Lompat ke isi

Residu pestisida

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 4 November 2013 20.13 oleh Hysocc (bicara | kontrib) (+)

Residu pestisida adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah diaplikasikan ke tanaman pertanian.[1] Tingkat residu pada bahan pangan umumnya diawasi dan ditetapkan batas amannya oleh lembaga yang berwenang di berbagai negara. Paparan populasi secara umum dari residu ini lebih sering terjadi melalui konsumsi bahan pangan yang ditanam dengan perlakuan pestisida, ditanam atau diproses di tempat yang dekat dengan area berpestisida.[2]

Banyak dari residu pestisida ini merupakan pestisida sintetik berbahan dasar klor yang menunjukan sifat bioakumulasi yang dapat terkumpul dan menumpuk di dalam tubuh dan lingkungan hingga pada jumlah yang membahayakan.[3] Senyawa kimiawi yang persisten dapat terakumulasi di dalam rantai makanan tanpa terurai, dan telah terdeteksi di berbagai produk hewan mulai dari daging sapi, daging ayam, telur ayam, dan daging ikan.[4]

Definisi

Pestisida adalah zat atau campuran zat yang digunakan untuk membunuh hama, organisme yang merugikan tanaman pertanian dan hewan ternak.[5] Istilah ini berlaku pada berbagai pestisida yang spesifik seperti insektisida, herbisida, nematisida, algasida, fungisida, dan rodentisida. Penerapan pestisida pada tanaman pertanian dapat meninggalkan residu pada tanaman bahkan setelah dipanen dan menjadi bahan pangan yang sidap dijual. Beberapa pestisida dikategorikan sebagai zat yang memiliki dampak toksikologi yang signifikan.[6]

Latar belakang

Sejak perang dunia kedua berakhir, pestisida kimia menjadi komoditas penting dalam menanggulangi hama. Terdapat dua kategori utama pestisida ketika itu, yaitu pestisida generasi pertama dan pestisida generasi kedua. Generas pertama yang dikembangkan sebelum tahun 1940, terdiri dari senyawa arsenik, raksa, dan timbal. Kesemuanya lalu ditinggalkan karena terbukti sangat beracun dan tidak efektif. Generasi kedua yang terdiri dari senyawa organik sintetik. Pertumbuhan pestisida generasi kedua terpacu pada akhir tahun 1940an setelah Paul Müller menemukan DDT pada tahun 1939. Efek dari berbagai senyawa seperti aldrin, dieldrin, endrin, chlordane, parathion, captan dan 2,4-D juga ditemukan pada saat itu dan mulai digunakan sebagai pestisida.[7][8] Semua pestisida tersebut digunakan karena mampu mengendalikan hama secara efektif. Namun di tahun 1946, masyarakat mulai melawan persebaran pestisida, terutama DDT, karena menyakiti tanaman dan hewan non-target. Masyarakat menjadi sadar mengenai residu dan kemungkinan dampaknya bagi kesehatan.[7] Di tahun 1960an, Rachel Carson menulis buku Silent Spring (Musim Semi Sunyi) untuk menggambarkan risiko dari DDT dan bagaimana hal tersebut mengancam keanekaragaman hayati.[9]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ IUPAC, Compendium of Chemical Terminology, edisi ke-2 ("Buku Emas") (1997). Versi koreksi daring:  (2006–) "pesticide residue".
  2. ^ "Pesticide Residue". Environmental Protection Agency. 
  3. ^ Walter J Crinnion. (2009). "Chlorinated Pesticides: Threats to Health and Importance of Detection". Environmental Medicine. 14 (4): 347–59. PMID 20030461. 
  4. ^ Stephen W.C. Chung, Benedict L.S. Chen. (2011). "Determination of organochlorine pesticide residues in fatty foods: A critical review on the analytical methods and their testing capabilities". Journal of Chromatography A. 1218 (33): 5555–5567. doi:10.1016/j.chroma.2011.06.066. PMID 21742333. 
  5. ^ US Environmental (July 24, 2007), What is a pesticide? epa.gov. Retrieved on October 24, 2012.
  6. ^ IPCS INCHEM (1975),[1] Retrieved on October 24, 2012.
  7. ^ a b Pesticide Usage in the United States: History, Benefits, Risks, and Trends; Bulletin 1121, November 2000, K.S. Delaplane, Cooperative Extension Service, The University of Georgia College of Agricultural and Environmental Sciences http://pubs.caes.uga.edu/caespubs/pubs/PDF/B1121.pdf
  8. ^ A history of pesticide use, Patricia Muir at Oregon State University. Diakses 22 Oktober 2012, http://people.oregonstate.edu/~muirp/pesthist.htm
  9. ^ Lobe, J (Sept 16, 2006), "WHO urges DDT for malaria control Strategies," Inter Press Service, cited from Commondreams.org. Retrieved on September 15, 2007

Pranala luar