Lompat ke isi

Curug Citambur

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 April 2013 02.43 oleh Addbot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 1 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:q10976601)

Curug Citambur, sebuah air terjun yang ketinggiannya kira-kira 100 meter di Desa Karang Jaya, Kec. Pagelaran, Cianjur Selatan. Airnya sangat dingin dan tak ada yang berani bermandi di air jatuhannya. Dipastikan badan akan terasa sakit sekali bila tertimpa air jatuhan karena volumenya cukup besar, jauh lebih besar dan tinggi dari Curug Cimahi di daerah Cisarua, Kab. Bandung.

Air terjun yang lokasinya selatan Ciwidey, Kab. Bandung, yang jaraknya kira-kira 40 km itu, berpanorama indah. Sekitar curug selalu diliputi kabut tipis dan suara air jatuhannya begitu keras dan sesekali diselingi suara burung kutilang, seakan memperkaya simfoni suara alam kawasan itu.

Berada di sana serasa di alam yang masih “perawan”, belum banyak disentuh tangan manusia. Objek wisata itu masih eksotis. Ada dua versi, kenapa curug itu bernama Citambur. Dargana, Ketua Badan Pertimbangan Desa (BPD) Desa Karang Jaya menjelaskan, kata orang tua dulu, setiap air terjun yang jatuh ke kolam berbunyi “bergedebum” seperti tambur.

Saat itu, mungkin volume air terjun jauh lebih besar dari sekarang dan kolamnya cukup luas sehingga menimbulkan bunyi seperti alat musik tabuh yang dipukul setiap air menimpa kolam. Seiring menyusutnya volume air, bunyi itu tak terdengar lagi.

arah_curug_citambur.jpgVersi lain, curug tersebut dulu termasuk wilayah Kerajaan Tanjung Anginan, yang rajanya bergelar Prabu Tanjung Anginan. Pusat kerajaannya berada di Pasirkuda, yang kini termasuk Desa Simpang dan Karang Jaya, Kec. Pagelaran. Dugaan pusat kekuasaan di sana karena ada batu yang berbentuk kursi yang diyakini warga sebagai tempat duduk raja. Sementara itu, nama Pasirkuda karena ada sebuah batu di bukit (pasir dalam bahasa Sunda) yang berbentuk kuda.

Pada saat kerajaan berdiri, setiap raja mau mandi ke curug selalu ditengarai dengan suara tambur, yang ditabuh para pengawal. Suara berdebumnya alat musik tabuh itu terdengar cukup jauh sehingga warga Pasirkuda menyebutnya Curug Citambur.

Namun, baik Dargana maupun Kepala Desa Karang Jaya, Kec. Pagelarang, Kab. Cianjur, Dudih Rachmansyah tidak mengetahui, abad ke berapa Kerajaan Tanjung Anginan berdiri. Dalam buku-buku sejarah yang ada pun tak dikenal kerajaan tersebut. Mungkin, Kerajaan Tanjung Anginan sebuah legenda. Hanya yang pasti, kata Dedih, di Curug Citambur sesekali ada yang bertapa. Mereka sepertinya menganggap di curug itu ada kekuatan supranatural.

MESKI Curug Citambur yang memesona belum diberdayakan secara optimal, terlebih bisa ikut membantu menyejahterakan warga sekitar, tetapi penduduk di sana berkeyakinan satu saat air terjun tersebut bisa membebaskan warga dari lilitan kemiskinan.

Yayan Rohyana, tokoh masyarakat Karang Jaya mengungkapkan, menurut orang tua, paling tidak ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain, jika ada pihak luar yang mau menata.

Pendapat itu bisa dipahami, terlebih jika menelusuri wilayah selatan, mulai dari Ciwalini, Kab. Bandung-Pagelaran-Sindangbarang-Cidaun-Narigul, Kab. Cianjur-Ciwalini (jalur melingkar) banyak objek wisata yang potensial yang belum diberdayakan.

Sumber