Lompat ke isi

Daeng Soetigna

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Daeng Soetigna adalah seorang guru yang lebih terkenal sebagai pencipta angklung diatonis. Karya beliau inilah yang berhasil mendobrak tradisi, membuat alat musik tradisionil Indonesia mampu memainkan musik-musik Internasional.

Biografi

Masa Kanak-kanak

Pak Daeng Soetigna Lahir di Garut pada tanggal 13 Mei 1908. Karena kedua orang tuanya termasuk bangsawan Sunda, Pak Daeng beruntung dapat menikmati pendidikan jaman Belanda yang saat itu masih sangat terbatas bagi pribumi. Sekolah yang sempat beliau enyam adalah: [1]

  • HIS Garut (tahun 1915 - 1921), sebagai murind angkatan kedua.
  • Sekolah Raja (Kweekschool) Bandung (tahun 1922). Tahun 1923 Kweekscholl diubah namanya menjadi HIK (Hollands Islandsche Kweekschool). Daeng akhirnya lulus tahun 1928.

Setelah lulus HIK, Daeng langsung menjadi guru. Nantinya pada umur 45 tahun, Pak Daeng menngikuti beberapa pendidikan lanjut:

  • Tahun 1954, Pak Daeng ikut kursus B-1 (setara D-3), dan berhasil lulus ujian akhir. Namun Pak Daeng tidak mendapat ijazah Diploma, karena menurut panitia beliau tidak berhak.
  • Tahun 1955, dikirim bersekolah di Teacher's College Australia sebagai salah satu kontingen dalam program Colombo Plan.

Keluarga

Pak Daeng Soetigna menikah dua kali:

  1. Istri pertama adalah Ugih Supadmi (menikah tahun 1930, bercerai tahun ...), dan dikaruniai tiga orang anak yaitu: Aam Amalia, Tedja Komala dan Emma
  2. Istri kedua adalah Masjoeti (menikah tahun 1938), mendapat empat orang anak: Iwan Suwargana, Erna Ganarsih, Itin Gantinah, dan Utut Gartini.

Karir

Setelah tamat dari HIS, Pak Daeng Soetigna menjadi guru.

  1. Tahun 1928, menjadi guru di Schakelschool Cianjur
  2. Tahun 1931, menjadi guru HIS di Kuningan
  3. Tahun 1942, seiring kedatangan Jepang, HIS diubah menjadi SR (Sekolah Rakyat), dan Pak Daeng diangkat menjadi kepala sekolah
  4. Tahun 1947, kota Kuningan diduduki NICA, sehingga Pak Daeng dan keluarga hijrah ke Jogjakarta.
  5. Tahun 1948, Pak Daeng pindah ke Bandung dan mejadi kepala sekolah SD

Masa Tua

Pak Daeng pensiun sebagai pegawai negari sipil pada tahun 1964 (saat berumur 56 tahun). Dengan bebasnya beliau dari tugas rutin sebagai pegawai pemerintah, maka Pak Daeng aktif mengembangkan angklung. Beliau melatih di berbagai kelompok angklung seperti SD Soka, SD Santo Yusup, dan SD Priangan. Demikian pula perkumpulan ibu-ibu Militer maupun suster di gereja RS Borromeus. Atas jasa-jasanya, pada masa tuanya inilah Pak Daeng mulai memperoleh berbagai penghargaan, termasuk SATYA LENCANA KEBUDAYAAN dari Presiden RI.

Setelah pengabdiannya yang panjang dalam mengangkat musik angklung dari kelas pengemis ke kelas konser, Pak Daeng Soetigna wafat pada tanggal 8 April 1984, dan dikebumikan di Cikutra, Bandung.

Karya

Karya terbesar Pak Daeng Soetigna adalah memodifikasi Angklung yang tadinya bernada pentatonis menjadi diatonis. Angklung ini kemudian diberi nama kehormatan sebagai Angklung Padaeng. Selain itu, Pak Daeng juga seorang komposer yang telah menulis puluhan aransemen lagu angklung.

Guru

Dalam menciptakan angklung Padaeng, Daeng Soetigna berguru kepada: [1]

  • Pengemis tua (tidak tercatat namanya), yang memainkan lagu "Cis kacang Buncis" dengan angklung tradisionil. Pak Daeng kemudian membeli peralatan angklung tersebut, dan mendapat inspirasi untuk memakai angklung sebagai alat mengajar seni musik, menggantikan alat seperti mandolin dan biola yang saat itu sangat mahal.
  • Pak Djaja (dibaca Jaya), seorang empu pembuat angklung yang saat itu sudah sepuh. Pak Djaja dengan senang hati menerima ide Pak Daeng untuk membuat angklung diatonis, dan menurunkan pengalaman puluhan tahunnya, sehingga angklung dengan tangga nada diatonis itu berhasil terwujud.
  • Pak Wangsa, adalah petani yang memberi tahu bahwa bambu akan awet jika di potong pada saat uir-uir berbunyi. Itu adalah tanda musim kemarau sudah mulai dan bambu berada pada keadaan kering.

Murid

Sebagai guru, Murid Pak Daeng Soetigna sangat banyak. Namun mereka yang secara khusus kemudian berhasil menjadi tokoh-tokoh angklung adalah: [2]

  • Udjo Ngalagena, merupakan murid yang umurnya paling tua, dan kemudian terkenal sebagai pendiri Saung Angklung Udjo.
  • Obby A. Wiramihardja, adalah murid termuda yang kemudian sangat giat melatih angklung di berbagai sekolah di Bandung, dan mendirikan perkumpulan Kabumi
  • Handiman, murid yang mewarisi ketrampilan sebagai empu angklung.
  • Edi Permadi, murid yang dianggap paling jago dalam membuat aransemen lagu angklung.
  • Moh. Hidayat Winitasasmita
  • Agam Ngadimin
  • Sanu'i Edia
  • Opan Sopandi
  • Erwin Anwar
  • Satiamihardja

Penghargaan

Penghargaan yang diberikan kepada Pak Daeng diantaranya:

  1. Piagam Penghargaan, atas Jasanya Dalam Bidang KesenianKhususnya dan Kebudayaan Pada Umumnya, dari Gubernur Jawa Barat Brigjed Mashudi, 28 Februari 1968. [1]
  2. Piagam Penghargaan, dalam rangka mendorong pertumbuhan, pemekaran dan pengembangan keseniang angklung di ibukota, dari Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, 10 September 1968. [1]
  3. Tanda Kehormatan Satya Lencana Kebudayaan, dari Presiden Republik Indonesia, Jend. Soeharto, 15 Oktober 1968. [1]
  4. Piagam Penghargaan, atas jasa dalam pembinaan dan pengembangan seni daerah, khususnya seni Angklung, dari Gubernur Jawa Barat H.A. Kunaefi, 17 Agustus 1979. [1]

Setelah meninggal, Pak Daeng masih terus menerima penghargaan, diantaranya:

  1. Piagam Penghargaan, sebagai perintis Pembangunan Pariwisata Jawa Barat, dari Gubernur Jawa Barat, R. Nuriana, 18 Februari 1994. [1]
  2. Piagam Penghargaan, seniman angklung yang telah berkreasi dan berkarya mengharumkan nama Jawa Barat di tingkat Nasional, dari Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, 21 Juli 2005. [1]
  3. Piagam Penghargaan dan Metronome Award 2006, sebagai pengembang musik tradisional Angklung, dari Pusat Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia, 21 Juli 2005. [1]
  4. Penghargaan Nasional Hak Kekayaan Intelektual 2013, Pencipta Angklung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Republik Indonesia, Amir Syamsudin, 26 April 2013.

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i Tatang Sumarsono, Erna Ganarsih Pirous, Membela Kehormatan Angklung: Sebuah Biografi dan Bunga Rampai Daeng Soetigna, Yayasan Serambi Pirous, 2009.
  2. ^ Helius Sjamsudin dan Hidayat Winitasasmita, Daeng Soetigna bapak Angklung Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Jakarta, 1986.