Lompat ke isi

Khulu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Khulu

Khulu (Bahasa Arab : ﺧﻠﺢ) secara etimologi berarti “melepaskan”. [1] [2] Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu fiqih, khulu adalah permintaan cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya. [3] [4] Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya. [5]

Adapun contoh untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 1.000.000 ”. [6] [5] Istri kemudian menjawab “ Aku menerimanya”. [5] [7] Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp 1.000.000 sebagai tebusan kepada si suami. Sedangkan apabila tidak disebutkan tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu.[7] [5] Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan Allah. [5] Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya, misalkan seorang suami tidak mau disuruh shalat, dilarang untuk bermain judi, ia membangkang dan bersikap kasar. [5] Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat dosa dari Tuhan yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan dosa terus menerus. [5] Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu ang tak diharapka istrinya itu, seperti menampar, memukul, dan lain sebagainya. [5] Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan. [5]

== Persyaratan ==	
  1. Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT. [5] [7]
  2. Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. [5] [7] Jika ia menyakiti istrinya, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya. [5] [7]
  3. Khulu itu berasal dan istri dan bukan dan pihak suami. [5] [7] Jika suami yang merasa tidak senang hidup bersama dengan istrinya, maka suami tidak berhak mengambil sedikit pun harta dan istrinya. [5] [7]
  4. Khulu sebagai talak ba’in, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru. [5] [7]

Hukum

  • Mubah atau boleh

Jika seorang istri tidak menyukai untuk tetap bersama dengan suaminya, baik karena buruknya akhlak/perilaku suaminya atau karena buruknya wajah/fisik suaminya, sehingga ia khawatir tidak dapat menjalankan hak-hak suaminya yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka dalam kondisi semacam ini istri boleh mengajukan khulu kepada suaminya. [8]

  • Mustahab atau wajib

Jika suami melalaikan hak-hak Allah seperti; suaminya meninggalkan shalat, suaminya melakukan hal-hal yang dapat membatalkan keislamannya, dan yang semisalnya, maka istri dianjurkan untuk mengajukan khulu.[9] Ini adalah pendapat ulama Hanabilah.[9]

  • Haram

Jika istri mengajukan khulu kepada suaminya bukan karena alasan yang diperbolehkan oleh agama, seperti karena sang suami buruk rupa, maka khulu tersebut menjadi hukumnya haram. [9]

Persyaratan

  1. Adanya mukhali, yakni seseorang yang berhak mengucapkan perkataan cerai, yakni suami. [9]
  2. Adanya mukhtali’ah, yakni seseorang yang mengajukan khulu, yakni istri. [9] Dengan syarat, si istri adalah istri yang sah secara agama dan istri dapat menggunakan hartanya secara sadar, dalam artian tidak gila dan berakal. [9]
  3. Adanya iwadh, yakni harta yang diambil suami dari istrinya sebagai tebusan karena telah menceraikan istrinya. [9]
  4. Adanya sigha khulu atau perkataan khulu dari suami. [9]


Catatan

  1. Suami tidak boleh mengambil harta istrinya melebihi mahar yang dia berikan.[10]
  2. Khulu dapat dilakukan oleh istri, baik dalam keadaan suci atau haid. [7] [11]
  3. Iwadh atau harta tebusan dapat berupa jasa. Menurut pendapat ulama golongan safi’I dan maliki. [9]
  4. Khulu tidak sah apabiila tidak ada keikhlasan di hati suami. [9]
  5. Suami yang telah men-khulu istrinya tidak berhak merujuk kembali, meskipu ia dalam keadaan menunggu (masa iddah khulu). [9]
  6. Apabila wanita yang menjadi istri bagi suaminya masih kecil, maka ia boleh diwakili oleh walinya untuk meminta khulu, dengan syarat sang wali melihat adanya bahaya yang mengancam wanita tersebut. [10]

Referensi

  1. ^ Achmad Sunarto (1991). Terjemahan Fat-hul Qarib. Menara Kudus. 
  2. ^ (Indonesia) Noer Faqih Arsyi ys. "PAI Kelas XII Bab Munakahah" (pdf). 
  3. ^ (Indonesia) Ahmad Sarwad, Lc. "Fiqih Nikah" (pdf). 
  4. ^ Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S. (2000). Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat. CV.Pustaka Setia. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama ”q”
  6. ^ Dr.Mustafa Dib Al-Bugha (2012). Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I. Noura Books. ISBN 978-602-9498-44-8. 
  7. ^ a b c d e f g h i Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama ”v”
  8. ^ (Indonesia) [http:http://albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.com/2013/12/80-ensiklopedi-fiqih-islam_6-kitab-munakahat.pdf "Kitab Munakahat"] (pdf). 
  9. ^ a b c d e f g h i j k Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama ”x”
  10. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama ”o”
  11. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama ”y”