Pembicaraan Pengguna:Bagus warsono
Halo, Bagus warsono. Selamat datang di Wikipedia bahasa Indonesia! | |||
---|---|---|---|
|
IvanLanin (bicara) 27 Juli 2013 13.45 (UTC)
tentang Bagus Warsono
Rg.(Ronggo) Bagus Warsono lebih dikenal dengan Agus Warsono, SPd.MSi/Masagus, pecinta anak-anak (guru sekolah dasar), penulis/penyair,pelukis dan gemar membaca.Lahir Tegal 29 Agustus 1965.Tinggal di Indramayu. Bermula bercita-cita menjadi Insinyur teknik karena miskin menjadi guru sekolah dasar, mengunjungi SDN Sindang II, SMP III Indramau, SPGN Indramayu, (S1) STIA Jakarta , (S2) STIA YAPPANN Jakata , menulis secara otodidak, Kawin dengan Rofiah Ross hinga sekarang, anak-anak Abdurrachman Mappuji , Maulana Ragil Zakariyah. Tengah persiapan menempuh doktoral, sedang mencari promotor, dan Unv yang murah. Mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca. Aktif membaca dan menulis di berbagai media penerbitan,anggota PWI Jawa Barat, menjadi guru sekolah dasar juga pedagang barang bekas. Hanya ini yang dapat diperbuat, kecil dan tak berarti apa-apa.
Rg (Ronggo Bagus Warsono)
Rg (Ronggo Bagus Warsono) lahir di Tegal, 29 Agustus 1965, menamatkan Sekolah Tinggi Agama Islam Salahuddin Jakarta, dan Gelar Master (MSi) Ilmu Administrasi YAPPANN Jakarta 2011. Melukis sejak anak-anak. Bebek adalah khas lukis Rg Agus Warsono. Melukis autodidak dan belajar dari gemar membaca.Bebek membawanya terkenal diseantero dunia. Namun lebih suka menyendiri dan terasing. Bebek termahal mencapai 150 juta saat ini. Miliki lukisannya dan Anda menjadi infestor barang berarga. Tinggal menetap di Indramayu bersama seorangistri dan dua anak.
PURA-PURA MENJADI ORANG LAIN
Nama Samaran dan Nama lain
Nama samaran diperlukan untuk mengelabui publik agar bertanya-tanya siapa pemilik nama samaran tersebut. Nama samaran dibuat untuk berbagai maksud. Pada masa lalu, nama samaran diperlukan untuk keselamatan sang penulis agar mereka yang merasa tersentuh oleh pesan sebuah tulisan tidak dapat mengetahui siapa sejatinya penulis itu. Sebab begitu dasyatnya isi sebuah tulisan akan dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap apa yang dibidik sang penulis. Misalnya penulis di masa penjajahan doeloe, ia mengkritisi pemerintah namun ia sengaja untuk menyembunyikan jatidirinya. Sungguhpun tulisannya dimuat di mediamassa, redaksi setidaknya dapat mengelak bahwa ia memuat tulisan itru berdasarkan kiriman naskah dari seseorang (dengan nama samaran).
Nama samaran dan nama lain juga diperlukan untuk popularitas seseorang agar dapat mudah diingat oleh masyarakat pembaca. Biasanya ini mereka menggunakan nama-nama yang jarang dipakai oleh masyarakat. Seperti menggunakan nama-nama dari tumbuhan seperti ‘kuntum, ‘tukul’, ‘pelok’, ‘kembang’, ‘puspa’, ‘bluluk’, ‘manggar’, dsb., Nama-nama alam seperti ‘mega’, ‘bayu’, ‘awan’, ‘guntur’,'maya’, ‘ombak’ ‘segara’, ‘fajar’, ‘lembayung’ dsb. Nama-nama pewayangan seperti ‘parikeset’, ‘sugriwo’, ‘sumantri’ dsb. Nama-nama hari seperi ‘Wage’ , ‘Rebo’, ‘manis’, dsb. Nama-nama kejadian manusia seperti ‘puput’, ‘babar’, ‘bubat’, ‘kalungusus’, ‘jabang’, dsb. Nama-nama warna seperi ‘ireng’, ‘abang’, ‘jingga’, dsb.
Nama samaran dan nama lain diperlukan untuk mendongkrak popularitas seseorang biasanya dengan memberikan tambahan nama depan atau nama belakang misalnya ‘Edi sembako’, ‘Tukul Arwana’, ‘Eko Patrio’, ‘Unang Bagito’, ‘Cici Tegal’, ‘Iis Dahlia’, ‘Dono Warkop’,dsb. Nama-nama seperti ini kemudian melekat dengan personalnya sehingga tiada bisa membedakan mana nama asli dan mana nama samaran.
Nama samaran dan nama lain sah-sah saja penggunaannya. Dalam bahasa Indonesia biasa digunakan sebagai kesatuan ‘alias’ atau ‘nama lain’ seseorang. Seperti halnya nama panggilan seseorang yang sering digunakan dalam keluarga, teman sekolah, atau di lingkungan terkecil lainnya.
Nama samaran dan nama lain juga sering menggunakan nama kecil seseorang (nama panggilan di waktu kecil). Nama digunakan dan dijadikan satu dengan nama asli seseorang agar publik lebih mengenalnya, serta sengaja ditempelkan untuk memberikan penghargaan untuk keluarganya. Contohknya seperti ‘Upik’, ‘Buyung’, ‘Bontot’ , ‘Ragil’, ‘Denok’, ‘Yayuk’, ‘Dimas’, ‘Pras’ ‘Pram’, Bram’, ‘Sam’, ‘Lis’ ‘Lik’ dsb. Hal demikian dikarenakan nama kecil telah populair ketimbang nama sebenarnya.
Nama samaran dan nama lain dalam sastrawan sah-sah saja digunakan. Untung dan ruginya pada mereka sendiri yang melakukan. Boleh jadi dengan nama samaran akan membawa berkah keberuntungan. Sehingga cepat populair, menarik minat pembaca, dan oleh penerbit dipandang memiliki nilai jual yang tinggi. Betul kata seorang ilmuwan apa artinya sebuah nama. Karenanya nama samaran dan nama lain lazim dgunakan dalam dunia sastra kita. Namun ada juga menemukan kegagalan menggunakan nama samaran. Karena bersusah payah menbuat nama samaran tetapi justru tidak menguntungkan.
Di dunia maya nama samaran sudah bukan barang baru. Publik sudah dapat mengira cepat akan hal ini yakni ‘lempar batu sembunyi tangan’. Ia dapat dituduh dengan tidak bertanggung-jawab. Kurang jantan. Tidak terang-terangan.
Dan boleh jadi nama samaran di dunia maya bermaksud untuk penipuan. Telah banyak kasus atas korban kepura-puraan menjadi orang lain ini. Ada laki-laki menjadi perempuan, atau sebaliknya. Ada nama menggunakan nama orang luar negeri padahal ia ada di Indonesia. Ada nama menggunakan nama suku lain dan sebagainya.
Hal mengenai nama samaran dan nama lain terserah pribadi masing-masing. Orang tua kita sebetulnya sudah memberikan nama terbaik untuk anak-naknya. Ya apa artinya sebuah nama.
- nama-nama sebutan dalam artikel hanya sekadar contoh bukan merujuk seseorang.
(rg bagus warsono, 9-11-13)
Penerjemah
Penerjemah Penerjemah berarti mengalihbahasakan. Terjemahan merupakan interpretasi makna suatu teks dalam suatu bahasa (teks sumber) yang menghasilkan padanan suatu bahasa lain. Dulu bisa disebut juga dengan juru bahasa. Amat jarang dimiliki Indonesia terutama juru bahasa-juru bahasa khusus untuk bahasa yang jarang digunakan sebagai bahasa pengantar dunia seperti bahasa Inggris, arab, jepang, dan bahasa China. Namun demikian penerjemah pada masa dulu , terutama penerjemah buku fiksi, memiliki keahlian dalam menerjemahkan ‘bahasa sastra’ pengarang-pengarang asing. Ia tidak saja menerjemahkan sesuai dengan arti kata bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, namun juga mengolah kata dengan tidak merubah maksud kalimat dengan sangat baik. Kini setelah komputer semakin canggih penerjemah dapat menggunakan komputer seperti dengan interpreter perangkat lunak yang dapat melakukan eksekusi sebuah intruksi alih bahasa. Atau transtool yang memberikan kemudahan menerjemahkan tulisan-tulisan berbagai bahasa ke dalam bahasa yang dikehendaki. Profesi penerjemah dapat dibantu dengan cepat meskipun memerlukan editing tata bahasa (idiom). Terjemahan berbantuan computer (computer assisted translation/CAT) suatu bentuk terjemahan baku mesin computer atau baku program terjemahan. Akan didapat kemungkinan salah maksud dari apa yang dimaksud oleh pengarangnya. Karena itu penerjemah sedapatnya menguasai bahasa lisan, harian dan juga dialek dari bahasa asing itu. Frofesi penerjemah merupakan profesi langka dan istimewa. Dengan bantuan penterjemah kita akan mendapat informasi teks bahasa yang dapat kita cerna walau datangnya dari bahasa asing, terlebih bahasa-bahasa asing yang bukan merupakan bahasa pengantar dunia.
UNDANGAN, DIUNDANG, MENGUNDANG, UANG TRANSPORT, DAN KEPINGIN DIUNDANG DALAM KEGIATAN SASTRA SEBAGAI NARA SUMBER ATAU PELAKU ACARA.
UNDANGAN, DIUNDANG, MENGUNDANG, UANG TRANSPORT, DAN KEPINGIN DIUNDANG DALAM KEGIATAN SASTRA SEBAGAI NARA SUMBER ATAU PELAKU ACARA. Marilah kita memulai dengan ‘undangan’ yakni sebuah ajakan dengan reaksi ya atau tidak datang. Kemudian ‘diundang’ memiliki makna sama (ajakan dengan reaksi ya atau tidak datang) namun bernilai penghargaan dari si pengundang. Kemudian ‘mengundang’ memiliki makna sama (ajakan dengan reaksi ya atau tidak datang) ini bernilai penghargaan dari kita sebagai pengundang. Namun ‘mengundang’ berisi ajakan oleh si pengundang untuk hadir. Mengundang berarti menghargai yang diundang. Penghargaan ini pertama diberikan dengan memberikan undanga. Artinya mengundang saja juga sudah merupakan memberikan penghargaan. Tamu yang datang dari mengundang merupakan tanggung jawab ‘tuan rumah’ (pengundang). Namun demikian penghargaan terhadap tamu tergantung dari bagaimana pengundang menghargai tamunya. Orang yang mengundang memiliki tanggung jawab terhadap tamunya, sedang orang yang diundang akan merasa dihargai bila ia diposisikan sebagai tamu yang diundang. penghargaan terhadap tamu yang diundang tergantung juga pada bagaimana pengundang memiliki tanggungjawab sebagai ‘tuan rumah’. Jadi ada titik berat/beban pengundang (majikan) jika ia mengundang seseorang. Karena itu lebih baik tidak mengundang jika tidak bisa menghargai yang diundang. Di Indonesia hal mengenai undangan, diundang dan mengundang terkesan banyak disepelekan oleh masyarakat. Contohnya mengenai undangan resepsi pernikahan atau khitanan. Dari mulai undangan, jamuan sampai hal aneh yakni yang diundang diharapkan mengisi kotak sumbangan. Kembali dalam hal kegiatan sastra, hal mengenai undang-mengundang bermakna luas. Suatu ketika seseorang ingin menjadi pemberitaan publik , tanpa orang yang menyaksikan tak mungkin ia menjadi buah bibir orang. Ketidak percayaan diri akan kehadiran publik (penonton/pengunjung) menjadikan ia mengundang tamu. Begitu juga ketika membutuhkan penguat akan pemberitaan publik dalam kegiatannya, ia pun mengundang tamu (yakni pembicara/ pelaku acara) atau kebutuhan ini biasanya pengundang memberikan penghargaan yang tinggi terhadap yang diundang. Disamping menyediakan jamuan juga fasilitas dan uang trasport serta honorarium yang membuat puas yang diundangnya. Suatu ketika lagi, ada sebuah acara sastra yang ‘pede’ karena acara tersebut merupakan acara yang dibutuhkan publik maka panitia (tuan rumah) memberikan undangan pada masyarakat dengan cukum menggunakan selebaran, yang artinya ‘tidak memaksa’ pada acara seperti ini biasanya tuan rumah memberikan penghargaan pada tamunya secara wajar saja. Undangan untuk pembicara dan pelaku acara biasanya merupakan penghargaan utama bagi panitia, karena kehadiran mereka adalah pendukung suksesnya acara. Oleh karena itu penghargaan tampak berlebih dari tamu undangan lain. Nah disini , untuk dapat dimengerti oleh semua. Walau mungkin seseorang hadir dengan kapasitas (menurut pengakua diri) adalah seorang yang tinggi kedududkannya namun pada acara itu bukan sebagai pelaku acara atau orang yang dibutuhkan kehadirannya maka penghargaannya tetap bahaimana tuan rumah menghargai tamunya, beda dengan orang yang dibutuhkan sebagai pendukung suksesnya acara. Kemudian hal ‘diundang’ untuk menjadi pembicara atau pelaku acara adalah suka-suka panitia. Karenanya tidak salah jika ada acara dengan pembicara yang kurang berbobot atau pelaku acara yang kurang membuat penonton tertarik. Suka-suka panitia terkandung arti tujuan acara, dan mengukur anggran biaya. Terakhir untuk menjadi pelaku acara dalam sebuah kegiatan ini tentu orang lain melihat kapasitas yang diundang. Jika kita dibutuhkan mungkin kita dihargai, jika tidak dibutuhkan mungkin juga diabaikan. Menjadi figur publik memerlukan tahapan dan tangga menuju itu. Yang perlu dan mendasar agar ‘diundang’ oleh mereka sebagai pembicara atau pelaku acara atau dibutuhkan oleh tuan rumah sebagai pensukses acara adalah kita harus baik kepada semua orang.*** rg bagus warsono 27-11-13