Lompat ke isi

Yudi Utomo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Yudi Utomo Imardjoko
Lahir15 Maret 1963
Yogyakarta
Tempat tinggalIndonesia
Warga negaraIndonesia
PekerjaanIlmuwan
Suami/istriDr Diatri Nari Ratih

Dr. Ir. Yudi Utomo Imardjoko, atau dikenal dengan nama Yudi Utomo saja, adalah seorang ilmuwan nuklir Indonesia yang dikenal atas rancangan penampung limbah nuklir dan direktur yang menyelamatkan BatanTek dari kebangkrutan. Ia lahir di Yogyakarta 15 Maret 1963.

Pendidikan

Putra almarhum Prof Imam Barnadib-Prof Sutari Barnadib ini merupakan alumnus SMUN 1 Yogyakarta dan Fakultas Teknologi Nuklir UGM. Yudi Utomo mendapat beasiswa untuk memperdalam ilmu nuklir di Iowa State University pada jenjang S-2 dan S-3. Dia mampu meraih gelar MSc dan PhD dalam waktu enam tahun. Capaian itu mengukuhkan Yudi sebagai orang Indonesia termuda yang berhasil merengkuh gelar doktor di usia 32 tahun pada 1995.[1]

Karir

Yudi mulai banyak dikenal di bidang nuklir sejak menimba ilmu di Negeri Paman Sam, salah satunya dengan “memenangkan” kompetisi pembuatan penampung limbah nuklir di Amerika Serikat pada tahun 1990-an. Saat itu pemerintah Amerika Serikat membutuhkan desain penampung limbah nuklir baru karena banyaknya pembangkit listrik tenaga nuklir.

Rancangan Yudi itu dinilai paling bagus dan aman, sehingga dinilai layak masuk dalam lembaran Departemen Energi AS dan memenuhi kualifikasi untuk ikut tender pembuatan kontainer limbah nuklir.[2]

Menyelamatkan Batan Tekonologi

Ia diangkat menjadi direktur utama PT BatanTek pada 26 Juli 2011, dengan tantangan menyelamatkan BatanTekdari kebangkrutan karena dilarangnya pengayaan uranium tingkat tinggi untuk produksi radioisotop oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) sejak 2010. Padahal radioisotop diperlukan untuk kebutuhan kedokteran dalam menghasilkan diagnosis presisi tinggi dan menjadi bisnis utama BatanTek.

Karena seorang tenaga ahli dari AS gagal memberikan solusi bagi BatanTek, maka klien rumah sakit mengalihkan kepada produsen lain. Yudi Utomo mengajak Dr Kusnanto, sahabatnya saat menimba ilmu di UGM, untuk bergabung sebagai direktur produksi BatanTek. Akhirnya mereka berhasil menemukan teknik baru pengayaan uranium tingkat rendah untuk memproduksi radioisotop. [3] Oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan, teknik yang belum dikenal di dunia ilmu nuklir ini kemudian dinamai “Formula YK” yang berasal dari gabungan nama Yudiutomo-Kusnanto.

Mulai November 2011, BatanTek kembali bisa memproduksi radioisotop dan menerima kembali pesanan dari klien sebelumnya. Di antaranya 11 rumah sakit di Indonesia, serta tambahan pesanan dari luar negeri seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, Jepang, dan Bangladesh, serta pembeli potensial Tiongkok.

Keberhasilan BatanTek memunculkan prospek baru karena hingga saat ini hanya ada delapan negara yang memproduksi radioisotop untuk keperluan medis, di antaranya Indonesia, Kanada, Australia, Belgia, Belanda, dan Hongaria. Kebutuhan radioisotop di dunia mencapai 12.000 curie per minggu. Kebutuhan itu tumbuh 10 persen per tahun. Artinya dibutuhkan reaktor berkapasitas lima kali lipat atau 60.000 curie untuk bisa memenuhi kebutuhan. Selanjutnya, BatanTek berencana mendirikan pabrik pengayaan uranium di Amerika Serikat untuk memenuhi kebutuhan di sana.[4]

Catatan kaki

  1. ^ Lecturer CV Yudi Utomo, diakses dari situs UGM.ac.id
  2. ^ Yudi Utomo: Penemu Kontainer Limbah Nuklir, diakses darisitus JAIST.ac.jp
  3. ^ Perjuangan Yudiutomo Imardjoko Hidupkan BatanTek yang Hampir Mati, diakses dari situs JawaPos News Network
  4. ^ Dirut BatanTek Dipuji Dahlan di Depan SBY, diakses dari situs Okezone