saponaria tahan hingga 3 tahun dan kayu weru A. procera bahkan mencapai 10 tahun[7].

Kayu sengon biasa dimanfaatkan untuk membuat peti, perahu, ramuan rumah dan jembatan[3]. Di Sabah, kayu A. chinensis diperdagangkan sebagai kayu ‘batai’, dalam campuran bersama kayu-kayu A. pedicellata dan Paraserianthes falcataria[7].

Di perkebunan-perkebunan kopi dan teh, A. chinensis kerap ditanam sebagai naungan; khususnya dalam campuran bersama jeunjing (P. falcataria) dan dadap (Erythrina spp.). Sengon disukai sebagai tanaman hias dan peneduh taman, kebun, dan tepi jalan. Pohon ini juga ditanam untuk melindungi lahan berlereng serta untuk memperbaiki tanah.[2] Perakaran sengon bersifat mengikat nitrogen[6].

Kegunaan lain

Sebagaimana kulit kayu ki hiang, pepagan sengon mengandung bahan yang dapat digunakan untuk membius ikan di sungai. Pepagan ini pada masa lalu juga dimanfaatkan sebagai bahan sabun.[3]

Meskipun daun-daunnya dimakan kambing, akan tetapi kulit ranting-rantingnya beracun karena mengandung saponin.[2]

Jenis serupa

Perawakan dan kayu Paraserianthes falcataria sedikit banyak serupa dengan pohon dan kayu sengon, sehingga nama-namanya acap dipertukarkan. Oleh orang Jawa, P. falcataria —yang asalnya dari Maluku — disebut dengan nama sengon laut, sengon sabrang, atau sengon landi.

Catatan kaki

  1. ^ Osbeck. 1757. Dagb. Ostind. Resa, 233.
  2. ^ a b c d e f g h Akkasaeng, R. & R.C. Gutteridge. 1997. Albizia chinensis (Roxb.) Benth. [Internet] Record from Proseabase. Faridah Hanum, I & van der Maesen, L.J.G. (Editors). Auxiliary Plants.  : Plant Resources of South-East Asia 11: 65-68. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. Accessed from Internet: 26-Jan-2013
  3. ^ a b c d Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia 2: 872-874. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.
  4. ^ a b c Flora of China: Albizia chinensis (Osbeck) Merrill
  5. ^ a b c d e f g van Steenis, C.G.G.J.. 198. Flora, untuk sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 215
  6. ^ a b c ICRAF Agroforestry Tree Database: Albizia chinensis (Osbeck) Merril, diakses pada 27/01/2013
  7. ^ a b c Rojo, J.P. 1998. Albizia Durazz. in M.S.M. Sosef, L.T. Hong and S. Prawirohatmodjo. Timber Trees: Lesser known timbers. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) 5 (3): 58-62. PROSEA Foundation, Bogor. ISBN 979-8316-19-3

Pranala luar