Klenteng
Klenteng atau Kelenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama Konghucu. Di beberapa daerah, klenteng juga disebut dengan istilah tokong[1] Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara.
Asal mula kata Klenteng
Klenteng dibangun pertama kali pada tahun 1650 oleh Letnan Kwee Hoen dan dinamakan Kwan Im Teng. Kelenteng ini dipersembahkan kepada Dewi Koan-Im (Dewi Welas Asih).
Dari kata Kwan Im Teng inilah orang Indonesia akhirnya lebih mengenal kata Klenteng daripada Vihara, yang kemudian melafalkannya sebagai Klenteng hingga saat ini.
Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter 廟 (miao) . Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di Cina.dialek Hakka (pak kung miao,sin miao)
Pada mulanya 廟 "Miao" adalah tempat penghormatan pada leluhur 祠 "Ci" (rumah abuh). Pada awalnya masing-masing marga membuat "Ci" untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abuh. Para dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga/family/klan mereka. Dari perjalanan waktu maka timbullah penghormatan pada para Dewa/Dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa/Dewi yang sekarang ini kita kenal sebagai Miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga, suku. Saat ini masih di dalam "Miao" masih juga bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) di khususkan untuk abuh leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga/marga/klan masing-masing. Ada pula di dalam "Miao" disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran/agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Lao Tze dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.
Miao - atau Kelenteng (dalam bahasa Jawa) dapat membuktikan selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci (Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran - juga adalah tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang itu berasal.
Saat ini Miao (Kelenteng) bukan lagi milik dari marga, suku, agama, organisasi tertentu tapi adalah tempat umum yang dipakai bersama.
Klenteng / Miao dapat dikatakan awalnya milik Khong Hu Cu (Cu Miao, Zong Miao), namun dalam perkembangannya menjadi wadah bagi orang-orang yang percaya. Jadi ajaran yang diajarkan di Klenteng dapat saja Ajaran KHong Hu Cu, TAO, atau Buddha. Sebagaimana kita ketahui di Klenteng biasanya ada dewa utama seperti Kwan Kong atau Kwan Im, sementara dalam Tao jelas dipaparkan sedangkan Buddhisme menempatkan mereka sebagai Bodhisatwa. Perlu Diketahui, bahwa pengertian / makna / istilah dewa dalam Tao berbeda dg Dewa (Deva) dalam Buddhisme. Sedang Khonghucu sendiri memiliki istilah serta makna / pengertian sendiri, yaitu Shen Ming (Roh Suci / Roh yg Gemilang Kebajikannya).
Kategori Klenteng
Klenteng adalah sebutan umum bagi tempat ibadat orang Tionghoa sehingga klenteng sendiri terbagi atas beberapa kategori yang mewakili empat macam agama : Taoisme , Konghucu , Buddhisme , Agama Rakyat , atau Sam Kaw Masing-masing memiliki sebutan tempat ibadat yang berbeda-beda.[2]
Tempat Ibadah berdasarkan umat
- Konghucu
- Litang (禮堂)
- Ci (祠)
- Miao (廟) (Temple/Klenteng)
- Taoisme:
- Gong (宮)
- Guan (觀)
- Buddhisme:
- Si (寺)
- An (庵)
Klenteng berdasarkan fungsi
- Fungsi ibadah
- Fungsi sosial masyarakat
- Fungsi politik
Klenteng berdasarkan pemilik
- Milik kekaisaran (pejabat)
- Milik masyarakat
- Milik pribadi
Klenteng, vihara dan Orde Baru
Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Cina.
Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama dari bahasa Sanskerta atau bahasa Pali, mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan dan kepemilikan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan klenteng dengan vihara.
Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng daripada vihara atau menamakan diri sebagai Tempat Ibadah Tridharma (TITD)
Lihat pula
http://www.tionghoa.info/klenteng/
Referensi
- ^ (Indonesia)Definisi 'tokong' artikata.com, Diakses pada 9 Maret 2011.
- ^ (Indonesia)Sekilas Mengenai Jenis Kelenteng budaya-tionghoa.net, Diakses pada 14 Januari 2013.