Lompat ke isi

Pengguna:Yuki Ferden

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 8 Februari 2013 23.00 oleh Yuki Ferden (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'The Legendary Swords Born of The New Warriors LEGENDA Di suatu malam, disebuah negeri bernama Velgia, tempat sihir masih berkuasa, di masa para elf masih berjaya, ...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

The Legendary Swords Born of The New Warriors


LEGENDA

Di suatu malam, disebuah negeri bernama Velgia, tempat sihir masih berkuasa, di masa para elf masih berjaya, sebuah meteor jatuh di pulau terpencil di laut barat yang jauh dan menyebabkan gempa dahsyat di seluruh negeri. Sang raja, Varsanos, menggunakan sihir yang sangat kuat dan berhasil melindungi penduduk Velgia dari kehancuran. Tetapi kekuatan meteor tersebut menyebabkan munculnya sihir aneh dari pulau itu dan munculnya monster-monster aneh di sekitar kawah meteor tersebut. Seorang penempa pedang elf, Salvia, berniat mengetahui apa yang terjadi dan menuju pulau tersebut hanya dengan berbekal sihir. Salvia berhasil selamat dari bahaya-bahaya yang mengancamnya disana, dan akhirnya ia pun berhasil mencapai kawah meteor tersebut, yang mengeluarkan cahaya aneh berwarna-warni yang mengandung sihir yang berbahaya. Menggunakan sihir, Salvia berhasil mengambil inti meteor tersebut, yang merupakan lima pecahan logam yang mengandung baja dan sihir terkuat yang pernah dilihatnya, dan ia pun membawanya ke Velgia dan menempanya menjadi 5 pedang sihir, yang akan memberi pemiliknya energi sihir yang sangat kuat, dan yang memiliki mereka akan dapat mengendalikan sihir elemen tertentu dari pedang tersebut. Karena Salvia tidak memercayai pejuang manusia sebagai pembawa pedang-pedang sihir tersebut, ia memberikannya kepada lima pejuang elf yang terkuat dan tertangguh. Akan tetapi, akibat kehausan akan energi pedang-pedang tersebut, seorang dari mereka yang bernama Erecros berkhianat dan melarikan diri bersama tiga elf lagi, setelah melukai rekan mereka, elf bernama Ariel, dan mereka berempat mempelajari sihir kegelapan yang terlarang dan berbahaya, yang menjadikan diri mereka tak tertandingi. Mereka kemudian merebut dunia manusia dengan membunuh rajanya, Raja Galleavar, dan Erecros yang menjadi raja selanjutnya, mengganti nama lamanya menjadi Velenor, Sang Raja Kegelapan, Penguasa Velgia. Velenor kemudian menyerang perbatasan antara ras manusia dan rasnya sendiri, para elf. Ia menghancurkan perbatasan, pasukan hitamnya menyerbu para elf bagaikan awan badai, lalu terus merambah ke hutan-hutan dan mengalahkan dengan telak pasukan para elf, yang akhirnya kalah dan melarikan diri ke dalam lindungan hutan kuno mereka, Elvenvores. Elf terakhir yang pergi adalah pemilik pedang hijau, Ariel, yang menggunakan sihir Waktu dan Dimensi terkuatnya untuk menciptakan batas antara dunia manusia dan dunia elf, yang hanya dapat ditembus oleh pemilik pedang-pedang sihir sejati. Velenor mencoba menembusnya, menghancurkannya, tetapi tak ada sihir yang dapat menghancurkan sihir Waktu dan Dimensi itu. Dan akhirnya sisa para elf menghilang ke sisi dunia, ke sisi dalam batas antara dunia-dunia, dan tidak pernah terlihat lagi.


“Dan sejak saat itulah, sang raja memerintah kita.” kata Aragon sambil menutup buku tebal yang dibacanya. “Yah, dan itu sudah berlalu sekitar… satu abad yang lalu, bukan?” tanya Blaze bosan. “Ya, dan kurasa sang raja telah hidup seabad lebih! Mustahil, bukan?” kata Bolt kepada Aragon. Sambil merenung, Aragon memetik sebilah rumput dan menjepitnya di bibirnya. “Memang mustahil… Tapi kurasa ia hidup begitu lama karena dia adalah seorang elf.” katanya. Keheningan menyelimuti mereka bertiga di lereng bukit pada pagi yang sejuk itu. Aragon merupakan seorang bocah berumur lima belas tahun yang tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah desa kecil namun indah, Savaela. Blaze dan Bolt juga berumur sama dengan Aragon, dan berasal dari desa yang sama, mereka tinggal bersebelahan dan saling mengenal sejak kecil. Blaze orang yang pemarah, suka bertanya apapun, senang bergurau dan cepat bosan dengan sesuatu. Perawakannya agak berotot, ia senang bekerja di ladang bersama ayahnya, membuat lengannya lebih berotot daripada anak-anak seusianya. Terkadang, Blaze sering bertindak ceroboh, namun ia selalu berkeras kepala dan ingin menang sendiri. Ia anak yang pemberani, namun ada satu hal yang ia takuti: laba-laba. Sedangkan Bolt adalah seseorang yang ceria, dan juga seorang pelari yang handal. Ia juga senang bercanda dan agak bersemangat, namun ia juga agak sensitif. Bolt selalu mengenakan syal kuning buatan ibunya, yang merupakan hadiah ulang tahunnya saat ia berumur lima belas tahun. Orang-orang menyebutnya ‘Anak Landak’ karena rambutnya memang menyerupai bulu landak. Ia adalah seorang bocah yang suka berlari, tiap harinya ia berlari mengelilingi desa hanya untuk memastikan jumlah batang kayu di pagar-pagar di sekeliling desa tidak berkurang, ia memang anak yang terlalu bersemangat. Aragon cukup berbeda, ia anak yang pendiam dan tidak begitu banyak bergaul dengan anak-anak di Savaela. Ia berambut hitam bergelombang, dengan mata hitam kebiruan yang dalam. Aragon selalu memakai tunik hitam berlengan panjang, dan selalu mewaspadai segala hal. Sikapnya agak dingin, dan terkadang ia agak sok tahu tentang sejarah-sejarah Velgia. Ia juga sering berbeda pendapat dan bertengkar dengan Blaze, namun ia menganggap Blaze dan Bolt sebagai sahabat terbaiknya yang pernah ia miliki dari kecil. Mereka bertiga adalah sahabat yang sangat kompak, dan tak mengenal permusuhan diantara mereka. Mereka adalah kebanggaan keluarga masing-masing.

Akhirnya Blaze memecah keheningan, “Dan dimana sekarang para elf berada? Apakah kita dapat bertemu dengan mereka saat ini?” Aragon menoleh kearahnya, lalu berkata sambil bergurau, “Mungkin mereka berada di surga, di atas, menunggu kita bergabung dengan mereka di alam sana…” “Ah, aku tak sependapat denganmu… Katamu tadi para elf menghilang ke dimensi lain menggunakan sihir Waktu dan Dimensi, Jadi bisa saja mereka berada di sekitar sini sekarang, tapi di dimensi yang berbeda, iya bukan?” protes Bolt. “Ya, ya… Mungkin saja, tapi bagaimana kita bisa mengetahuinya? Kecuali ada seseorang yang memberitahu kita tempat para elf, dan memberi kita pedang sihir, baru kita dapat menembusnya…” kata Aragon.

“Hmm… Tapi katamu tadi hanya yang memiliki pedang-pedang itulah yang bisa menembusnya, tapi mengapa raja dan ketiga elf lain tak bisa?” tanya Blaze, rasa penasarannya mulai bangkit.

“Hahh… Aku juga tidak yakin, Tapi kurasa pedang sang raja sudah mengkhianati penempanya, jadi pedang itu mungkin sudah bukan pedang sejati lagi. Dan, menurut desas-desus yang didengar kakekku tepat saat kelahiran kita, yang ia katakan padaku sebelum ia meninggal, bahwa ketiga pedang sihir milik elf-elf itu secara misterius telah menghilang dari penjagaan di kastil raja. Walaupun sang raja telah mencarinya dengan cara biasa maupun dengan menggunakan sihir, namun pedang-pedang itu tetap lenyap tanpa bekas. Itu adalah satu-satunya cara agar dapat menemui kaum elf,” Aragon bersedekap, wajahnya murung.

Keheningan kembali merebak, disebabkan oleh pikiran masing-masing tentang hal yang sama. Aragon beringsut, lalu merentangkan lengannya ke samping sambil berbaring di rumput yang sejuk. Udara Velgia yang sejuk berhembus pelan, memberikan kenyamanan yang membuat mengantuk. Blaze dan Bolt mengikutinya, dan mereka bertiga berbaring telentang sambil tertidur sebentar, menikmati hari cerah yang sejuk itu. Tiba-tiba Blaze bangkit dan berseru, “Aku tahu! Aku pernah membaca sesuatu tentang pedang-pedang sihir itu, yang mungkin berguna untuk memanggil mereka!” “Hah? Apa maksudmu?” tanya Bolt heran, setengah mengangkat badannya. “Yah, Kita harus memanggil nama sejati pedang-pedang itu, agar dapat menemukan mereka, yang kurasa ada dalam buku tua di gudang lamaku! Tunggu sebentar,” kata Blaze bersemangat, lalu bangkit dan berlari menuju gudang di sebelah selatan desa, di balik bukit. “Apa yang ia harapkan dari buku itu?” tanya Aragon penasaran. Bolt hanya mengangkat bahu tak peduli.