Lompat ke isi

Sukanto Tanoto

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 30 Desember 2013 12.30 oleh Kenrick95Bot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (-di tahun +pada tahun))
Sukanto Tanoto
Informasi pribadi
Lahir25 Desember 1949 (umur 74)
Indonesia Belawan,Sumatera Utara, Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Sukanto Tanoto (lahir 25 Desember 1949) adalah seorang pengusaha asal Indonesia. Ia adalah CEO Raja Garuda Mas, sebuah perusahaan yang berkantor pusat di Singapura dengan usaha di berbagai bidang, terutamanya kertas dan kelapa sawit. Tanoto dinyatakan sebagai orang terkaya di Indonesia oleh majalah Forbes pada September 2006, namun pada tahun 2011, Forbes kembali merilis daftar orang terkaya di Indonesia. Ia menduduki peringkat ke-6 dengan total kekayaan US$ 2,8 miliar [1].

Bisnis

PT Indorayon Utama

Pada tahun 1989, Sukanto Tanoto mulai pabrik pulp di bawah nama PT Inti Indorayon Utama, yang dibangun di sebuah desa Sosor Ladang Kecamatan Porsea, Danau Toba Sumatera Utara. Namun pabrik ini tidak berjalan lancar karena konflik dengan penduduk setempat, yang berpendapat bahwa Indorayon mencemari daerah, melakukan deforestasi besar besaran dan sengketa tanah. Sejak awal, pabrik pulp pertama di Indonesia itu penuh dengan sengketa. Izin awal dirilis sengketa tanah yang terkandung, kualitas udara dan air di sekitar Sungai Sunagi Asahan tercemar drastis, menyebabkan penyakit kulit dan pencemaran air, bencana longsor, dan pencemaran gas klor beracun akibat ledakan boiler pada tahun 1993. Namun selama pemerintahan Soeharto, Indorayon bebas dari semua kegiatan karena hubungan dekat antara Sukanto dengan Soeharto. Demonstrasi kepada lembaga pemerintah, yang telah dimulai sejak tahun 1986, gagal menghentikan kegiatan pabrik. [2]

Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, tekanan publik makin keras, tapi selalu dijawab dengan kekerasan dan teror oleh petugas polisi militer yang disewa oleh perusahaan. Bentrokan antara penduduk setempat, staf dan anggota pasukan keamanan yang tidak dapat dihindari dan mengakibatkan enam orang tewas dan ratusan luka-luka pada tahun 1999. Akibatnya, Presiden Habibie sementara menempatkan pabrik pada berhenti pada tanggal 19 Maret 1999. Meskipun lobi yang dilakukan oleh pendukung Indorayon, termasuk-maka pelayanan perdagangan Jusuf Kalla, pabrik itu ditutup secara permanen oleh Presiden Abrurahman Wahid setelah oposisi sengit dari masyarakat lokal dan aktivis lingkungan diikuti oleh demonstrasi yang lebih fatal [3].

Asian Agri

PT Asian Agri merupakan perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Sejak tanum 2006 terlibat kasus penggelapan pajak. Awal tahun 2013, Mahkamah Agung memvonis 14 perusahaan Grup Asian Agri (GAA) harus membayar denda sebesar Rp 2,5 trilyun. PT Asian Agri mengajukan gugatan peninjauan kembali atas putusan MA tersebut.[4]

Asian Agri juga dituding terlibat dalam kasus pembakaran untuk pembukaan lahan di Riau, pada Juni 2013. Kebakaran hutan menimbulkan kabut asap dengan tingkat polusi mencapai di atas 800 Indeks Polusi Udara, atau hampir tiga kali lipat dari ambang batas bahaya polusi di angka 300 Indeks Polusi Udara. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI Riau menyebutkan, sebagian besar titik api di Riau berada di lahan konsesi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI), baik di perusahaan milik Sukanto Tanoto maupun sejumlah pengusaha lain seperti Eka Tjipta Wijaja (APRIL/APP), Martias pemilik PT Surya Dumai Grup, serta Wilmar Group (kelapa sawit). [5]

Referensi

Pranala luar


Referensi